Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Selasa, 04 Februari 2020

Aku mengerti, sangat mengerti.

Aku tahu bagaimana rasanya ingin mati. Aku pernah merasakannya, bahkan sering.
Saat itu hati bukan lagi patah, tapi sudah menjadi serpih. Tak lagi bisa membayangkan akan ada pendar cahaya di ujung jalan ini. Tak ada lagi benih harapan.
Tak juga peduli akan siapapun atau apapun, seperti nasehat, dogma bahkan ancaman, apalagi neraka yang belum terbukti ada.
Putus asa? Terserah saja orang menyebutnya apa. Tapi menurutku ini hanya salah satu seleksi alam untuk mengurangi populasi manusia.
Penyebab rasa ini bisa beragam, mungkin karena masalah yang tak ada habisnya, mungkin karena penyakit yang tak ada obatnya, mungkin karena hidup tak lagi berguna, mungkin karena depresi yang mendera.
(Setahuku, depresi itu bukan masalah psikis, tapi fisik. Ada ketidakseimbangan di otak yang menjadi penyebabnya)
Ada beberapa yang masih mencari tahu cara yang paling efektif. Bahkan meminta bantuan pada pembunuh bayaran. Aneh? Tidak sama sekali. Banyak yang sudah memikirkan hal ini.
Jadi tak perlu semua debat dan nasehat itu. Jika tulus mau membantu, dampingi saja, tanpa kata. Itu juga sudah bagus, kalau si perasa masih mau bertemu manusia.
Dan di sini, aku hanya bisa berkata,
aku mengerti yang kamu rasa.. sangat mengerti...
Jika masih bisa, bertahanlah sehari lagi saja.
Hidupmu, milikmu, pilihanmu.

Jumat, 31 Januari 2020

Selamat menempuh hidup baru

Hai.. lama sudah tidak  berbagi kisah. Bukan tidak ada, tapi semua huruf rasanya cuma jadi pengelana di dalam pikiran saja. Sulit tertumpah.
Apa daya, kenyataannya memang butuh sepotong patahan cinta untuk menuliskan sebuah cerita.

Baiklah, aku akan memulainya dengan tulisan pendek saja.

Masih ingat saat tsunami cinta melanda otakmu? Yang terpikir hanya dia dan dia. Ingin terus bersamanya, sampai tua. Tidak ada yang bisa memisahkan kita...
Dan beberapa penikmat cinta, berhasil mewujudkannya dalam satu ikatan. Melegalkan cinta, indahnya luar biasa.
Hari dan tahun berlalu...
Riak kehidupan berubah menjadi jeram. Kadang antar jeram jaraknya berdekatan, kadang berjauhan. Mengayuh dan terus mengayuh.
Sampai tiba di mana jeram demi jeram tak henti mendera, dan dayung sepertinya tak lagi berguna.
Lelah...
Perlahan tapi pasti kesadaran itupun tiba. Keyakinan itu datang, bulat utuh. Sudah saatnya. Kisah kita cukup sampai di sini saja.

Ada yang limitnya perselingkuhan, ada yang limitnya kdrt atau masalah lain yang serba rumit.
Bukan tak jarang limit itu dipandang remeh dan dianggap mestinya bisa dilalui dengan mudah. Kadang terlupa, bahwa setiap manusia punya gelas takarnya sendiri.
Sehingga misalnya bagi beberapa orang, kalau "cuma" verbal abuse  "mestinya" tidak apa-apa.
Padahal itu bentuk lain kdrt, yang juga menghancurkan diri perlahan tapi pasti. Atau bisa jadi sebenarnya ada hal lain yang tidak diceritakan dengan gamblang, selain cuma bisa ditelan sendiri getirnya.

Atau...

Sudahlah.. sabar aja, apa lagi yang kurang? Anak ada, penghasilan ada, kalian sehat sehat saja, usia juga tidak lagi muda, toh hidup tidak ada yang sempurna. Bertahanlah.

Ya memang tidak penting juga untuk dijelaskan satu persatu dan tidak perlu orang lain tahu setiap detail permasalahan yang ada. Biarkan saja mereka berpendapat.

Kadang ada keraguan, kuatkah menjalani semua prosesnya?
Mungkin kuat, mungkin juga tidak, tapi setidaknya sudah berjuang, bukan pasrah menerima hidup begitu saja.

Setapak demi setapak maju, bukan lagi langkah, tapi hanya mampu merayap, ditemani  rasa lain yang susah digambarkan, seperti pejuang yang sedang berusaha meraih kemerdekaan,  walau tidak jelas apa yang ada di depan, membayangkan akan menemukan cahaya di ujung jalan membuat perut terasa hangat.
Selalu ada harapan...

Salut pada kalian, perempuan-perempuan yang berani  menempuh jalan ini.
Dan sekarang tengah memetik bahagia dalam bentuk yang berbeda-beda.
Ada yang sedang menikmati hidup baru dengan kekasih tercinta, ada yang memandangi bayi mungil dalam pelukan, ada juga yang menatap sisa persediaan beras dan telur yang masih bisa dimakan esok, atau tengah menghitung kumpulan koin dalam toples sebagai "penyelamat" hidup. Semua sama indahnya jika dilakukan dengan jiwa yang merdeka.

Terima kasih buat kalian, yang sudah menjadi inspirasiku untuk menulis lagi.

Sabtu, 06 Mei 2017

Cintai buah pikirku, bukan buah dadaku



Hari ini 134 tahun yang lalu, Kartini lahir membawa pemikirannya yang nyeleneh dan tidak lazim pada zamannya. Pemberontakannya pada adat istiadat dan keinginannya untuk merdeka, sudah berusaha ia utarakan sejak dulu.
Dan jika hari ini, kita yang lahir di tengah kebebasan berpikir, bekerja dan berkarya, tapi masih berkutat dengan masalah yang dinamai sebagai 'kodrat' wanita, serta masih takluk di bawah penjajahan pria, Kartini pasti menangis jika mengetahuinya.

Karena yang membedakan pria dan wanita hanya dua hal saja, kita diberi kemuliaan untuk mengandung dan menyusui, sementara pria tidak. Itu adalah kelebihan dan kekuatan, bukan kelemahan. Karena itulah, tidak ada yang bisa membatasi kita untuk mengembangkan diri seindah-indahnya.
Pergilah jelajahi isi dunia, penuhi otak dengan semua hal yg menjadi ketertarikan kita, hauslah akan ilmu, tumbuhlah menjadi pribadi  mandiri, yang hangat dan penuh cinta.

Omong kosong perempuan harus menikah muda agar tidak jadi perawan tua, atau menikah hanya supaya tidak berzinah.
Menikahlah jika memang itu maumu, keputusan yang kau pilih dengan sesadar-sadarnya tanpa paksaan atas nama keluarga, norma atau dogma.

Jangan pula malu dengan tubuhmu, keinginan atau hasratmu. Walau bukan berarti juga mengobralnya seperti  tidak punya harga. Hargai dirimu sendiri itu jadi yang utama.

Bercintalah jika memang kita menginginkannya, bukan karena  kewajiban semata. Pun jangan sampai kau lakukan hanya karena terpaksa, karena itu sama dengan diperkosa.
Jangan sembarang membuka kaki untuk lelaki, cerdaslah dan ketahui semua konsekwensi serta resikonya, sehingga tak ada penyesalan di kemudian hari atas kebodohanmu sendiri. Karena itu adalah sakit yang sesakit sakitnya.

Bertindak setara itu dimulai sejak dalam pikiran. Perempuan dan laki-laki punya hak dan kewajiban yang sama.
Jangan pernah takut suarakan isi hati dan keluarkan isi kepala. Jangan cuma berkutat menjaga isi beha agar selalu sedap dipandang pria. 
Karena eloknya tubuh memang menggoda, tapi isi otak segala rupa ada.
Sementara isi celana hanya itu itu saja.
(Mengutip mbuh kata siapa)

Selamat hari Kartini, untuk kalian wanita merdeka.

*diposting pertama, 21 April 2017


Footprints

You don't meet people by accident
There's always a reason
A lesson or a blessing

Some people come into your life to test you,
some to use you,
some to teach you,
and some to bring out the best in you.

People are who they are
You can't force someone to be
who you want them to be

Just accept that some will come
and quickly go
but some will stay forever

They will all leave footprints on your heart
And you will never ever be the same again

(Law of Attraction)

Rabu, 26 April 2017

Ini aku, yang sekarang...

Aku pernah jadi orang baik, tapi itu duluuu...
Aku dikenal sebagai anak yg baik, penurut, rajin, pintar, suka membantu, rela berkorban dan lain lain. Bukan sombong, tapi memang begitulah aku.
Sampai akhirnya aku dewasa. Dan mengenal apa yang namanya cinta. Ketika cinta sudah kupersembahkan, aku memberi hatiku utuh. Ini kebodohanku yang pertama.
Ketika kekasih mengkhianati dengan berjuta alibi, aku tetap menunjukkan kebaikanku. Aku berusaha mendengar kisahnya, mencoba mengerti perasaannya, mencoba  menenangkan pikirannya, menjadi bahu tempatnya bersandar. Ini kebodohanku yang kedua.
Karena kebodohanku itu, aku jadi mengingkari diriku sendiri. Aku mengingkari bahwa hatiku sebenarnya terluka ketika tahu pengkhianatannya. Tapi karena aku tidak ingin kehilangan dia, aku berharap kebaikanku menyadarkannya dan berusaha membuatnya kembali hanya untukku.
Tapi ternyata, jauh panggang dari api. Harapan tinggal harapan. Tubuhnya memang kembali padaku tapi hatinya tidak.
Akupun patah.

Sekarang tidak ada lagi aku dan kebodohanku yang dulu. Aku jadi sangat berhati-hati dalam mencinta. Aku ingin jadi satu-satunya di hatinya. Jika masih ada seseorang di masa lalu, selesaikan dulu urusanmu. Jika ada orang di masa depan, itu berarti waktunya untukku pergi. Tak ingin aku jadi orang baik dan penuh pengertian, tapi lupa untuk berbahagia.

Yang perlu kujaga hanya hatiku. Jika bukan aku yang menjaganya, siapa lagi?
Aku tahu galau yg sedang meliputi pikiranmu, sesungguhnya aku sangat mengerti itu, tapi aku juga ingin dimengerti, bahwa aku masih punya hati yang bisa terluka bukan karena sensi.

Dulu aku suka mengorbankan hatiku, aku pernah jadi orang baik, tapi aku lupa untuk berbahagia...
Sekarang aku tidak akan pernah lupa lagi.

Kalian mungkin punya bentuk kebahagiaan yg berbeda denganku, apapun itu hanya satu pesanku, jangan lupa untuk berbahagia...

.....ternyata pacaran tak membuat kamu bahagia, jadi lebih baik.... ke pantai aja.....

Minggu, 23 April 2017

Mandi


Sebenarnya ini pertanyaan mudah.
Kamu sudah mandi?
Tapi, bahkan untukku si mahluk terajin mandi (di mata teman-temanku), tetap saja kadang terjebak dan tidak bisa menjawab dengan ; sudah dong...
Aku sudah jelaskan, aku ini suka malas napas, tapi tidak pernah malas mandi. Hanya jam mandiku tidak teratur seperti dia. Hmm, sebenarnya yang tidak teratur bukan hanya jadwal mandi, tapi juga jadwal tidur, jadwal makan bahkan jadwal minum obat!!
Ternyata hidupku cukup berantakan.
Mengenal dia, yang hidupnya teratur seperti tentara rasanya aku jadi bukan siapa-siapa.
Baru sekali ini juga, aku mengenal lelaki yang hobinya mengingatkan mandi. Biasanya kan laki-laki yang suka malas mandi... ups..
Dia memang tidak seperti lelaki lain yang gemar bertanya apakah wanitanya sudah makan, atau pura-pura marah kalau wanitanya diet (nanti kamu sakit, aku tidak mau kamu sakit, dan kalimat gombal lainnya) padahal tidak mau juga kalau wanitanya gendut.
Bagi dia kenapa harus takut menggendut, menua, beruban atau keriput? Bukankah itu cara alam menyeleksi kehidupan?
Yah, aku suka kalau dia sedang mengeluarkan isi otaknya, bicara tentang kehidupan. Tapi dia tetap laki-laki yang suka konyol dan membuatku kesal. Bahkan aku bisa sampai menangis kalau sudah dibuatnya kesal. Kalau sudah demikian, dia akan menghiburku dengan cerita-cerita lucu. Kalian tahu kan, susahnya menangis sambil tertawa.
Saat airmata masih mengalir, hidung beringus dan napas tersengal karena sedu, disaat yang sama ingin tertawa. Dua proses yang bertolak belakang pada suatu waktu. Pasti jelek sekali wajahku saat itu. Pffft....
Entah sampai kapan aku bisa menikmati moment sederhana ini. Mungkin sampai aku tidak bisa lagi mandi sendiri. Saat tubuh terbujur kaku, dingin dan tidak protes lagi jika disentuh.
Mungkin juga sampai dia tak lagi bisa bertanya,
Kamu sudah mandi?

Selasa, 18 April 2017

Sepi.....

 
 
Ibu, semalam cinta datang...
Tapi hanya airmata yang dia beri padaku.
Lalu dia pergi.
 
Anakku, janganlah menangis lagi.
Bukan cinta namanya jika dia tidak ingin bersamamu, tidak berusaha mempertahankanmu apalagi memperjuangkanmu.
Atau ketika harga dirinya jauh lebih bernilai daripada kehadiranmu,
Dan keras hatinya tak bisa luluh oleh dukamu.
 
Lalu seperti apa wajah cinta itu ibu?
Dia tak berwajah, tak selalu terlihat mata.
Namun kamu bisa merasakannya melingkupi seluruh hatimu, mengisi hari-harimu.
Dan tanpa sadar, perlahan cinta mengubahmu menjadi pribadi yang lebih indah.
 
Ibu, mengapa tanpa dia sepi bisa seperih ini?
Anakku, jangan kau tunggu dia yang tak ingin kembali.
Ibu.. aku tak ingin mengenal cinta lagi.
Anakku...
Kamu tidak bisa memanggil cinta, saat kamu ingin dia datang.
Kamu juga tidak bisa mengusirnya, saat kamu ingin dia pergi.
 
Lalu aku harus bagaimana bu?
Cinta ini seperti sembilu yang mengiris hatiku.
Jika begitu, maka biarkan lukanya mendewasakanmu.
 
Ibu, sudah kuserahkan padanya seluruh rinduku 
Tapi dia pergi membawa juga hatiku
Kini yang tersisa hanya debu....
 
Dan aku hanya bisa tersedu dalam pelukan ibu.
 
 

Minggu, 16 April 2017

How Does A Moment Last Forever



Ini ceritaku.
Aku suka menulis, apa saja yang ada dalam pikiranku akan kutuangkan dalam bentuk tulisan. Entah menulis di atas secarik kertas kumal, di layar handphone atau menulis di blog seperti yang sedang kalian baca saat ini.
Menulis ya menulis saja, mungkin ada yang baca, mungkin tidak. Mungkin ada yang suka, bisa juga tidak. Tak mengapa, semua itu tidak jadi masalah untukku.

Kadang aku mendapat email dari pembacaku. Ada yang serius mengajak berkenalan, ada yang mungkin hanya ingin tahu apakah aku sungguh-sungguh ada. Tapi aku tahu, lebih banyak yang menikmati tulisanku dalam diam.

Suatu hari, kuterima sebuah email dari seseorang yang mengaku suka membaca blogku. Dengan santun tentu saja kubalas. Perkenalan berlanjut dari email satu ke email berikutnya, balas berbalas. Kadang pagi, kadang siang, sore atau bahkan tengah malam.
Dan episode email cepat berganti menjadi perbincangan ringan di whatsapp. Membuatku jari-jariku jadi lebih rajin bergerak lagi.

Apa saja bisa kami perbincangkan, mulai dari sinyal yang kadang tidak bersahabat, hewan peliharaan, masalah pekerjaan, bertukar tawa dan canda, atau bahkan membahas hal-hal yang tidak penting.
Senang rasanya jika ada seseorang yang mengisi hari-harimu. Seperti itulah yang kami rasakan saat ini. Kata sayang tentu saja terucap. Tak ingin kehilangan, dan berharap satu saat akan ada perjumpaan... ups... nanti dulu..

Perjumpaan katamu?
Itukah keinginanmu?
Maafkan aku. Aku bukan Cinderella yang berani menunjukkan keaslian diriku pada pangerannya. Aku terlalu pengecut untuk itu. Dan jika kamu tidak dapat menerimanya, tak mengapa. Kita manusia bebas bukan?

Jadi untuk saat ini, mari kita nikmati semua yang masih bisa kita rasakan. Jika kelak masa indah ini harus berlalu, aku yakin kita akan baik-baik saja. Tak ada yang tinggal tetap, namun ingatlah bahwa kamu akan selalu ada di hatiku.

Sabtu, 15 April 2017

Lelaki ilham dari surga


 

Pernahkah kalian merasa ingin berteriak, tetapi norma, etika, kesopanan dan adat istiadat melarangnya?
Dulu aku seperti kalian. Mau teriak saja susah. Mau berdialog dengan diri sendiri juga susah. Tapi sekarang tidak lagi. Aku bebas saja mau teriak, ngoceh sendiri, melompat-lompat sesuka hati, mau mandi atau tidak, juga tidak perlu kuatir dengan penampilan.

Tapi herannya ketika sekarang aku meraih semua kebebasan itu, orang-orang mengatakan aku gila. Padahal bagiku, ini adalah saat di mana aku benar benar bisa menjadi manusia merdeka yang bebas untuk melakukan apapun sesuka hati. Kadang aku bermonolog sendiri, atau memaki maki, aku bahkan bisa tidak mandi berhari-hari dan bajuku tidak perlu dicuci.

Yang membuatku sedih, hanya karena ibu sering menangis melihat ulahku. Di dunia ini kami hanya berdua, aku dan ibu. Seperti kaki ayam... kami tak bisa melangkah jika hanya sendiri. Dengan cintanya, ibu selalu berusaha untuk tetap menjagaku, mengingatkanku dan mencariku jika aku tidak pulang berhari hari. Tapi sekarang ibu sudah tidak ada, separuh jiwaku mati, ingin rasanya menyusul ibu pergi. 

Suatu hari, beberapa petugas menangkapku dan membawaku ke sebuah tempat yang isinya penuh dengan orang-orang merdeka (walau mereka berkata ini rumah sakit jiwa). Ada beberapa petugas yang memperlakukan kami dengan baik, ada juga yang tidak. Kalian bisa bayangkan betapa aku terkekang dan tidak merdeka lagi di sini. Aku tidak bisa lagi bertindak sesuka hati, mereka bisa menghukumku bahkan kadang memukulku atau memberiku obat untuk mendatangkan kantuk yang tidak mau pergi. Aku juga selalu disuruh mandi setidaknya sekali sehari. Tidak ada lagi beda jenis kelamin di sini, laki laki dan perempuan ditelanjangi bersama untuk mandi.

Akhirnya, aku berhasil pergi dan kembali bebas. Aku tahu, orang-orang suka melihatku dengan pandangan jijik atau kasihan, tapi itu tidak melukai hatiku. Aku tidak lagi punya banyak rasa. Namun ada juga yang masih bisa membuatku marah, yaitu ketika saat malam tiba dan aku ingin terlelap, lelaki jahat kadang datang menggerayangi dan ingin menyetubuhiku. Selama ini aku masih bisa lari. Tidak ingin aku seperti si gila Ani, yang bunting karena digagahi lelaki.  

Kadang aku juga pernah sedih, yaitu saat kurindu ibu. Karena hanya dia yang bisa memandangku dengan penuh kasih

Sampai tiba suatu hari, beberapa orang menangkapku lagi. Kali ini mereka tidak membawaku ke rumah merdeka, tapi mereka menaikkan aku ke atas sebuah truk, bersama dengan orang-orang merdeka yang lain. Perjalanan jauh kutempuh, entah berapa lama dan ke mana arah hendak dituju. Senja berlalu, malampun tiba. Di tengah perjalanan, beberapa di antara kami diturunkan satu persatu, namun giliranku masih harus menunggu

Akhirya kami tiba di kegelapan yang nyaris sempurna. Truk sudah lama mematikan lampunya, mesin tak lagi berbunyi, hanya ada suara kodok yang sibuk bernyanyi. Dan kami yang tersisa, berdua puluh banyaknya, dilemparkan seperti sampah, kami terjatuh di tanah berlumpur, tapi kami tidak mati. 
Setelah truk pergi, kami mulai merayap, berusaha keluar dari lumpur yang menjerat kaki, tapi rasanya sulit sekali. Beberapa orang hanya bisa mengoceh, bahkan ada yang malah mandi. Melihat tingkah mereka membuatku jadi tertawa sendiri.  

Tiba-tiba sepasang tangan memegangku dan membantuku keluar dari lumpur yang dinginnya nyaris membuat beku
Dia menuntunku, membersihkan aku dan memberiku baju. Dia menawari aku makan. Tapi aku hanya bisa diam dan termangu. Tak ada yang pernah memperlakukan aku seperti ini kecuali ibu.
Lelaki itu memandangku dalam-dalam dan perlahan mulai menyuapiku. Dengan sabar menungguku mengunyah. 
Ingin aku berterimakasih, tapi lebih ingin aku bertanya, tidakkah kamu jijik padaku? 
Mengapa kamu memandangku seperti ibu? 
Hanya kasih yang kutemukan di matanya. Mata lelaki yang mau mengulurkan tangannya untukku. 
Airmataku menetes jatuh...  
Jika dia adalah tuhan yang sedang menyaru, biarlah hatiku luruh. 
Dan jika tuhan tak pernah ada, bagiku dialah lelaki ilham dari surga.


Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan.
Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.  

(Selamat Paskah, kamu)