Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Selasa, 25 Februari 2014

cafe 2

Rasanya seperti berada di antara mimpi dan terjaga. Gadis dari jaman berbeda itu menguras habis pikiranku. Bagaimana bisa dia ada dan hadir? Aku ini skeptis, cenderung tidak percaya akan hal-hal supranatural seperti itu. Aku percaya segala sesuatu yang bisa dijelaskan secara ilmiah. 
Pertemuan terakhirku dengan Kya adalah malam saat dia menjelaskan semuanya.

Kya hidup di masa penjajahan Belanda dulu. Ibunya seorang wanita Belanda yang jatuh cinta pada pemuda pribumi. Tentu saja orangtua kedua pihak tidak pernah setuju. Sampai akhirnya ibu Kya hamil, dengan harapan setelah ini, tidak ada lagi pilihan bagi orangtua mereka selain menyetujui hubungan keduanya.  
Mereka akhirnya memang menikah. Tapi dibuang oleh keluarga. Kedua orangtua Kya merantau dan hidup berpindah pindah. Orangtua Kya meninggal di usia muda karena malaria. Kya kecil kembali ke rumah nenek dari ibunya. Hidup di jaman perang bukanlah hal yang mudah. Ketika kakek dan nenek Kya pensiun, mereka harus kembali ke Belanda. Tapi Kya sudah menganggap Indonesia sebagai tanah airnya. Kya tetap tinggal dan mengurus perkebunan teh peninggalan kakeknya.
Kya belum sempat merasakan cinta, karena tidak ingin nasibnya terbuang seperti ayah ibunya.  
Kya yang yatim piatu, hidup tegar menghadapi cacian kedengkian yang mencap dia sebagai manusia separuh. Separuh Belanda separuh Jawa.
Kya yang punya cita-cita sederhana, ingin merasakan cinta di negara yang merdeka, di mana dia tidak lagi dianggap manusia separuh melainkan manusia utuh.
Kya yang juga mati muda karena malaria, seperti kedua orangtuanya. Kya yang tak pernah tercatat dalam sejarah, dan hanya selembar foto tua yang membuktikan bahwa dia dulu pernah ada. Dan rohnya tertahan di sana. Dua ratus tahun terkurung dalam sebuah kotak kayu sampai aku membebaskannya.
Dia lalu menjadi "hidup" dan jatuh cinta padaku. 
Tapi kemudian dia kembali "mati" ketika sehari itu cafe ditutup.
Sampai dia akhirnya menyadari bahwa harus melepaskan aku demi kebahagiaanku.  

Dan aku yang lama terpaku pada foto itu tidak menyadari bahwa Kya sudah tidak lagi ada di sisiku. Tak ada pelayan cafe yang melihat kepergiannya. Bahkan temanku yang pernah membantu mencari informasi tentang Kya, tidak percaya bahwa gadis yang dia cari hanyalah visualisasi dari selembar foto tua. Dan seperti yang Kya pinta, ketika ada temanku yang bertanya tentang keberadaanya, aku hanya bisa menjelaskan bahwa aku sudah tidak lagi menjalin hubungan dengan Kya. Tentu saja tak bisa kukatakan alasannya, bahwa Kya 200 tahun lebih tua dariku. Siapa yang akan percaya?

Dengan seijin temanku pemilik cafe, aku meminta foto tua itu. Kulepaskan dari bingkainya. Cita-citanya tercapai sudah, menikmati cinta di negara merdeka. Semoga Kya mengerti bahwa aku begitu mencintainya. Cinta itu membebaskan. Dan aku akan membebaskan Kya dari semua ikatan yang membuatnya tertahan di sini.
Dengan hati hancur, aku mengambil korek api, menyalakannya dan melihat bagaimana api membakar foto itu sampai menjadi debu.
Pergilah cintaku, berbahagialah....

********

Kenapa sih rambutmu harum sekali? Kata lelaki itu sambil memeluk dan menciumi rambut kekasihnya.
Karena aku sudah mandi, jawab gadis itu asal saja.
Aku juga sudah, tapi kenapa tidak seharum kamu, sahut lelaki itu.
Karena lelaki punya aroma khasnya sendiri, asem....!Hihihihi..., kata gadis itu sambil tertawa.
Lelaki itu pura-pura marah dan mengangkat tubuh kekasihnya.
Turunkan aku...turunkan aku...., keringatmu memang asem...,gadis itu menjerit sambil tertawa dan berusaha membebaskan diri dari gendongan kekasihnya. 
Kamu itu kecil tapi berat...mungkin karena dosamu banyak, kata kekasihnya sambil terengah-engah.
Bukan aku yang berat, tapi kamu yang kurang olahraga, kata gadis itu tak mau kalah.
Siapa bilang aku kurang orahraga...
Viiiinoooo turunkan akuuu....
Belum selesai gadis itu bicara, kekasihnya sudah menceburkan diri mereka ke dalam air. Mereka tertawa bersama, menikmati hangatnya cinta di pulau dewata.
Keceriaan mereka tidak luput dari pandangan sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik mereka. 
Dengan sabar ditunggunya sampai sepasang kekasih itu selesai bermain air. Bali memang pulau indah untuk memadu cinta.

Dan ketika lelaki itu sejenak meninggalkan kekasihnya, mungkin untuk memesan minuman, sepasang mata itu mendekati sang gadis.
Halo,  selamat siang. Maaf sudah menganggu, perkenalkan saya Ari yang pengurus resort ini. Jika ada yang ibu butuhkan jangan sungkan untuk menghubungi saya. Kalau saya boleh tahu, siapa nama ibu?
Oh pak Ari, ya terimakasih. Saya Kya... Kyara...
Dan gadis itu memberi senyuman yang sama, seperti yang selalu diingat oleh sepasang mata itu.

Kyara...sekarang aku tahu mengapa hidup membawaku ke sini. Untuk bertemu denganmu kembali. Sekarang aku tahu nama panjangmu, terlebih aku tahu bahwa aku berhasil membebaskanmu. Aku membebaskanmu karena ingin melihatmu berbahagia, tulus... tetapi mengapa sakit sekali rasanya ketika melihat harapanku terwujud. 

Rabu, 19 Februari 2014

cafe

Kenapa sih rambutmu harum sekali? Kataku sambil memeluknya dan menciumi rambutnya.
Karena aku sudah mandi, jawabnya asal saja.
Aku juga sudah, tapi kenapa tidak seharum kamu, sahutku.
Karena lelaki punya aroma khasnya sendiri, asem....!Hihihihi..., lanjutnya sambil terkikik.
Gadis nakal...  Aku memasang wajah marah, lalu membungkam tawanya dengan kecupanku.
Ah..betapa aku mencintainya. Namanya Kya. Gadis indo cantik, blasteran Jawa Belanda, rambutnya sebahu, kulitnya putih. Aku mengenalnya saat pembukaan sebuah cafe milik temanku, aku yang mendesain interiornya.
Tanpa terasa, hubungan kami sudah berjalan hampir setahun lamanya. Tapi, masih banyak hal yang tidak kuketahui tentang dia. Dia tidak pernah mau memberitahu di mana rumahnya dan apa pekerjaannya, belum saatnya, selalu begitu jawabnya. 
Dia pernah bercerita, kalau orangtuanya masih melarang dia untuk berpacaran, padahal usianya sudah bukan remaja lagi. 
Jika ingin bertemu, kami akan janjian di cafe itu atau di sekitarnya. Lalu kami akan pergi, entah nonton, sekedar jalan atau makan dan pulangnya aku akan mengantar Kya kembali ke cafe itu lagi. 
Tentu saja aku tak puas dengan hal ini, aku ingin memilikinya lebih dari kekasih. Aku pernah meminta seorang temanku untuk menyelidikinya. Tapi hasilnya nihil. Temanku pernah mencoba mengikuti mobilnya, tapi Kya selalu berhasil menghindar. Mungkin aku harus menyewa detektif seperti di film-film itu. 

Suatu hari kawasan sekitar cafe ditutup untuk persiapan sebuah acara kenegaraan, padahal aku sudah punya janji untuk bertemu dengan Kya di sana. Nomor ponselnya tidak dapat kuhubungi. Aku sanagt mengkuatirkan dirinya. Seharian aku menunggunya, tapi hingga malam tiba, Kya tidak datang.
Sampai keesokan paginya, aku menerima sebuah pesan singkat dari Kya. Permintaan maaf karena tidak dapat menemuiku kemarin. Dia berjanji akan menemuiku malam ini untuk menjelaskan semuanya. 

Kuatir dan marahku langsung sirna ketika kulihat Kya. Langsung kupeluk tubuhnya, sungguh aku tak ingin hal seperti ini terulang lagi. Wajahnya tampak pucat. Dia tampak kurang sehat.
Maafkan aku Ar, kemarin asmaku kambuh cukup parah sehingga aku tak bisa menemuimu dan tak bisa mengabarimu. 
Katakan aku harus bagaimana jika hal ini terjadi lagi padamu Kya? Mengapa tak kau ijinkan aku untuk menjagamu? Aku berjanji akan berusaha memenuhi apa yang menjadi persyaratan orangtuamu, untuk menjadi kekasih anaknya. Untuk menjadi calon menantunya.
Ari... dengarkan aku... Kurasa sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui siapa sebenarnya aku ini. 
Jantungku berdegup tak tentu saat mendengarnya bertutur.

Aku sudah lama berada dalam kotak kayu tua itu. Lembab dan berjamur. Sesak rasanya. Sampai suatu hari kamu membuka kotak itu, memberiku udara, menemukanku lalu membingkaiku dan meletakkan aku pada tiang kayu itu. Kamu sudah menyelamatkan hidupku Ar dan kamu membuatku jatuh cinta. Sedemikian dalamnya hingga kadang aku tak menyadari kalau kita berasal dari dua dunia yang berbeda. 
Ari sayang, maafkan aku... Kita tak dapat melanjutkan hubungan ini. Karena sebenarnya aku tak pernah ada. Jika ada temanmu yang bertanya tentang kita, katakan saja kalau kita dapat lagi bersama, karena usiaku 200 tahun lebih tua darimu.

Aku mencoba tertawa, semua ini bualan belaka. Jelas aku tak percaya.
Kya memegang tanganku dan mengajakku ke sebuah tiang kayu di mana sebuah bingkai foto terpajang di sana. Sebuah foto tua, foto hitam putih dari seorang wanita muda yang hidup 200 tahun yang lalu. 
Foto itu...foto Kya....