Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Jumat, 31 Mei 2013

gimana rasanya jadi chiko?

Kadang aku suka berpikir. 
Gimana rasanya kalo jadi kamu? 
Kerjamu cuma makan, tidur dan jalan jalan aja. 
Apa ga bosan?

serpih

Senyap di antara aku dan dia. Kutatap matanya yang layu, air mata mengalir di pipinya yang tirus, bahunya yang tipis naik turun menahan isak yang tak terdengar.
Aku tak tahan lagi...ini begitu menyakitkan. Aku begitu mencintainya, tapi begitu mudahnya dia berpaling dariku. Biarkan aku mati...aku ingin mati.., dia menjerit putus asa. 
Apa salahku? Aku setia. Aku menjaga nama baiknya. Aku tetap melayaninya walau hatiku tidak sedang menginginkannya. Aku menuruti semua kemauannya. Aku melepaskan kebebasanku untuk berkumpul dengan teman-temanku demi dia. Apapun kulakukan agar dia bahagia. Aku tidak ingin menjadi istri durhaka. Aku berusaha menjalankan semua perintah agama. Dan lihatlah, ini yang kudapatkan sebagai balasannya.

Dia terdiam, lelah berkata kata.
Aku tetap diam, tak mampu berkata kata.

Tiba tiba dia mengepalkan tangannya dan memukulku dengan keras. Aku kaget luar biasa. Dan dengan tenang diambilnya serpihan tubuhku, diirisnya pergelangan tangannya. Darah mengalir. Dengan tatapan kosong dia memandangi genangan yang semakin melebar. 
Dan aku hanya mampu menyaksikan dia mati pelan pelan.


Kamis, 23 Mei 2013

Fia...

Kulitnya putihnya, matanya bulat, seperti gadis gadis Korea yang biasa kalian lihat di televisi. Tapi Korea yang satu ini rambutnya ikal dan helainya halus seperti rambut bayi. 
Banyak teman teman memanggilnya kaka. KK. Korea kribo, walau nama sebenarnya adalah Fia. 
Saat di mana para gadis sibuk merebonding untuk meluruskan rambutnya, Fia tenang tenang saja dengan rambut ikalnya.
Kadang beberapa teman kerap menjahilinya, dengan melemparkan pulungan tisyu ke rambutnya, seperti memasukkan bola basket ke dalam keranjang. Karena itu Fia selalu menguncir rambutnya agar bebas dari tangan tangan jahil. 

Fia sayang sekali pada kakaknya Fian, yang mengaku (berharap?) mirip Bruce Lee, tapi menurut Fia kakaknya lebih mirip Broco Lee, karena rambutnya seperti brokoli. Fian bekerja di sebuah tambang emas di Papua. Setiap kali Fian pulang, Fia tidak pernah minta oleh oleh selain cerita tentang kehidupan masyarakat di sana. Fian sampai bingung, adiknya ini tidak ada bosan bosannya mendengar cerita tentang tanah Papua. Jika dulu Fia hanya ingin ikut kakaknya bekerja, belakangan malah Fia mulai  ingin tinggal sana. Tentu saja naluri Fian untuk melindungi adiknya, tidak mengijinkan hal itu.

Oooo tidaak bisaaa Fiiaa..tidak biisaa..
Papua memang indah sekali. Alam perawan. Hutan lebat, hijau. Namun tidak semua tanaman bisa hidup seperti di pulau Jawa. Sehingga di sana sulit bahan makanan. Tiap daerah punya ciri khasnya masing masing. Pantainya indah, lautnya jernih, bahkan Raja Ampat kini menjadi pusat penyelaman dunia. Alamnya kaya, namun masyarakat setempat belum bisa merasakan kekayaan alam mereka.
Di sana kamu bisa melihat bintang seperti pasir di pantai. Banyak sekali. Sangat indah dipandang mata.Tapi... Papua tidak cocok untuk ditinggali anak kota sepertimu. Di sana tidak seperti di Jakarta yang serba ada. Transportasi sulit. Hanya kota besar yang punya jalan raya. Di kota kecil, jalan raya hanya jalan setapak seperti yang biasa kau lalui ketika mendaki gunung. Apalagi di desa desa pedalaman. Tidak ada listrik, sulit air, sulit bahan makanan, jika adapun harganya mahal, banyak nyamuk malaria dan keamanan sangat kurang. Kamu akan menangis melihat bagaimana mereka hidup, sangat kontras dengan gemerlap ibukota. 

Aku bosan hidup di Jakarta kak... Aku tidak ingin berlibur, aku ingin mengalami sendiri kehidupan yang berbeda dengan yang kujalani sehari hari. 

Fian berpikir keras untuk memenuhi permintaan adiknya, karena dia tahu bagaimana rasanya jenuh dengan rutinitas kehidupan, tetapi dia juga tahu jika adiknya belum siap menghadapi kehidupan yang berbeda 180 derajat. Akhirnya dia menemukan ide itu.

Fi, sebelum tinggal di Papua, coba dulu yang dekat dekat saja ya. Bertahap belajar hidup yang berbeda. Karena semua perlu penyesuaian diri. Pergilah ke rumah mamang Sarbi. Tinggallah dengan mamang dan bibi dua minggu atau seberapa lama kamu kuat. Hiduplah sesuai dengan gaya hidup mereka.

Fia senang bukan kepalang, hatinya sudah sampai di sana, bahkan sebelum ia menjejakkan kakinya di rumah mamang.
Mamang Sarbi dan bibi Iis adalah sepupu pak Kirman, supir keluarga mereka. Mereka tinggal di desa Ciherang, sebuah desa di kaki bukit, desa kecil yang tidak tercantum di dalam peta. Desa yang sejuk karena rimbunnya pepohonan dan sunyi karena jarak antara rumah berjauhan. Jalan raya masih berupa batu batu hasil gotong royong masyarakat desa. PLN belum masuk ke desa ini, karena itu warga membangun pembangkit listrik yang berasal dari turbin yang digerakkan oleh air. Karena dayanya terbatas, pembagian listrik dilakukan bergiliran dan hanya pada jam jam tertentu saja.

Mamang sendiri lebih sering memakai lampu petromaks dan lampu minyak yang kerap membuat lubang hidung cemong menghitam. Menurut mamang, keluarga yang memiliki anak anak usia sekolah lebih membutuhkan listrik untuk belajar.   
Rumah mamang besar, namun sangat sederhana, rumah semi permanen, sebagian terbuat dari batu bata yang belum diplester, sebagian lagi terbuat dari gedek, anyaman bambu. Langit langitnya tinggi, sehingga udara di dalam rumah terasa sejuk. Lantainya sebagian sudah di semen, sebagian lagi masih tanah. Rumah mamang minim perabotan, mungkin karena itu juga terasa lebih lega. Di teras rumah ada bale bale tempat mamang dan bibi leleyehan, bersantai. Di ruang tamu ada seperangkat kursi kayu yang sangat berat dan mengkilat karena sering diduduki. Kata mamang itu kursi kayu jati  buatannya sendiri. Dapurnya masih menggunakan tungku kayu bakar yang harus ditiup secara berkala. Meniup tungku membutuhkan cara khusus, jika terlalu pelan, api tidak akan membesar, tapi jika terlalu besar debu sisa pembakaran akan tersebar kemana mana dan membuat sesak nafas.

Walau sederhana, mamang punya kamar mandi di belakang rumah, sumber airnya dari sebuah sumur timba dan pancuran. Pancuran di ambil dari mata air di atas bukit yang disambungkan melalui pipa pipa bambu, namun jika ada bambu yang pecah atau rusak, diperlukan waktu cukup lama untuk mencari letak kerusakannya dan memperbaikinya. Karena itu mamang juga membuat sumur sendiri sebagai sumber air lainnya.  

Hari pertama tiba di rumah mamang, Fia harus beradaptasi tingkat dewa  soal keseimbangan. Semua di desa harus seimbang. 
Pertama, perlu keseimbangan untuk belajar naik sepeda ontel. Karena ada batangan besi yang memanjang dari sadel sampai ke setang. Ternyata bekal mahir sepeda mini saja tidak cukup untuk bisa mengendarai sepeda ontel. 
Rumusnya gowes gowes gowes, lalu sebelah kaki naik melangkahi sadel dari belakang, sebelum bruuk..jatuh... hahaha..
Karena itu jaga keseimbangan...
Sepeda ini berarti sekali kalau Fia tidak mau berjalan kaki. Karena sepeda adalah satu satunya alat transportasi di rumah mamang. Mamang tidak punya sepeda motor. Dan di desa ini ke mana mana jauh. Ke warung jauh, ke pasar jauh, ke pangkalan ojek jauh, apalagi ke kota. Jauh menurut Fia.

Pelajaran keseimbangan yang kedua adalah belajar menimba air dari sumur. Jika ember diturunkan atau dinaikan terlalu cepat, maka ember akan membentur-bentur tepian sumur, sehingga lapisan tanah berjatuhan dan air yang terangkat menjadi kotor. Jadi keseimbangan  dalam menurunkan dan menaikkan ember harus di jaga. Dan itu sulit, karena Fia tidak berani menjulurkan lehernya untuk melihat ke dalam sumur. Baginya, lubang hitam dan dalam itu seakan menarik tubuhnya untuk masuk ke dalam..hiiii...ngeri... 

Pelajaran keseimbangan yang ketiga adalah buang air di kloset jongkok, yang hanya terdiri dari dua pijakan kaki dan satu lubang, karya mamang sendiri dan bukan bikinan pabrik. Rasanya tubuh Fia seperti akan terjengkang ke belakang dengan posisi aneh ini. Dia berusaha berpegangan pada tepian drum penampungan air. Bab dalam keadaan penuh konsentrasi seperti itu tentu tidak nyaman. Karena harus fokus..fokus...fokus...

Pelajaran keseimbangan yang ke empat adalah berjalan di atas pematang sawah yang licin, berlumpur dan hanya selebar 30cm. Bila terpeleset, akan jatuh ke sawah berlumpur pekat. Fia pernah kehilangan sebelah sandalnya karena terjatuh, dan ketika kakinya ditarik, sandalnya tidak ikut terbawa, hilang di dalam lumpur.
Bila itu tidak lulus, maka jangan berharap bisa menyeberangi sungai dengan batang pohon kelapa  sebagai jembatan. Tanpa pegangan, tanpa tali pengaman. Bila terjatuh, sungai jernih dengan arus lumayan deras dan batu batuan besar sudah menantinya di bawah.
Dan bila meniti batang kelapa saja tidak lulus, jangan berharap bisa meniti dua batang bambu betung yang jadi titian untuk menyeberangi selokan. Selokan di desa ini lebarnya lebih dari 2 meter! Dan selokan ini ada di mana-mana. Mau masuk rumahpun harus melewati selokan dulu. Mamang sampai menambah beberapa batang bambu betung supaya Fia mudah melewati titian bambu sambil menuntun sepeda ontel.

Tetapi pelajaran yang terpenting adalah pelajaran kelima. Keseimbangan antara alam, kehidupan dan kantong. Tidak boleh menggunakan sumber daya alam seenak-enaknya saja, pergunakan sesuaikan dengan kebutuhan. Karena jika dituruti, kebutuhan manusia tidak ada habisnya. Kalau ada yang bisa dihasilkan sendiri, ditanam sendiri, sebaiknya tidak mengambil yang tersedia, agar tidak memutus mata rantai kehidupan.
Bibi punya kebun sendiri yang menghasilkan bumbu dapur dan bahan makanan, sedikit tapi cukup untuk kebutuhan hidup sehari hari. Mau apapun tinggal petik. Itu sangat meringankan biaya hidup karena penghasilan mamang tidak seberapa.

Dua minggu di rumah mamang, justru membuat Fia tidak ingin kembali pulang....

anggap saja lagi mabuk 2

Aku punya soulmate, mahluk berambut awig awig yg tidak pernah kuingat ulangtahunnya. Belahan jiwa saat bertengkar, tempat curhat sejuta kali sehari. Dia suka nimpuk aku dari jarak ratusan kilometer, kalau aku mulai cerita tentang kamu. Hahahaha... bosen katanya. Sirik aja, kataku..
Tapi dia bukan roommate ku...

untukku yang autis ini, mengakui bahwa punya roommate itu asik, adalah penghargaan tertinggi, seperti piala "oscar" dalam dunia perfilman, atau senjata terampuh "pedang pembunuh naga" dalam dunia persilatan..

My fixed roommate adalah remote, yang suka tertindih dan membuat televisi tiba-tiba menyala sendiri di malam hari..
Yang lain? ohya, ada si bahlul..boneka anjing yang cuma memakai celana dalam tanpa takut kembung atau masuk angin..

Tapi my temporary roomate adalah kamu.. iya kamu..
Kita ini dua mahluk dari dunia yang berbeda, walau sama sama pencinta alam, alam gaib dan alam nyata..
Kita bertemu dan harus berbagi ruang..

Dan ternyata beda itu menyatukan kita

Beda antara kamu dan aku..
kamu penyuka SPBU dan jalan darat, aku penyuka  bandara..
Kamu makannya banyak tapi kurus, sedangkan aku makannya sedikit tapi gendut (dunia memang tidak adil..)
Kamu bawel, aku pendiam (hanya kalau ketemu kamu..)
Kamu galak, aku cengeng…
kamu  mandinya lamaaa, tapi jarang… Hahaha. Aku mandinya cepat tapi tidak pernah absen...
Kamu suka tidoorr…, aku insomnia...

Tapi kita punya selera musik yang sama, oldiest, penyuka buku buku yang sama dan penikmat indahnya semesta...

------

Catatan itu, terputus sampai di situ.
Yaah..saya juga penasaran, bagaimana kelanjutannya  ;)

anggap saja lagi mabuk

Catatan dari sebuah kertas kumal tak bertanggal. Bahkan aku lupa siapa tokohnya dan bagaimana ceritanya sehingga kalimat-kalimat di bawah ini tertulis. 
 
Aku punya dua buah tanya untuk diam mu, sudikah kamu menjawabnya?

1. Apakah kamu tidak akan menyesal jika Dia menghendaki aku berpulang saat ini, dalam keadaan kamu tidak menyapaku?

2. Apakah melindungi hatimu lebih penting daripada aku? 

"sebenarnya aku lebih takut kamu tidak bisa berbahagia ketika bersama aku"
Ah itu kata otak kecilmu.
Atau kamu takut hatimu lebih tersiksa jika terus bersama aku, bukankah begitu?
Ah itu menurut otak kecilku.

Kalau harga yang harus kubayar untuk cintamu adalah kepergianmu, lupakanlah...terlalu mahal untukku.
Karena aku hanya butuh hadirmu.. cukuplah itu bagiku..

Biarlah cinta hanya cukup untuk cinta. 
Tahukah kamu, diammu itu menyiksa aku, pendaman cintamu. 
Seseorangku pergi supaya tidak mencintaiku lebih dalam lagi. 
Siapa yg lebih sakit? 
Yang meningalkan atau yang ditinggalkan?
Kenapa tidak tetap bersama saja?

Fiksimu membantuku memahami keheningan cinta. Rese..
Aku tidak perlu dicintai hanya perlu ditemani

Si aku dan si kamu sama-sama tahu bahwa mereka akan bahagia, entah bahagia sendiri-sendiri atau bahagia bersama sama. 

Kenapa aku merasa terkhianati?
Kepergianmu adalah pengingkaran. 
Kadang aku  berharap jadi laki-laki saja supaya tetap bisa bertegur sapa dan tidak berurusan dengan  cintamu itu.

Rasanya mau marah karena ini tidak adil untukku. 
Kenapa cinta harus hadir dan merusak hubungan baik kita? 
Aku membenci caramu mencintaiku. 
Kalau kamu tidak mencintaiku, semua pasti akan baik baik saja.

Berhentilah mencintaiku, bisa? 
Tentu saja bisa.
Kamu hanya membutuhkan sedikit ruang dan waktu sampai menjadi bisa.

Aku tahu kamu mencari tahu tentangku. Dan dulu aku pernah menutup semua data tentangku. Bukankah itu membantumu melupakan aku?
Aku tidak jahat. Hanya sekedar membantu.

Apakah kini kamu tahu kejatuhan cinta sama tersiksanya dengan menjatuhkan cinta?

Sorry ya, sekarang gw udah move on.... 
Asiiiiknyaa....
*joged biri biri...

Jumat, 17 Mei 2013

menurut saya....

Ini sih menurut saya lho yaa....

Tuhan itu ga mempan disogok.
Karena Tuhan bukan 'oknum aparat' yang masih doyan duit dan butuh duit. Tuhan juga bukan bos yang perlu dijilat, disanjung, dibaik-baikin supaya mau memenuhi permintaan kita. 
Jadi menurut saya, kalau mau berbuat baik ya karena kamu memang baik. Bukan supaya kemauanmu dituruti Tuhan.
Kalau mau  berdoa atau berpuasa ya lakukan saja, tanpa tujuan membuat hati Tuhan luluh.
Ohya Tuhan juga bukan pembantu ya, yang sedikit sedikit kita minta ini itu dan harus dipenuhi, kalau tidak dipenuhi, kita ngambek..marah..
Saya ga bilang kita ga boleh meminta pada Tuhan ya. Saya cuma mau bilang, jangan perlakukan Tuhan seperti pembantu...

Tuhan itu ga bisa ditipu.
Manusia bisa aja menutupi semua yang buruk dari mata manusia lain, demi pencitraan atau kemunafikan! Tapi Tuhan melihat jauh di dalam hati, karena Tuhan tahu yang sesungguhnya terjadi.
Manusia mungkin bisa berlindung dibalik legalitas selembar kertas, supaya tidak dikatakan melanggar aturan. Tapi mata Tuhan melihat jauh melampaui semua hukum buatan manusia.  

Tuhan itu Maha maklum...hehehehe...
Maklum kalau manusia suka bandel, suka nyeleneh, suka macem macem. Tapi mbok ya kira kira juga, jangan mentang-mentang Dia baik trus kita jadi kurang ajar juga, ga kapok kapok. Kalo udah kena batunya, yang repot siapa? Kita juga kan yang nanggung konsekwensi atas kebandelan kita. 
Aturan tentang dosa itu bukan dibuat untuk kepentingan Tuhan qo. Tapi dibuat untuk menjaga kedamaian hidup manusia sendiri. 

Tuhan itu satu, manusia itu banyak...beda beda lagi. 
Aneh jadinya ya, kalau Dia menjadikan kita berbeda dan menerima perbedaan itu, tapi kita ciptaanNya malah sulit menerima orang lain yang berbeda dogma dan norma dengan kita.  
Apalagi sampai membunuh orang lain karena perbedaan itu, dengan menyebut nama Tuhan lagi!! Astaagaaa..apa benar itu dilakukan atas perintah Tuhan? Serem amat 'tuhan'mu kalo begitu...
Kalau saya sih, ga punya Tuhan yang galak, pemarah, dikit dikit main bunuh, main rusak, main hukum. 

Jadi Tuhanmu yang seperti apa? 
Otak saya yang kecil ini, ga mampu menjabarkan Dia yang tak terbatas. Karena kalau saya mampu mengerti Dia utuh, Dia bukan lagi Tuhan dong..tapi sama aja sama saya..seperti saya mengerti teman teman saya.
Itu aja kadang meleset qo. 

Kalau kamu ga mengerti Dia, gimana kamu bisa masuk surga?
Ohh, masih menurut saya ya, sorga dan neraka itu mutlak hak Tuhan untuk menentukan siapa yang berhak masuk ke mana. Jadi jangan mereka-reka dengan pikiran kita, bahwa yang begini masuk surga, yang begitu masuk neraka. Itu kan hanya pemahaman kita saja, Tuhan punya pemahamanNya sendiri.  

Yang penting gini deh, selama masih hidup ya berbuatlah yang baik, bukan untuk menyogok Tuhan, bukan untuk menipu Tuhan, bukan karena ada maunya, bukan untuk merayu Tuhan, bukan supaya dilihat Tuhan, bukan supaya masuk surga atau apapun yang membuat kebaikan kita jadi tidak tulus, tidak ikhlas dan selalu disertai pamrih, walau "pamrih" masa depan. Berbuat baiklah karena kamu memang orang baik.

Sekali lagi, ini menurut saya lho ya...

Senin, 06 Mei 2013

Cinta yang tak sempat jatuh

Semalam aku bermimpi buruk lagi. Lima bulan sudah peristiwa itu berlalu, tapi masih jelas terbayang adalam ingatanku. 
Kabel kabel yang dipasangkan di dadaku, tanpa permisi. Tidakkah , mereka tahu kalau aku wanita, aku punya malu? 
Mungkin ini tugas sehari hari bagi mereka, tapi bagiku? Bahkan tak pernah terbayang aku akan menjalani tindakan ini. 
Harus kutekan dalam dalam rasa marahku, 
tarik nafas panjang...tenanglah...itu bukan apa apa. 
Aku berusaha menenangkan diri. 
Infus terpasang, di ujung jemari sebuah penjepit menyambung ke layar monitor. 
Satu persatu wajah wajah asing datang mengelilingiku, memperkenalkan diri, namun aku tak peduli, kucari sesosok wajah yang selama ini kukenal. Tak ada...
Dan dengan santun, dokter pengganti menyampaikan bahwa karena perubahan jadwal dokterku tidak dapat datang untuk melakukan tindakan ini. 
Aku terkejut, aku tidak siap dengan dokter pengganti. Tapi semua sudah dipersiapkan, Di ruangan yang sangat dingin ini, ada lima monitor besar berada di sisi kiriku, semua sudah tersambung ke tubuhku. Di ruangan lain berbatas kaca tidak kurang dari 6 orang sudah bersiaga di depan monitor monitor kecil. Aku bagai ikan dalam akuarium yang sedang dipandangi belasan pasang mata.
Mereka menunggu jawabku, apakah aku bersedia melanjutkan tindakan ini.
Ragu berkecamuk dalam pikiranku, dan aku mengambil keputusan bodoh, karena aku tidak ingin mengecewakan semua yang sudah siap di ruangan itu. Tapi aku lupa, kalau jawabanku hanya mengecewakan diriku sendiri dan menjadi mimpi buruk yang kerap datang dalam tidurku.
Ya, aku bersedia melanjutkan tindakan ini.

Mulailah mereka bekerja, tiga kateter elektroda atau entah apa namanya ditanamkan dalam pembuluh darah pada pangkal pahaku, bius lokal yang dilakukan tidak membunuh rasa sakitnya. Terkadang reflek kutarik kakiku karena sakitnya tapi mereka melarangku bergerak. Apakah mereka sudah pernah merasakan hal yang sama? 

Ketika kateter berhasil ditanamkan, kulihat alat itu perlahan berjalan menuju jantungku dan berhenti di sana. Mereka hendak mencari sumber listrik liar yang kerap membuatku sesak dan berdegup tak karuan, mereka akan membakar dan membuat jaringan parut untuk mematikan listrik liar itu. Ya, mereka akan melukai jantungku, jantung hidup yang sedang berdegup, tanpa bius karena aku harus dalam keadaan sadar sepenuhnya. Tak ingin kubayangkan bagaimana rasanya.
 
Tiba tiba jantungku berdetak begitu kencang, aku seperti dipaksa berlari bagai kuda pacu yang sedang berlomba. Sakit. Sesak. Panik mulai menjalar. Mereka dengan tenang mengatakan bahwa jantungku sedang dipacu untuk menemukan lokasi listrik liar itu.
Waktu terus berlalu, kakiku mulai mati rasa, lenganku pegal, tubuhku sakit dan aku mulai mengantuk. Kantuk yang aneh. Mereka tahu, dan tidak mengijinkan aku tidur. Rasanya aku tak kuat lagi. Dari lima kali operasi yang pernah kulakukan,  ini yang paling tidak nyaman. 
Aku tak tahu sudah berapa jam mereka mengulik jantungku. 

Perlahan semua mereda. Dokter berbaju anti radiasi itu berkata bahwa, tindakan ini tidak berhasil...Dan kalau diteruskan, tingkat keberhasilannya kecil, di bawah 10%!
Aku terkejut...bukan itu yang dijanjikan oleh dokterku dulu. Dia berkata bahwa jika aku mau melakukan tindakan ini, irama jantungku akan teratur, tidak lagi melompat lompat, meledak atau berdegup tak karuan dan tingkat keberhasilannya di atas 90%.

Kembali mereka bertanya padaku, apakah aku mau melanjutkan tindakan ini. Tanpa pikir panjang kujawab tegas, tidak. Aku baik baik saja sebelum masuk ruangan yang berisi peralatan canggih berharga milyaran rupiah yang hanya dimiliki dua rumah sakit di negara ini.  Dan aku ingin keluar dari sini dengan kondisi yang lebih baik lagi, bukan lebih buruk. 

Satu persatu dari mereka mulai meninggalkan ruangan. Meninggalkanku yang entah harus menangis atau lega. Baru kusadari, lima jam sudah berlalu, tak ada hasil yang kudapatkan. Aku tak tahu di mana letak masalahnya. Aku tidak mengerti.

Dua hari sesudahnya aku baru mendapatkan penjelasan, bahwa semestinya yang dilakukan adalah tindakan yang berbeda!!!! Dengan tenang dan tanpa rasa bersalah, "orang itu" berkata, aku hanya perlu mengulanginya 6 bulan atau setahun lagi. 
Dia sudah gilaaa!! Entah di mana hatinya.

Kamu tahu, aku sering menangis tengah malam, atau terbangun dengan tubuh berkeringat dingin. 
Aku ingin menceritakan semua ketakutan yang menghantuiku, aku ingin menangis sepuasnya di dadamu. 
Ya di dadamu cintaku.
Cinta yang tak sempat jatuh....