Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Sabtu, 23 Februari 2013

coretan kecil hari ini



Hujan yang aneh...
Sepertinya langit sedang anyang anyangan.
Sini kuikat ibu jarimu dengan karet.
Puk puk... Cepat sembuh ya


Sedari malam, hujan turun dengan aneh, tiba tiba deras, namun hanya beberapa saat, lalu berhenti tiba tiba. Lalu hujan lagi, deras, hanya beberapa saat, lalu berhenti tiba tiba. Berulang hingga dini hari. 
Mungkin seperti terkena infeksi saluran kemih yang membuat buang air kecil jadi tidak lancar, atau seperti terkena prostat yang membuat buang air kecil tidak pernah tuntas, atau seperti pasien jantung yang sedang menggunakan lasik untuk menguras habis air seni karena sang jantung sudah tak kuat lagi memompa. 
Istilah awam untuk buang air kecil yang tidak tuntas adalah anyang anyangan, pengobatan tradisionalnya adalah dengan mengikat ibu jari kaki dengan jerami, atau dengan karet jika jerami tak ada. Percaya tak percaya, itu obat paling murah yang terjangkau oleh rakyat kecil. 

Seorang teman menanggapi sebait kalimat tadi,
Widiih han, beneran lho..sembuh tuh. 
Hujannya sudah benar benar berhenti. 
Aku baru tahu kalo langit punya jempol dan bisa dikaretin... 
Hahaha...

*****
 
Pada kursi kayu yang pernah menyandingkan kita dulu,
Kuingin bertanya, apakah masih pantas kami mengenakan rok biru,
Dan duduk di atasmu...
Kursi kayu menjawab malu,
Wuwuwuwuwu..
 
Sewaktu masih di sekolah menengah dulu, aku punya teman sebangku. Gadis manis yang kerap pingsan ketika disuruh berlari. Dia pandai, suka bercerita dan suka tertawa. 
Entah angin apa yang tiba tiba membuatnya menyapaku, angin rindu mungkin.
Dia bertanya, ingatkah waktu meja kami dilempar penghapus oleh guru?
Hahaha, sayangnya aku tidak ingat sama sekali. 
Separah itukah kenakalan kami dulu, sampai pernah dilempar oleh guru?
 
Dia melanjutkan lagi, ingatkah dengan si A, yang duduknya di depan kita dulu? Yang sering kita goda. 
Kemarin dia ketemu dengannya di sebuah pesta pernikahan. 
Dan si A pura pura tidak mengenalnya. 
Hahaha, mungkin sakit hati ya karena sering kita goda dulu. 
 
Trus.. trus.. ingat tidak dengan si B, ternyata dia dulu penggemarku!! Dasar dodol, si B cerita ke istrinya kalau dia pernah menyukaiku dulu, dan istrinya langsung ngamuk ngamuk karena nama belakang putrinya sama dengan namaku.
Hahahaha..
 
Haan..haann..ketemu yuu, aku kangen ni. Kamu pasti tidak mengenaliku kalau kita bertemu. Tahu tidak, aku tuh sekarang sudah seperti karung besarnya..hahahaha...
 
Apa iya? Ah karung gula mungkin. 
Karena kamu sudah membawakan aku banyak kenangan manis semasa sekolah dulu.
Trimakasih ya teman..

*****
 
Kelomang jalan jalan sendirian,
Pulang neng, udah maghrib....
Lha, pulang ke mana?
kan rumahnya di bawa bawa
 
Sudah menjadi kebiasaan penduduk di daerahku, jika senandung adzan maghrib terdengar, orang orang akan masuk ke rumah dan menghentikan sejenak aktifitasnya.  
Senja ini, saat maghrib tiba, kulihat seekor kelomang/keong berjalan sendiri di atas pasir pantai. Entah hendak pergi ke mana. 
Ingin kusapa dia dengan bahasa keong tentunya, atau berharap dia mengerti bahasa manusia.
Pulang sayang... 
Pulang ke mana?
Lalu kusadari, rumahnya selalu dibawa bawa.
Dan kelomangpun berjalan lagi.

*****

Untuk seorang gadis yang hendak mengikat langit,
supaya langit sembuh dari sakit.
Yang membuatku ingin menjadi kursi kayu, 
karena kerap mendengar tawa dan kisahnya dulu.
Yang terpukau saat melihat seekor kelomang berjalan sendirian,
ya... untukmu cinta ini ada.
Terimalah...
 
Sebuah pesan singkat yang kuterima sebagai penutup hari.
Aah..ada ada saja. Aku hanya bisa mendesah.
Lalu tersenyum sendiri.

Selasa, 19 Februari 2013

Lelaki berikutnya

Di depannya ada secangkir kopi dan sebatang rokok kretek. Tapi tak disentuhnya sama sekali. Dua benda yang hampir bisa dikatakan tidak pernah menyentuh bibirnya. Sementara lelaki itu dengan nikmat menghembuskan asap rokok ke udara. Membuat kamar sempit itu semakin pengap. Tubuh tambunnya berkeringat bagai lemak yang terpanggang. Tapi dia sudah terbiasa menghadapi berbagai bentuk tubuh. Yang tampan atau yang buruk rupa, yang atletis seperti kuda sampai yang kurus seperti batang pepaya, yang pongah sebelum berlaga dan ternyata cuma sekejap saja kekuatannya. Baguslah sehingga ia tak perlu terlalu lelah melayaninya. Mungkin dalam hatinya dia berdoa, semoga semua lelaki hidung belang menderita ejakulasi dini.
Tanpa sadar diusapnya sprei kumal yang melapisi tempat tidur tua. Entah sudah berapa lama tidak pernah dicuci, baunya membuat dia mau muntah, tapi harus ditahan dan lama lama terbiasa. Entah sudah berapa banyak pasangan menumpahkan keringatnya di atas sprei ini. 
Ditariknya nafas panjang, melihat lelaki tambun itu mengenakan pakaiannya. Selesai sudah. Malam masih muda, akan ditunggunya lagi lelaki berikut yang entah seperti apa rupa dan tabiatnya.

Sudah berapa lama menjalani pekerjaan ini mba? Lelaki berkacamata itu bertanya padanya.
Sudahlah, mari kita selesaikan saja. Saya di sini bukan untuk bercerita, toh saya bukan selebrita, jawabnya ketus.
Tidak mba..saya tidak ingin berlaga, saya ingin mendengar mba bercerita. Akan saya bayar setiap jamnya.
Heeh, anak muda, hanya di film kacangan saja ada kisah pelacur dibayar untuk bercerita. Atau jangan jangan kamu impoten ya?
Hahaha, tidak mba... Alhamdulillah saya masih bisa berlaga, melihat tubuh molek seperti yang mba punya, lelaki mana yang tidak siaga? Apakah mba mau bercerita untuk saya?
Dia terdiam...tiba tiba lidahnya kelu, seperti ketika almarhum ayahnya terkena stroke dan tidak bisa lagi berkata kata. 
Detik demi detik berlalu. 
Tak satupun kalimat keluar dari bibirnya sampai malam menua.
Lelaki berkacamata itupun hanya memandanginya saja.
Menjelang pagi, lelaki itu bersiap diri. 
Terimakasih mba, sudah menemani saya.
Dikeluarkannya beberapa lembar ratusan ribu, diletakkannya di meja. Di sebelah secangkir kopi yang sudah menjadi dingin dan sebatang kretek yang belum terhisap.
Lain kali saya akan datang lagi, sambungnya sambil melangkah pergi.

Jadi malam ini dia hanya melayani dua lelaki. Yang satu tidak pandai berlaga dan yang satu hanya ingin mendengar cerita yang tidak pernah keluar dari bibirnya.
Apa pertanyaannya tadi? Berapa lama dia sudah menjalani pekerjaan ini?
Dua puluh tahun...
Namun dulu dia tidak dibayar dengan uang, tapi dibayar dengan status, perlindungan dan rasa aman. Namun apa bedanya dengan sekarang? Intinya tetap sama, dia menjual dirinya demi sebuah rasa. 
Perlahan diraihnya secangkir kopi dingin dari atas meja, sececap dirasanya pahit mengaliri raga. Membuatnya berharap di luar sana masih ada manis yang tersisa.  


Senin, 18 Februari 2013

putri bumi

Malam ini aku ingin mencabik awan, supaya gelapnya terkoyak, dan matahari tersembul lagi, walaupun belum pagi.
Akan kuusir pengapnya udara, yang membuat nafasku sesak karena duka.
Aku bukan marah, aku hanya terluka.
Aku memang bukan ratu bidadari.
Aku tidak bersayap. Tidak istimewa. Tidak keemasan. Tidak megah. 
Aku ini putri bumi. Memiliki dua tangan. Dua kaki. Sebuah hati. Seraut wajah. Tak bisa ku ubah jati diri.
Saat ini aku menderita, hanya karena sebuah cerita.
Bodohnya, bagaimana bisa kubiarkan diri terluka...
Hati ku terhanyut. Kembali ke hulu, ke asal sebuah kisah. 
Padahal hilir sudah di depan mata.
Seakan telinga mendengar senandung nyanyian alam. 
Seakan mata melihat ke balik cakrawala. 
Sebenarnya semua dituliskan serasi dan sepadan; 
Udara panas dan tarian hujan. 
Pagi kelabu dan pantulan matahari di tetes embun. 
Tanah gembur dan padang pasir. 
Semak kering dan pucuk baru. 
Kepedihan dan kemenangan. 
Pertemuan dan perpisahan. 
Semua berpadanan. 
Jadi mengapa masih terluka?
Seseorang pernah menggali dengan indah, kini kukutip sebait kata katanya
"Karena sebagaimana kerap terjadi pada yang berharga dan kemudian hilang, ketika kau menemukannya lagi, mungkin dia tidak benar-benar seperti saat kau meninggalkannya."
Ku yakini waktu dapat membuat logam berharga menjadi karat, 

warna warni kain sutra memudar, 
tubuh menjadi debu, 
bahkan kata kata dan cinta hanya akan menjadi seperti buih ombak;
mencoba bertahan lalu hilang lenyap ~ 
bila semua itu sempat hilang dari kita, dan kita temukan kembali, ia akan berubah.
Jadi mengapa masih terluka?
Kupandangi gelapnya malam, aku tahu tak lama lagi pagi pasti datang, dan aku akan bertemu dengan mentari, yang sebenarnya tidak pernah pergi.

Love is....

Perjalanan panjang yang pernah kita lalui bersama, 
apakah itu cinta?
Suka duka kehidupan yang telah kita arungi, 
apakah itu cinta? 
Dalam ingatanku terbentang sejarah kisah kita, 
yang selalu membuatku tertawa dan menangis pada saat yang sama,
apakah itu cinta? 
Aku, kamu, kita, 
dengan kisah yang tidak sempurna, 
apapun namanya,
mungkin itu cinta...

Surat untuk sahabat

Untuk sahabatku yang selalu gelisah dan punya sejuta tanya tentang dunia.
Mari ke sini, duduklah di sebelahku. Kita berdiam diri sejenak, nikmati suasana pantai pagi ini. 
Coba kamu lihat, di sana ada sepasang kakek dan nenek yang tengah mencari ganggang. Dengan kaki tertatih dan tangan yang ringkih, mereka mengais gangang sebelum pasang tiba. 
Baju mereka kumal dan warnanyapun sudah pudar, bahkan mereka tidak memakai topi sebagai tabir surya, sehingga kulit mereka menjadi legam bagai tembaga.  
Perhatikan saja dan biarkan pikiranmu berkelana hingga akhirnya lelah.

Pejamkan matamu, dengarkan debur ombak yang nadanya tidak pernah sama, walaupun dia datang berulang ulang. Nikmati gemuruhnya. 
Walau kamu tahu buihnya bagai memburumu sedari jauh, tapi pasti menghilang setelah dekat. 
Tak perlu menghindar, pagi ini ombak tak mampu menyentuh kaki kaki renta pencari ganggang, apalagi menyentuh sepasang kakimu yang kokoh dan siap berlari.

Sekarang bukalah matamu, mungkin sedikit pusing karena sinar mentari pagi sudah tidak malu malu lagi menyapa. Warnanya indah berpendar menyebar, menyinari semua belahan dunia, berbagi cahaya untuk orang baik maupun orang jahat. Penuh kearifan alam. 
Sama seperti laut yang menerima buangan buruk dari darat, limbah dan  sampah. Tetapi dikembalikannya pada kita semua kekayaannya yang berlimpah. Tidak dibalaskannya setimpal dengan perbuatan kita.

Sahabat, aku bukan hendak memberimu nasihat, karena kamu tak perlu amanat. Aku hanya ingin menemanimu sesaat.
Setelah ini, kamu akan pulang, mungkin akan kembali gelisah dan penuh dengan sejuta tanya. Tak mengapa. 
Datanglah lagi ke sini jika jenuhmu mendera. 
Butiranku tak akan pernah habis untukmu.

Sahabatmu,
pasir lada...

Jumat, 08 Februari 2013

Tengsin...

Gini deh ceritanya kalo manula jalan jalan di pantura. Teler. Hari ini aku ada pekerjaan di Cirebon. Bertemu dan mendengarkan para pejabat bicara setelah 4 jam perjalanan, jelas membuatku tak berhenti menguap. Mataku berat. Supaya tidak tertidur saat mendengar mereka bicara, kupasang headset dan kudengarkan lagu lagu dari smartphoneku. Tanpa sadar aku mulai ikut bersenandung,  ternyata suaraku cukup keras. Tiba tiba ruangan hening...semua mata menatap ke arahku.
Menatap ke arah seorang wanita yang duduk di barisan paling belakang, bersandung  dengan headset di telinga, dan kaki yang dinaikkan ke kursi, santai, seolah larut dalam dunianya sendiri dan tidak peduli pada orang orang yang ada di sekitarnya.
Bisa bayangkan bagaimana malunya ditatap puluhan pasang mata saat kamu tanpa sadar bernyanyi di tengah sebuah acara?

Sabtu, 02 Februari 2013

titik

Ting tong..
Bel rumahku berbunyi. Sesosok wajah terlihat dari balik jendela.
Hmm... ternyata Tia.
Cewek satu itu sebenarnya manis, tapi penampilannya tidak bisa rapih. Terlalu cuek. Seperti pagi ini, dia datang ke rumahku dengan kaos oblong yang sudah pantas untuk jadi lap dapur, celana piyama bersalur biru seperti yang tiap hari dipakai babah Ong di tokonya dan alas kaki yang lain sebelah (yang kiri sandal jepit, yang kanan sandal bolong bolong merk buaya, konon katanya dia perlu memakai sandal khusus jika menyetir, yang sering lupa dia tukar ketika turun dari mobil).

Raaakaaa... cepetan dong..keburu siang nih.
Sabar, jawabku sambil menyambar kunci motor dari gantungan.
Pagi ini kami mau berenang. Harus datang agak pagi sebelum kolam penuh dengan anak sekolah. Tapi musim hujan seperti ini, biasanya kolam renang sepi. Memang lebih nyaman tetap berada dibawah selimut yang hangat daripada harus kedinginan di air kolam.

Ti, hari ini kita naik motor! Kataku tegas.
Tia tidak suka naik motor, bermacam macam alasannya, berbahaya, tidak aman, tidak nyaman, pegal dan lain lain. 
Aku tidak akan ngebut, aku akan berhati hati, percaya padaku ya! kataku lembut.
Matanya menatapku memohon, untuk tidak naik motor...sebenarnya aku tidak tega juga. Aku hanya ingin membantunya menghadapi ketakutannya. 
Kupegang tangannya, kuambil kunci mobilnya, kukeluarkan tas berisi perlengkapan renang dan kupanaskan motorku.

Ayo Ti, pakai helmmu dan naiklah. Pegangan ya. Instruksiku. 
Dia naik di boncenganku, tapi tidak berpegang pada pinggangku. Biar saja, tidak mengapa kalau dia berani.
Baru aku gas sedikit motorku, kakinya reflek dengan kuat menjepit panggulku. Aku tahu dia takut.
Pegangan Ti..., kataku lagi.
Barulah tangannya dengan canggung memegang pinggangku.
Jalanan lumayan lancar karena kami  berlawanan arah dengan para komuter yang hendak berangkat kerja. Hanya tersendat sejenak di lampu merah. Saat itu kugenggam jemarinya yang tengah memeluk pinggangku. Astaga, jemarinya begitu dingin. Padahal dia sudah memakai jaket yang kupinjamkan. 
Masukkan jemarimu ke saku jaketku Ti, tanganmu dingin sekali.

Di kolam, dia menyalurkan kekesalannya padaku, yang sudah membuatnya ketakutan di jalan. Diajaknya aku berlomba, mengadu kecepatan dan ketahanan nafas. Jelas aku kalah. Dia berenang seperti ikan, cepat sekali dan tahan sejam berenang tanpa henti. Mungkin semestinya aku memeriksa apakah dia punya insang dan selaput di antara jemarinya, yang baru tumbuh jika terkena air. 
Karena kalah, aku harus menraktirnya sarapan pagi. Kami sarapan soto Madura si Cak di SPBU tidak jauh dari kolam renang. 

Renang itu salah satu cara kami menghabiskan waktu ketika cuti. Bulan lalu kami menginap beberapa hari di sebuah pulau resort. Seharian bermain air sampai kulit gosong. Atau hanya duduk duduk saja di tepi pantai.Tia teman kecilku. Sudah seperti saudara bagiku. Kunikmati tiap menit yang kuhabiskan bersama dia.
*****

Kali ini biar aku yang bercerita ya sayang. 
Aku memang tidak pandai merangkai kata seperti kamu, tidak pandai bersikap mesra (walau aku tahu itu yang kamu rindu), tidak suka berbasa basi, mungkin sikapku kasar dan terlalu keras, apalagi bagimu yang berhati selembut itu. Aku kurang perhatian, terlalu sibuk dengan pekerjaanku, tidak punya waktu untukmu. Aku tahu hubungan kita sudah sejak lama dingin. 
Maafkan aku yang tidak pandai menjaga cinta kita. Aku memang bukan Habibie, bukan Romeo, bukan Sampek, aku laki laki biasa yang kau pilih untuk mendampingi hidupmu. Dan aku bersalah karena tidak menghargai pilihanmu itu. 

Aku sadar betul, aku bukan satu satunya lelaki yang jatuh cinta padamu. 
Aku bukan anak muda yang nekad mengejar dirimu walau tahu kamu sudah bersuamikan aku. 
Aku bukan dia yang nyaman berlama lama menemanimu menikmati indahnya alam.
Aku juga bukan dia yang tetap mengingat pertemuan kecil denganmu bahkan setelah duapuluh tahun waktu berlalu.
Mengapa aku tidak menghargai apa yang kumiliki, padahal banyak lelaki di luar sana yang begitu ingin memilikimu?
Maafkan aku....

Yang bisa kutunjukkan padamu hanyalah rasa tanggungjawabku. Aku giat bekerja, untuk keluarga kita. Aku pikir itu cukup. dan pikiranku sudah penuh dengan berjuta masalah di kantor, sehingga tidak ada tempat lagi untuk memikirkan kamu dan anak anak kita.
Sampai akhirnya hari itu tiba... 

Pernahkah kamu rasakan satu hari di mana semua berwarna abu abu? Mendung, murung, buram...
Ini kelima kalinya tangan dokter itu menyayat tubuhmu, dan ini yang terlama... lima jam sudah, lampu di ruang operasi itu tidak juga menyala hijau. Sejujurnya aku sangat takut waktu itu. Takut kehilangan dirimu. Karena aku tahu, ini operasi yang paling besar, yang paling beresiko yang pernah kamu jalani.

Kamu sudah pernah menaklukan gunung, hutan, laut... 
kamu wanita yang berani, sekarang buktikan padaku bahwa kamu bisa menaklukkan penyakit itu. Tetaplah hidup, berjuanglah untukku, untuk anak anak kita... 
*****

Bullshit!! Persetan dengan semua kata katamu!! Tidakkah kamu lihat, bahwa apa Tia alami semua karenamu? Laki laki macam apa kamu? Beraninya hanya menganiaya istri!! Berapa kali tulang-tulangnya patah karena kekasaranmu? Tidakkah kamu tahu betapa Tia sangat menjaga nama baikmu? Tak seorangpun yang diberitahu apa yang diperbuat olehmu! 
Aku sudah lama menaruh curiga atas lebam dan luka luka yang dideritanya. Tapi Tia selalu mengelak untuk menjawab, beragam alasannya yang dikemukakan, dia terjatuh atau apalah. Dia tidak berani menceritakan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya. Entah apa alasannya. Dia bukan lagi Tia'ku yang tegar dulu. Pernikahan merubahnya menjadi wanita yang takluk pada sesuatu yang salah, tidak berani membela dirinya sendiri dan kehilangan semua kemandiriannya.

Dan dua hari lalu aku menemukan Tia tak sadarkan diri di bawah tangga di rumahnya. Kedua putri kecilnya tengah menangis seraya memeluk ibunya.
Tia tidak pernah sadarkan diri lagi sejak saat itu. Mati batang otak akibat benturan bertubi tubi. Jika saat ini dia masih bernafas, itu karena bantuan ventilator. Sampai di satu titik akhirnya keluarga memutuskan untuk mencabut semua alat yang menopang hidupnya. Sudah cukup penderitaannya. Biarlah dia kembali pada Sang Empunya hidup. 
Sementara bajingan sakit jiwa itu tetap melenggang bebas di luar sana.
 

Gila

Hanya dengan dia, aku bisa santai berbicarakan tentang wanita.
Kami menyukai tipe yang sama. 
Rambut sebahu, tubuh sintal, pinggang ramping, dada dan bokong yang padat. 
Tak masalah berkulit hitam atau putih. 
Kami juga tidak menyukai wanita yang pintar karena terkesan sok tahu.
Kami suka yang lugu tapi bukan dungu. 
Sampai suatu ketika, kami jatuh cinta pada wanita yang sama. 
Bagai lomba kami berusaha mendekati wanita itu. 
Awalnya aku yang menang. 
Wanita itu kerap berbagi cerita dan pergi bersamaku. 
Tapi ternyata bukan aku yang dia cinta. 
Dia mencintai dia. 
Dan aku tidak terima. 
Aku marah membabi buta. 
Hingga suatu malam ku ambil pisau dan kutusuk dia dalam lelapnya. Bertubi tubi sampai dia mati. 
Jika dia tidak menjadi milikku, dia pun tidak boleh memilikinya. 
Hanya dalam hitungan jam polisi datang. 
Dan aku digelandang ke dalam kandang. 
Entah berapa lama sudah waktu terbuang untuk sidang. 
Di sinilah aku sekarang. 
Bersama orang orang bermata jalang dan suka berdendang. 
Kadang saling menendang jika merasa ditantang.
Mereka bilang aku perempuan gila. 
Aku bilang mereka sarap.
Apa bedanya?

hai kall..

Andai aku mengenalnya seperti dia mengenalku. 
Namun tidak ada yang kuketahui tentang dia, selain dia kerap mengunjungiku hampir di tiap akhir pekan. 
Dia masuk melalui pintu itu. 
Pintu sebuah gallery di mana banyak lukisan indah tergantung di dindingnya. 
Mungkin salah satu dari lukisan itu adalah karyanya. 
Aku juga tidak tahu... 
Andai suatu saat nanti salah satu dari lukisan itu bisa jadi penghias dinding kamarku. 

Andai aku tahu apa yang membuatnya tertarik untuk mengunjungiku.
Andai dia menyapaku...
Andai dia tahu, bahwa setiap kali melihat dia datang, ada kegembiraan sederhana yang kurasakan, yang mampu membuatku menyunggingkan sebuah senyum.

Andai dia mau melukis untukku, memberi  nyawa pada tulisan tulisanku. 
Andai aku bisa menulis untuknya, memberi kisah pada lukisannya. 
Andai dia tahu inginku..

Kall, terimakasih ya atas kunjungannya...

curcol "kamar cewek"

Ingin punya high heels ajaib yang nyaman dipakai berjam jam, nyaman di kaki dan di betis. Tidak membuat pegal, tidak membuat kram betis, tidak menyebabkan varises dan bisa tetap dibawa berlari.
Heran sama yang bisa beli sepatu tanpa dicoba dulu. Beli sepatu online gitu. Hebat. Serius muji.

Cewek itu biasanya cukup percaya diri, selama tidak bertemu timbangan.
Kalau ditanya berat badan?  Dijawab berat badan 10 tahun yang lalu, atau dijawab satuannya aja. Puluhannya? tabu!! Hahahaha....

Kenapa kalau pakai tanktop talinya merosot sebelah, rasanya sexy. Coba kalau pakai bra yang talinya merosot, engga banget deh.. 
Itu konon, karena bra dipakai untuk menahan pegunungan agar tidak longsor, sementara tanktop dipakai untuk menutupi lembah agar tidak  mudah masuk angin (daripada tempel koyo di puser)
*rumus sesat

Pernah coba coba pakai g-string, dan tidak mengerti di mana letak sexy'nya. Cuma merasa ada yang tidak nyaman di belakang sana. G-string itu sejarahnya dari celana pegulat sumo kan? Di mana sexy'nya coba?
*g-string itu baik digunakan oleh penderita hemorrhoid untuk mencegah terjadinya jamur kulit (wikipedia).

Ada yang ingin menambahkan? hehehe...