Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Sabtu, 15 April 2017

Lelaki ilham dari surga


 

Pernahkah kalian merasa ingin berteriak, tetapi norma, etika, kesopanan dan adat istiadat melarangnya?
Dulu aku seperti kalian. Mau teriak saja susah. Mau berdialog dengan diri sendiri juga susah. Tapi sekarang tidak lagi. Aku bebas saja mau teriak, ngoceh sendiri, melompat-lompat sesuka hati, mau mandi atau tidak, juga tidak perlu kuatir dengan penampilan.

Tapi herannya ketika sekarang aku meraih semua kebebasan itu, orang-orang mengatakan aku gila. Padahal bagiku, ini adalah saat di mana aku benar benar bisa menjadi manusia merdeka yang bebas untuk melakukan apapun sesuka hati. Kadang aku bermonolog sendiri, atau memaki maki, aku bahkan bisa tidak mandi berhari-hari dan bajuku tidak perlu dicuci.

Yang membuatku sedih, hanya karena ibu sering menangis melihat ulahku. Di dunia ini kami hanya berdua, aku dan ibu. Seperti kaki ayam... kami tak bisa melangkah jika hanya sendiri. Dengan cintanya, ibu selalu berusaha untuk tetap menjagaku, mengingatkanku dan mencariku jika aku tidak pulang berhari hari. Tapi sekarang ibu sudah tidak ada, separuh jiwaku mati, ingin rasanya menyusul ibu pergi. 

Suatu hari, beberapa petugas menangkapku dan membawaku ke sebuah tempat yang isinya penuh dengan orang-orang merdeka (walau mereka berkata ini rumah sakit jiwa). Ada beberapa petugas yang memperlakukan kami dengan baik, ada juga yang tidak. Kalian bisa bayangkan betapa aku terkekang dan tidak merdeka lagi di sini. Aku tidak bisa lagi bertindak sesuka hati, mereka bisa menghukumku bahkan kadang memukulku atau memberiku obat untuk mendatangkan kantuk yang tidak mau pergi. Aku juga selalu disuruh mandi setidaknya sekali sehari. Tidak ada lagi beda jenis kelamin di sini, laki laki dan perempuan ditelanjangi bersama untuk mandi.

Akhirnya, aku berhasil pergi dan kembali bebas. Aku tahu, orang-orang suka melihatku dengan pandangan jijik atau kasihan, tapi itu tidak melukai hatiku. Aku tidak lagi punya banyak rasa. Namun ada juga yang masih bisa membuatku marah, yaitu ketika saat malam tiba dan aku ingin terlelap, lelaki jahat kadang datang menggerayangi dan ingin menyetubuhiku. Selama ini aku masih bisa lari. Tidak ingin aku seperti si gila Ani, yang bunting karena digagahi lelaki.  

Kadang aku juga pernah sedih, yaitu saat kurindu ibu. Karena hanya dia yang bisa memandangku dengan penuh kasih

Sampai tiba suatu hari, beberapa orang menangkapku lagi. Kali ini mereka tidak membawaku ke rumah merdeka, tapi mereka menaikkan aku ke atas sebuah truk, bersama dengan orang-orang merdeka yang lain. Perjalanan jauh kutempuh, entah berapa lama dan ke mana arah hendak dituju. Senja berlalu, malampun tiba. Di tengah perjalanan, beberapa di antara kami diturunkan satu persatu, namun giliranku masih harus menunggu

Akhirya kami tiba di kegelapan yang nyaris sempurna. Truk sudah lama mematikan lampunya, mesin tak lagi berbunyi, hanya ada suara kodok yang sibuk bernyanyi. Dan kami yang tersisa, berdua puluh banyaknya, dilemparkan seperti sampah, kami terjatuh di tanah berlumpur, tapi kami tidak mati. 
Setelah truk pergi, kami mulai merayap, berusaha keluar dari lumpur yang menjerat kaki, tapi rasanya sulit sekali. Beberapa orang hanya bisa mengoceh, bahkan ada yang malah mandi. Melihat tingkah mereka membuatku jadi tertawa sendiri.  

Tiba-tiba sepasang tangan memegangku dan membantuku keluar dari lumpur yang dinginnya nyaris membuat beku
Dia menuntunku, membersihkan aku dan memberiku baju. Dia menawari aku makan. Tapi aku hanya bisa diam dan termangu. Tak ada yang pernah memperlakukan aku seperti ini kecuali ibu.
Lelaki itu memandangku dalam-dalam dan perlahan mulai menyuapiku. Dengan sabar menungguku mengunyah. 
Ingin aku berterimakasih, tapi lebih ingin aku bertanya, tidakkah kamu jijik padaku? 
Mengapa kamu memandangku seperti ibu? 
Hanya kasih yang kutemukan di matanya. Mata lelaki yang mau mengulurkan tangannya untukku. 
Airmataku menetes jatuh...  
Jika dia adalah tuhan yang sedang menyaru, biarlah hatiku luruh. 
Dan jika tuhan tak pernah ada, bagiku dialah lelaki ilham dari surga.


Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan.
Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.  

(Selamat Paskah, kamu)