Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Jumat, 31 Januari 2020

Selamat menempuh hidup baru

Hai.. lama sudah tidak  berbagi kisah. Bukan tidak ada, tapi semua huruf rasanya cuma jadi pengelana di dalam pikiran saja. Sulit tertumpah.
Apa daya, kenyataannya memang butuh sepotong patahan cinta untuk menuliskan sebuah cerita.

Baiklah, aku akan memulainya dengan tulisan pendek saja.

Masih ingat saat tsunami cinta melanda otakmu? Yang terpikir hanya dia dan dia. Ingin terus bersamanya, sampai tua. Tidak ada yang bisa memisahkan kita...
Dan beberapa penikmat cinta, berhasil mewujudkannya dalam satu ikatan. Melegalkan cinta, indahnya luar biasa.
Hari dan tahun berlalu...
Riak kehidupan berubah menjadi jeram. Kadang antar jeram jaraknya berdekatan, kadang berjauhan. Mengayuh dan terus mengayuh.
Sampai tiba di mana jeram demi jeram tak henti mendera, dan dayung sepertinya tak lagi berguna.
Lelah...
Perlahan tapi pasti kesadaran itupun tiba. Keyakinan itu datang, bulat utuh. Sudah saatnya. Kisah kita cukup sampai di sini saja.

Ada yang limitnya perselingkuhan, ada yang limitnya kdrt atau masalah lain yang serba rumit.
Bukan tak jarang limit itu dipandang remeh dan dianggap mestinya bisa dilalui dengan mudah. Kadang terlupa, bahwa setiap manusia punya gelas takarnya sendiri.
Sehingga misalnya bagi beberapa orang, kalau "cuma" verbal abuse  "mestinya" tidak apa-apa.
Padahal itu bentuk lain kdrt, yang juga menghancurkan diri perlahan tapi pasti. Atau bisa jadi sebenarnya ada hal lain yang tidak diceritakan dengan gamblang, selain cuma bisa ditelan sendiri getirnya.

Atau...

Sudahlah.. sabar aja, apa lagi yang kurang? Anak ada, penghasilan ada, kalian sehat sehat saja, usia juga tidak lagi muda, toh hidup tidak ada yang sempurna. Bertahanlah.

Ya memang tidak penting juga untuk dijelaskan satu persatu dan tidak perlu orang lain tahu setiap detail permasalahan yang ada. Biarkan saja mereka berpendapat.

Kadang ada keraguan, kuatkah menjalani semua prosesnya?
Mungkin kuat, mungkin juga tidak, tapi setidaknya sudah berjuang, bukan pasrah menerima hidup begitu saja.

Setapak demi setapak maju, bukan lagi langkah, tapi hanya mampu merayap, ditemani  rasa lain yang susah digambarkan, seperti pejuang yang sedang berusaha meraih kemerdekaan,  walau tidak jelas apa yang ada di depan, membayangkan akan menemukan cahaya di ujung jalan membuat perut terasa hangat.
Selalu ada harapan...

Salut pada kalian, perempuan-perempuan yang berani  menempuh jalan ini.
Dan sekarang tengah memetik bahagia dalam bentuk yang berbeda-beda.
Ada yang sedang menikmati hidup baru dengan kekasih tercinta, ada yang memandangi bayi mungil dalam pelukan, ada juga yang menatap sisa persediaan beras dan telur yang masih bisa dimakan esok, atau tengah menghitung kumpulan koin dalam toples sebagai "penyelamat" hidup. Semua sama indahnya jika dilakukan dengan jiwa yang merdeka.

Terima kasih buat kalian, yang sudah menjadi inspirasiku untuk menulis lagi.