Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Selasa, 04 Agustus 2015

Mas...

Aku ingat perkenalanku dengannya sewindu yang lalu. Awalnya aku hanya penggemar coretan tangannya, yang biasa kulihat di sebuah koran terbitan ibukota. Dan secara tidak sengaja, aku berhasil kontak dengan dia.

Dia lucu dan pasrah jika dicela atau digoda.
Beberapa kali dia minta fotoku, aku memang pelit untuk urusan yang satu itu. Mungkin karena sadar, aku bukan tipe wanita cantik yang mampu membuat lelaki memutar kepala atau melirik sampai matanya keluar.
Di sisi lain aku memang senang menjadi sosok yang misterius (mungkin ini efek terlalu banyak nonton film detektif). Setelah berkali kali aku tolak, dengan kelihaian ngeles yang lebih jago dari bajaj, akhirnya satu saat aku terpojok juga.

Ketika dia meminta fotoku lagi, aku jawab, aku minta foto mas dulu. Baru nanti aku kasih fotoku.
Padahal asli, aku tidak berminat untuk tahu sosoknya, karena aku tidak ingin bayanganku tentang dia berubah, setelah aku tahu sosok aslinya.
Dengan santai dia berkata, loh jadi selama ini kamu belum tahu aku seperti apa ya? Hahahaha.. coba gugling aja..
Hmm..nama lengkapmu mas?
Hahahahahaha...jadi kamu juga tidak tahu nama lengkapku? Yuu kita kenalan lagi..
Yayaya, aku memang malas kepo. Malas cari tahu. Tapi akhirnya aku gugling juga.
Dan... kagetlah aku setelah tau siapa dia. Karyanya yang mendunia, penghargaan ini itu, bahkan pernah masuk guiness book of record!!
Lelaki 'sederhana' yang suka makan bakwan sambil klepus2 cabe rawit, lelaki dengan hape jadul yang suka 'ketlingsut', lelaki sensitif, romantis, rapuh, tapi luas cara pandangnya tentang dunia.
Aku shock. Aku tidak siap dengan kenyataan itu. Dan aku menghilang darinya.

Berkali kali dia menghubungiku, permintaan maaf membanjiri pesan2nya, tidak satupun kujawab dan kubalas.
Dalam hati aku berkata, tidak perlu minta maaf mas, semua bukan salahmu.

Dan akhirnya diapun berhenti mengirim pesan.

Hari berganti, tahun berlalu. Entah angin apa yg membawanya kembali mengirim pesan padaku.
Entah kemana juga "urat malu"ku, sehingga aku membalas kembali pesan-pesannya.
Kami tak pernah lagi membicarakan masa lalu, tak pernah membahas soal foto yang menjadi pangkal masalah dulu, aku jadi lebih santun, tak pernah lagi meledek dia.
Sebenarnya dia ingin protes, karena dia rindu ledekan-ledekanku, rindu sikapku yang santai dan tidak jaim (jaga image) tapi kalau protes, dia kuatir aku menghilang lagi. Jadi terserah aku maunya apa, dia ikut saja. Yang penting kamu ada. Begitu katanya.

Tahukah kalian apa sebenarnya yang membuatku malu?
Aku pernah mengirimi dia pesan singkat "mama minta pulsa". Dan dia benar-benar mengirimi aku pulsa. Hahahaha.

Ya, dia salah seorang temanku yang unik, dan aku memanggilnya mas Ji....