Hari mulai senja ketika dia datang menghampiriku..
Dengan mata sembab karena habis menangis, aku menemuinya. Senyumnya kali ini, tak lagi mampu menenangkan galau di hatiku.
Kenapa
tanyanya, mungkin dia heran melihat rambutku yang awig awig, mata yang
merah dan sembab, dengan hidung bulat yang tak berhenti berair…
Uuhh.. seperti baru sekali ini saja dia melihat aku menangis..
Lalu seperti tsunami, ceritaku tumpah dan mengalir begitu saja, cerita tentang kamu…
Awalnya aku tidak menyadari kalau kamu ada…
Padahal
sudah bertahun tahun kamu hadir di sekitarku. Selalu siaga tiap ku
membutuhkanmu. Jarak kita hanya di ujung handphone. Rumahmu di sana,
rumahku di sini, masih satu kota, tapi di kotaku, jarak tidak dilihat
dengan satuan kilometer, melainkan dengan satuan waktu… Jarak yang
begitu dekat bisa ditempuh dengan waktu berjam jam jika jalan raya sudah
ber”anak” begitu banyak.. Apalagi jarak rumah kita memang berjauhan..
Tapi itu tidak jadi halangan bagimu untuk datang ke rumahku.. Hanya aku
yang terkadang tidak tega bila membayangkannya…
Herannya, aku tetap tidak menyadari kalau kamu ada…
Kamu
suka membantuku bekerja. Kamu suka menemaniku berkelana mencari calon
“anak” kita (bagaimana kalau “anak” kita nanti minta adik?). Kamu suka
menemaniku melihat kemilau lampu kota di malam hari. Kamu suka
menyediakan telingamu untuk mendengar ceritaku, amarahku, tangisku,
tawaku…
Herannya,aku tetap tidak menyadari kalau kamu ada…
Selera music kita sama. Selera buku kita juga sama. Dan kita sama sama suka menikmati keindahan semesta…
Herannya, aku tetap tidak menyadari kalau kamu ada.. maafkan aku ya..
Itu mungkin karena kita tidak berhubungan setiap saat, tidak bertemu tiap saat… Kita punya dunia masing masing..
Sampai
ketika suatu saat kebersamaan kita lebih lama dari biasanya, kedekatan
kita mulai membuatku menyadari bahwa kamu ada… namun, hanya sesaat,
setelah itu, tiba tiba kamu menghilang, seperti asap tertiup angin…
Ku
tanya pada hujan dan matahari, apa salahku? Hujan diam, menyuruh angin
menjawab dengan derunya, matahari berpaling, menutup dirinya dengan
selimut mendung. Tak ada yang memberi jawab…
Kuteriakan namamu pada laut..tapi ombak menyapu semua suaraku...
Lalu semua menjadi sepiii..
Dan aku tau.. kamu sudah benar benar pergi… dari hatiku..
Tangisku
tak tebendung lagi..sakitnya mengatakan hal itu.. belum sempat
kunikmati indah hadirmu.. Kalau saja aku bisa mengulang sang waktu, akan
ku nikmati setiap detik bersama denganmu...
Tangisku mereda, hidung jambuku mampet dan membuatku sulit bernafas..apalagi berkata kata..
Tapi dia tersenyum dan perlahan berkata…
-
Dasar gadis bodoh…dia jatuh cinta padamu… tapi dia tahu, takkan bisa
memilikimu.. hatinya terluka, karena itu dia pergi... beri dia sedikit
ruang dan waktu, berdekatan denganmu, hanya akan meneggelamkan dirinya
pada luka yang yang lebih dalam
Aku
terkejut..seperti kepingan puzzle berantakan, perlahan semua mulai
tersusun menjadi suatu gambar.. namun dari bibirku meluncur kata..
Tapiii….
-
Tidak ada tetapi…itu yang terjadi titik.. berhentilah menyalahkan
dirimu sendiri..jangan menangis lagi, jangan menerka nerka sebuah
jawab.. apalagi jika jawab yang kau terka, hanya akan menyakiti hatimu
saja…
Katakan, mengapa dia bisa jatuh cinta padaku?
- Itu karena kamu begitu mudah untuk dicintai… tidakkah kamu menyadarinya??
Kalau begitu, berjanjilah padaku, jangan jatuh cinta padaku yaa…aku hanya ingin hadirmu..
- Terlambat gadisku, aku sudah jatuh cinta padamu sejak duluuu….
Perlahan kudengar sebait lagu lawas mengalun membawa pergi bayangamu…
Cukup bagiku hadirmu
Membawa cinta selalu
Lewat warna sikap kasihku
Kau ungkap tlah terjawab.........