Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Jumat, 26 Oktober 2012

Just story

Hari  mulai senja ketika dia datang menghampiriku..
Dengan mata sembab karena habis menangis, aku menemuinya. Senyumnya kali ini, tak lagi mampu menenangkan galau  di hatiku.
"Kenapa?" tanyanya, mungkin dia heran melihat rambutku yang berantakan, mata yang merah dan sembab, serta hidung bulat yang tak berhenti berair…
Uuhh.. seperti baru sekali ini saja dia melihat aku menangis..
Lalu  seperti tsunami, ceritaku tumpah dan mengalir begitu saja, cerita tentang kamu…

Awalnya aku tidak menyadari kalau kamu ada…

Padahal sudah bertahun tahun kamu hadir di sekitarku. 
Selalu siaga tiap ku membutuhkanmu. 
Jarak kita hanya di ujung handphone. 
Rumahmu di sana, rumahku di sini, masih satu kota, tapi di kotaku, jarak tidak dilihat dengan satuan kilometer, melainkan dengan satuan waktu… Jarak yang begitu dekat bisa ditempuh dalam waktu berjam jam jika jalan raya sudah begitu padat.. Apalagi jarak rumah kita memang berjauhan.. Tapi itu tidak jadi halangan bagimu untuk datang ke rumahku.. 
Hanya aku yang terkadang tidak tega bila membayangkan perjuanganmu untuk sampai ke rumahku…

Herannya, aku tetap tidak menyadari kalau kamu ada…

Kamu suka membantuku bekerja. Kamu suka menemaniku berkelana. Kamu suka mengantarku melihat kemilau lampu kota di malam hari. Kamu suka menyediakan telingamu untuk mendengar ceritaku, amarahku, tangisku, tawaku…

Herannya, aku tetap tidak menyadari kalau kamu ada…

Selera music kita sama. Selera buku kita juga sama. Dan kita sama sama suka menikmati keindahan semesta…

Herannya, aku tetap tidak menyadari kalau kamu ada.. maafkan aku..

Itu mungkin karena kita tidak berhubungan setiap saat, tidak bertemu tiap waktu… Kita punya dunia masing masing..

Sampai ketika suatu saat kebersamaan kita lebih lama dari biasanya, kedekatan kita mulai membuatku menyadari bahwa kamu ada… namun, hanya sesaat, setelah itu, tiba tiba kamu menghilang, seperti asap tertiup angin…

Ku tanya pada hujan dan matahari, apa salahku? 
Hujan diam, menyuruh angin menjawab dengan derunya.  
Matahari berpaling, menutup dirinya dengan selimut mendung. 
Tak ada yang memberi jawab…
Kuteriakkan namamu pada laut..tapi ombak menyapu semua  suaraku...
Lalu semua menjadi sepi..
Dan aku tau.. kamu sudah benar benar pergi… dari hatiku..

Tangisku tak tebendung lagi..sakitnya mengatakan hal itu.. belum sempat kunikmati indah hadirmu.. 
Kalau saja aku bisa mengulang sang waktu, akan ku nikmati setiap detik bersama denganmu...
Tangisku mereda, hidung jambuku mampet dan membuatku sulit bernafas..apalagi berkata kata..

Tapi dia tersenyum dan perlahan berkata…
-         Dasar gadis bodoh…dia jatuh cinta padamu…  tapi dia tahu, takkan bisa memilikimu.. hatinya terluka, karena itu dia pergi... beri dia sedikit ruang dan waktu, berdekatan denganmu, hanya akan menenggelamkan dirinya pada luka yang yang lebih dalam

Aku terkejut..seperti kepingan puzzle berantakan, perlahan semua mulai tersusun menjadi suatu gambar.. namun dari bibirku meluncur kata..
 
Tapiii….
-         Tidak ada tetapi…itu yang terjadi, titik.. berhentilah menyalahkan dirimu sendiri..jangan menangis lagi, jangan menerka nerka sebuah jawab.. apalagi jika jawab yang kau terka, hanya  akan menyakiti hatimu saja…

Katakan, mengapa dia bisa jatuh cinta padaku?
-         Itu karena kamu begitu mudah untuk dicintai… tidakkah kamu menyadarinya??

Kalau begitu, berjanjilah padaku, jangan jatuh cinta padaku… jika itu hanya akan menjauhkanmu dariku. Aku hanya ingin hadirmu..
-         Terlambat gadisku, aku sudah jatuh cinta padamu. Sejak dulu….

Tahukah kamu? (just story 2)

Tahukah kamu, sejak aku mengenalmu bertahun tahun yang lalu, mengenal sosok mandiri, yang kuat tetapi juga lembut, sosok yang nyaman untuk di ajak berbincang mengenai apa saja, sosok penggemar buku dan lagu..
Sejak itu, dunia tak lagi sama bagiku..

Tahukah kamu, entah kapan tepatnya, aku mulai menyukaimu.. 
Hatiku mulai merindu, gelisah, berdebar tak tentu.. seperti waktu remaja dulu.

Tahukah kamu, sejak saat itu aku mulai menunggu telepon dari mu, berharap kamu menghubungiku untuk suatu alasan, apa saja.. karena telepon darimu akan memuaskan rinduku.. 

Tahukah kamu, aku tak berani meneleponmu lebih dulu... karena aku tidak mau kamu tahu, bahwa aku sedang merindumu. 
Tahukah kamu, aku sangat tersiksa... Mengapa sebuah alasan saja tidak bisa kutemukan tanpa rasa mengada ngada?
Padahal  telepon itu jembatanku untuk bertemu denganmu..

Tahukah kamu, jika sudah bertemu, tak puas puasnya aku memandangmu, mendengarmu bercerita, melihatmu tertawa, melihatmu bekerja, mengatur dan memimpin segala sesuatunya...
Tahukah kamu, jika aku ingin selalu berlama lama bisa berada di dekatmu.

Tahukah kamu, aku nyaman dengan situasi seperti ini, situasi di mana kamu tidak menyadari bahwa aku ada. Karena dengan begitu, aku bisa bebas berkelana dengan semua rasa dan pikiranku sendiri, tanpa perlu takut, jika kamu mengetahuinya.
Dan seperti itulah kita, bertahun tahun lamanya...
Banyak peristiwa yang terjadi dalam hidup kita masing2, kadang kita saling membaginya, kadang tidak...

Tahukah kamu, hal itu tidak sedikitpun mengurangi semua rasaku untukmu... malah menambah rindu, jika sudah lama tidak bertemu, sudah lama tidak mendengar ceritamu...

Tahukah kamu, kadang aku teringat pada suatu senja, saat aku mengajarmu berkendara, di sebuah jalan sepi, yang banyak ditumbuhi ilalang di kanan kirinya, ditemani hembusan angin dan lagu lagu kesukaan kita..
Tahukah kamu, kamu...sangat cantik saat itu... lebih cantik dari biasanya, 
Kemilau mentari senja yang menimpa wajahmu dan hembusan angin yang menerpa lembut rambutmu, perpaduan sempurna ciptaanNya, alam dan kamu.. 
Sehingga tanpa sadar aku mengatakannya.. 
"Kamu cantik sekali......"
Tahukah kamu, betapa terkejutnya aku setelah dengan spontan mengatakan hal itu, aku kuatir, rahasia hatiku selama ini akan diketahui olehmu, jika aku melakukan satu kesalahan saja..

Tapi kamu tidak menyadarinya kan? 
Karena kamu tidak tahu bahwa aku ada..

Biarlah begini saja ya cinta..
Sampai suatu saat nanti aku mampu berkata..
"Tahukah kamu.......?"

Just story (end)



Kukunyah roti ini perlahan, katamu ini roti paling enak sedunia. Lembut. Legit. Bukan roti buatan sebuah bakery ternama, tapi roti buatan sebuah toko kecil yang memakai resep dari leluhurnya. 
Gerimis mulai turun, kuangkat wajahku, aku sedang berada di bawah penangkal petir terbesar di dunia, di kota cinta, namun hatiku hampa. 
Sepi di tengah keramaian, mungkin ini seperti rasanya. 
Kulihat banyak pasangan yang berciuman di bawah hujan dan di bawah naungan payung, kita juga pernah melakukan hal itu bukan? Bertahun yang lalu. Sebelum kamu menghilang dan lenyap seperti ditelan bumi. Mungkin aku juga yang malas mencari.
 
Sampai hari ini, aku tidak pernah tahu isi hatimu. Karena kamu tidak pernah mengutarakannya padaku. Dan aku sudah lelah menerka nerka. Aku tidak dapat mengambil kesimpulan hanya dari semua sikap dan perlakuanmu terhadapku.
Kamu juga tidak tahu isi hatiku, setidaknya kamu tidak akan pernah mendengar pengakuan itu dari mulutku. 
Kita adalah manusia manusia yang angkuh, yang menyangkali perasaan kita sendiri. 

Karena berbagai alasan, cinta (tidak lagi) hanya cukup untuk cinta...
Cinta menuntut lebih, keinginan untuk memiliki, raga dan jiwa, utuh, penuh...
Cinta menjadi terbatas karena norma norma yang mengikat kita...
Cinta menjadi perih ketika aku dan kamu hanya bisa merasakannya tanpa berani mengungkapkannya...

Sudahlah, biarlah semua yang sudah berlalu, benar benar berlalu.
Aku sudah mengingatmu sejenak, dan sekarang aku akan berjalan pergi menyongsong masa depanku. 
Kurasakan pelukan hangat, di bahuku. Dia sedang menatapku. Kutatap matanya yang biru. Dan kami berjalan perlahan meninggalkan penangkal petir itu di belakang kami.

*Separuh bumi dari penangkal petir terbesar itu, di sebuah negara yang 'gemah ripah loh jinawi'*

Kuperhatikan wajahnya yang tirus, sepertinya aku tidak bisa memberinya bahagia. 
Kupikir dia tahu bahwa hatiku bukan untuknya. 
Sikapku yang dingin dan begitu acuh terhadapnya, pasti bisa dia rasakan. Dia pernah bertanya siapa yang mengisi hatiku. Tapi aku tidak menjawabnya. 
Kehadiranku baginya, tidakkah itu cukup? 
Sudah kuserahkan ragaku untuknya, jangan pinta hatiku juga. 
Biarlah sedikit rasa yang tersisa ini kujaga hanya untukmu, untuk seseorang, yang kini entah sedang berada di mana... 
Yang  sampai kini, aku tak mampu berkata padanya,
"Tahukah kamu....?" 

Sabtu, 20 Oktober 2012

Secret admirer (empat)



Aku tahu dia sudah melewati banyak hal. Obat obatan dan tindakan yang dokter lakukan tidak banyak mengurangi deritanya. Terlebih aku tahu, betapa hampa hatinya dan hal itu yang mematahkan semangat juangnya untuk terus hidup. 
Aku tidak lagi mengiriminya lagu saat dia tidur, aku hanya ingin memeluknya, mengusap air matanya dan berbisik padanya, 
"Aku ada untukmu... Itu yang membuatku tertahan di sini.." 

Aku sebenarnya juga tidak mengerti bagaimana aku bisa berada di sini. Siapa aku sebelumnya. Bagaimana kehidupanku dahulu. Apa latar belakangku, di mana keluargaku dan lain lain. Aku hanya tahu, di sini aku bisa memperhatikan manusia manusia yang berbeda dimensi denganku. Dan dia adalah salah satunya.

Dan kini, aku tahu waktunya sudah dekat. Tidak ada lagi pergumulan yang dia rasakan, hanya kepasrahan. Aku jadi berpikir, apakah ia bisa mengenaliku jika kita bertemu nanti? Atau malah dia tidak akan bertemu denganku? Apakah akan sia sia penantianku jika hal ini terjadi?

Malam itu akhirnya tiba, dalam tidur panjangnya dengan tenang dia tinggalkan raganya yang fana. Tak ada sakit yang dirasa, hanya bahagia karena akan bertemu dengan Sang Pencipta. 

Seperti para pendatang baru yang lain, mengalami sedikit kebingungan itu wajar. Karena dalam seketika semua jadi berbeda. Dia cukup tenang menghadapi hal ini. Tidak tampak ketakutan yang tersirat di wajahnya.

Kuhampiri dia, dia menatapku dan bertanya 
"Siapa kamu? Apakah kamu malaikatNya? Aku sudah mati ya?"
"Hanya raga yang mati, jiwamu tidak. Aku bukan malaikatNya, aku sama seperti kamu..."
"Lalu, kapan aku bisa bertemu DIA?"
"Akan tiba saatnya..."

Lalu dia mengamati sekelilingnya, merasakan dimensi yang tak terbatas ruang dan waktu. Dan tiba tiba dia tertegun...
"Itu keluargaku...  Lihat, betapa sedihnya mereka. Tolong katakan pada mereka, bahwa aku baik baik saja di sini." 
"Maaf, aku tidak bisa membantumu. Mereka memang harus melalui tahap ratapan ini. Percayalah, mereka akan kuat, semua duka yang mereka rasa akan berlalu, namun  kamu akan tetap ada di dalam hati mereka. Sampai kapanpun. Tak akan tergantikan."

Dia mencoba mengerti kata kataku. 
"Mengapa aku tidak sedih ya?" 
"Karena kesedihan hanya bisa dirasakan oleh mereka yang masih memiliki raga."
"Aku merasa tenang dan nyaman... Apakah kamu merasakan hal ini juga?" 
"Ya..."
"Apakah aku pernah mengenalmu?"
"Tidak, kamu tidak mengenalku. Tapi aku mengenalmu... Aku yang suka mengirimi kamu  lagu dalam tidurmu."
"Oooh..ternyata itu kamu? Kamu tahu betapa aku ingin bertemu denganmu..!"
"Ya, aku tahu. Dan sekarang kita sudah bertemu..." 
"Terimakasih ya.."

Perlahan sekeliling kami menjadi terang namun tidak menyilaukan. Gerbang cahaya tampak di depan kami. 
Inilah saatnya... aku dan dia kembali padaNYa, Sang Empunya Kehidupan.
BersamaNya, tak ada lagi luka dan derita.

Kulihat sinar bahagia di matanya, dia menatapku dan bersama kami menuju tempat di mana tidak ada lagi air mata... 

Tamat

Secret admirer (tiga)

Sudah hampir tengah malam, tapi mataku tak juga mau terpejam. Suasana yang hening dan temaram mestinya mampu membuatku terlelap. Kurindu suara hujan yang jatuh di atas dahan, kurindu suara jangkrik hutan yang selalu kompak. tidak pernah fals dan tidak ada satu nadapun yang meleset padahal dihasilkan oleh ratusan kaki kecil mereka.
Kerinduanku akan alam membuat kantukku semakin jauh.

Tiba tiba samar terdengar sebuah lagu, sayup..tapi semakin lama semakin jelas..sebuah lagu yang sudah sangat lama..mengalun merdu membelah keheningan malam, dari radio yang menyala sendiri.


In your life there's a time for love ....
a choice to love or die

Ahh, aku tahu, itu kamu. Sekarang kamu sudah berani menunjukkan padaku kalau kamu ada? Kamu pasti tahu kalau aku belum tidur kan. 
Ayo, tunjukkan siapa dirimu. Seperti apa rupamu?
Kamu curang, kamu bisa melihatku, tapi aku tidak bisa melihatmu. Aku tidak takut padamu karena aku tahu kamu tidak bermaksud mengangguku. 
Aku ingat, sewaktu kecil dulu aku kerap melihat sesosok tubuh laki laki tinggi atletis melintas di belakangku, bayangannya memantul dari kaca lemari. Adikku juga pernah melihat sosok yang sama. 
Kamukah itu?
Jika ya, haaii kamu...aku sudah jadi wanita dewasa sekarang. Aku bukan gadis kecilmu lagi.  Sekian tahun kutinggalkan kamar ini, kini aku kembali dan kamu masih setia di sini. 
Siapa namamu? Bagaimana aku memanggilmu?
Mengapa kamu tetap tinggal di sini? Bukankah semestinya kamu sudah melewati gerbang cahaya dan berada di tempat di mana tidak ada lagi air mata?

Perlahan lagu berakhir dan hening kembali menemani malam.

Tungguuu, jangan pergi dulu...kirimkan aku satu lagu lagi...

Secret admirer (dua)

Aku menyebut kamarku autisroom. Aku bebas melakukan apa saja di sini. Mulai dari bekerja, membaca, menulis, mendengar musik, menonton televisi.Tapi sekarang aku kerap merasakan hal hal yang aneh di dalam kamarku. Seperti ada yang sedang memperhatikan aku lekat lekat. Tapi tidak ada siapa siapa di sini. Aku merasa ada yang sedang memata-mataiku. 

Kadang aku takut sendiri, tapi kadang aku merasa nyaman. Karena saat aku merasa sendiri dan kesepian, aku merasa bahwa ada sesuatu yang menemaniku. Aku tidak benar benar sendiri. 

Aku sering tertidur dengan musik yang masih menyala. Tapi pagi hari ketika terbangun, kamarku senyap. Entah siapa yang mematikan musikku. Aku tidak memasang timer pada home theatreku. Sejak itu, sebelum aku terlelap aku tidak lagi lupa mematikan musikku.

Tapi keanehan tidak berhenti sampai di situ. Aku kerap terbangun karena musik yang menyala tiba tiba. Dengan lagu lagu romantis kesukaanku. Lagu yang menenangkan hatiku yang berdegup kencang, yang biasa ku alami hampir setiap hari sebelum subuh...

Ini salah satu lagu yang pernah membuatku terjaga. Aku terbangun tepat di awal lagu...


Bisa kalian bayangkan seseorang membangunkan kalian dengan lagu lagu cinta. Sangat romantis bukan? 
Lama kelamaan aku mulai terbiasa dengan kehadirannya yang tidak kasat mata. Aku mulai menunggu pagi, menunggu lagu lagu yang akan dia mainkan untukku.

Tapi beberapa hari ini, pagiku sunyi. Aku terjaga tanpa lagu. Hanya ada aku dan mentari yang malu malu mengintip dari balik jendela kamarku. Ingin kubisikkan namanya yang entah siapa..

Kamu...siapapun kamu, tahukah kamu, betapa aku merindumu..
Rindu kehadiranmu yang menemani kesendirianku...
Rindu musik musikmu yang membuatku terjaga dari sesakku..
Aku berharap suatu hari nanti, aku bisa berjumpa denganmu..
Tunggu aku...

Secret admirer

Aku memang belum lama mengenalmu. Baru setahun ini. Sejak kamu pindah ke rumah ini. Awalnya aku tidak menaruh perhatian padamu. Bagiku kamu sama saja dengan wanita yang lain. Ya, ini bukan cerita tentang jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku bahkan tidak menyangka bisa jatuh cinta lagi. Itu menyalahi kodratku.

Tapi lama kelamaan, kamu mulai menarik perhatianku. Caramu tertawa, mungkin itu yang membuatku suka padamu. Membuatku ingin masuk ke dalam pikiranmu, dan melihat apa yang ada di dalam sana. Aku ingin menjadi bagian dari sel sel kelabu di dalam kepalamu, aku ingin membuatmu lebih  sering tertawa. Ya..kamu jarang tertawa. Karena itu, tawamu sangat berarti untukku. 

Kamu mungkin tidak tahu, betapa aku sangat memperhatikan kamu. Aku tahu kebiasaan kebiasaan kamu. Jam berapa kamu bangun, apa aktifitasmu sehari hari, apa yang bisa membuatmu tertawa atau menangis, makanan kesukaanmu, gayamu berpakaian, hobimu, bahkan ritualmu sebelum tidur , hampir semua hal pada dirimu aku tahu. Bukannya sombong, bukan juga sok tahu, aku hanya memperhatikan kamu dengan teliti. 

Katakanlah aku stalker, walau aku lebih suka menyebutnya secret admirer.
Yaaa, karena aku tidak mampu mengungkapkan rasa cintaku. Aku hanya bisa diam diam mengagumimu. Aku tidak ingin membuatmu takut dan menjauh bila aku mengungkapkan semua rasa ini. Kamu tahu bagaimana beratnya?

Sampai akhirnya aku tak mampu lagi menahan diri. Pada suatu malam, kamu tertidur dengan airmata yang masih menggenang di pelupuk mata. Berkali kali kamu menarik nafas panjang. Apa yang membuatmu begitu sedih? Hatiku rasanya bagai teriris melihatmu menahan tangis seperti itu. Aku ingin memelukmu, mengusap rambutmu dan memberikan dadaku sebagai tempat curahan hatimu. Tapi kamu tahu, aku tak bisa melakukan itu. Yang bisa kulakukan hanya mematikan radio saat kamu mulai terlelap. Yaa, kamu selalu tidur diiringi alunan musik dan kamu sering lupa mematikannya.

Beberapa hari ini, aku melihatmu mengalami "serangan fajar", istilahmu untuk sesak yang datang menjelang subuh. Ingin rasanya kuberikan semua kekuatanku untuk membantumu bernafas. Kamu tahu, aku khawatir melihatmu sakit seperti itu. Aku tahu, aku harus melakukan sesuatu agar kamu terjaga dari tidurmu, karena kalau aku mendiamkanmu dalam keadaan itu, sesuatu yang buruk bisa terjadi padamu. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menyalakan radio, supaya kamu langsung terjaga dari lelap dan sesakmu saat mendengar sebuah lagu. Kemarin kukirim The Ghost of You dari MLTR untukmu. Hari ini kukirim Winter Sonata. 

Dan kamu memang langsung terjaga begitu mendengar radio menyala. Aku tahu debar jantungmu tak beraturan saat itu. Tapi kamu sudah tahu harus melakukan apa saat seperti ini. Kamu mengambil masker oksigen dan memasangnya pada wajahmu. Itu membantumu bernafas lebih lega.

Aku tahu kamu sempat kaget, dan bertanya tanya mengapa radio bisa menyala sendiri. Aku tahu kamu mengecek remote home theatre mu. Tidak ada yang salah dengan benda itu sayang....
Aku bahkan tahu, ketika kamu mulai berpikir tentang kehadiranku. Aku tahu, dengan bercanda kamu mengatakan pada temanmu, bahwa ada hantu yang romantis di kamarmu, yang suka membangunkanmu dengan lagu cinta.

Kamu benar sayang. Aku ada. Aku memang hantu romantis yang kerap mematikan radio saat kamu terlelap dan menyalakan radio saat kamu sesak. Kamu tahu, betapa aku mencintaimu dan tidak ingin hal yang buruk terjadi padamu. 
Kalau aku tidak membangunkanmu pagi itu, mungkin saat ini kamu sudah bertemu denganku. Sudah mengenalku. Ahh, betapa aku akan sangat bahagia. Tapi aku tidak melakukannya bukan? Karena aku ingin kamu bahagia, lebih dari segalanya, walau itu tanpaku. 
Ini bukan pengorbanan, ini cinta. 
Jadi tetaplah hidup, jangan menyerah, ketahuilah, aku di sini selalu menunggu tawamu...

(terimakasih, kamu)



Kamis, 18 Oktober 2012

Mama....



Aku menemukan buku tua ini ketika sedang membereskan gudang. Di dalam sebuah box plastik bercampur dengan barang barang lainnya. Di dalamnya ada sebuah kotak berisi singing bowl, sebuah tempat perhiasan berisi beragam gelang batu, blue safir, mutiara, ruby, giok, amethys, dan masih banyak lagi. Juga sebuah flashdisk yang entah masih bisa berfungsi atau tidak.

Lama kupandangi benda benda ini. Ingatanku terlempar jauh ke suatu masa... saat mama masih ada. Barang barang ini miliknya. Beliau meninggal saat aku masih kecil. Aku sangat kehilangan dia. Tak kurasakan lagi hangat pelukannya, cerita cerita lucunya dan tak kutemukan lagi tempat aku mengadu dan bertanya.

Perlahan kubuka buku yang kertasnya mulai menguning. Tidak semua halamannya terisi penuh, beberapa lembar masih tampak kosong. Aku mencari posisi yang nyaman sebelum mulai membacanya.

Mimi sayang...
Maafkan kalau kamu merasa mama sedikit menjauh darimu akhir akhir ini. Itu karena mama pikir jika mama tidak sempat melihatmu tumbuh  menjadi dewasa, kamu tidak akan terlalu sakit karena kehilangan mama. Mama sayang kamu nak... hidupmu terus berjalan dengan atau tanpa kehadiran mama. Karena itu kamu harus jadi anak yang kuat, sehat dan berbahagia. 
Itu baru anak mama!! 
Di halaman berikut, kamu akan menemukan jawaban atas pertanyaan yang mungkin kamu ajukan dan mama tidak sempat menjawabanya, karena mama sudah tidak ada. Mama juga punya banyak buku, yang  bisa mewakili mama menjawab pertanyaan pertanyaanmu tentang hidup. jika kamu menginginkan jawaban versi mama, bacalah tulisan tulisan di bawah ini. Mama tidak sebijak mereka, nak... Tapi mama mencintai kamu.

Kematian.
Ini adalah satu hal yang pasti dalam hidup nak. Yang tidak kita ketahui adalah waktu dan caranya. Kematian adalah hal yang alami. Semua orang akan mengalaminya. Raga hanya bersifat sementara, tetapi jiwa itu kekal. Mama mungkin tidak bisa mendampingimu secara fisik, tapi jiwa, cinta dan kasih sayang mama selalu ada untukmu, dan kamu bisa rasakan itu di dalam hatimu. 
Dan, karena kita semua pasti mati, maka hargailah hidup!!

Inner beauty.
Masih ingat Cesar si pelatih anjing itu? Kamu suka sekali acara itu. 
Kamu bilang "Cesar keren ya ma..."   
Keren kenapa sayang?
"Dia hebat, bisa membuat anjing anjing itu menurut."
Ah, bijak sekali anak mama ini. Menurutmu Cesar bukan keren karena dia tampan, tapi karena kemampuannya melatih anjing.
Mama tidak perlu menjelaskan lebih banyak lagi, tapi jika suatu saat rasa percaya dirimu mengalami krisis karena masalah fisik (biasanya pada masa pubertas, gadis gadis suka merasa dirinya kurang cantik), ingatlah bahwa kamu cantik dan seseorang bisa jadi sangat menarik karena ketrampilan yang dia miliki, karena pribadinya yang baik, dan karena kasihnya pada sesama. Jadi, asahlah talentamu, indahkan kepribadianmu dan lembutkan hatimu. 

Temanku rese..
Hahahaha, anakku sayang. Seumur hidup, kita seringkali bertemu dengan orang orang yang bersikap tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kamu menyebutnya "rese"... 
Untuk ini, pesan mama hanya satu,
"Jangan biarkan orang lain merampas kebahagiaanmu". 
Si cacing yang mengajarkan hal ini pada mama, baca bukunya juga ya.

Ulanganku jelek..
Apakah kamu sudah belajar dengan baik? Ada hal hal yang tidak kamu mengerti? Jika itu semua sudah kamu lakukan, tetapi hasilnya tidak seperti yang kamu harapkan, tak mengapa nak..tenanglah. 
Mama tidak menuntutmu untuk selalu bagus di segala bidang, mama hanya memintamu untuk mengoptimalkan seluruh kemampuan yang sudah diberikan Tuhan padamu, kepandaian (dengan IQ 130, kamu pasti lebih mudah menyerap semua pengetahuan), kesehatan dan semangat untuk terus maju.

Jatuh cinta.
Ah, anak mama sudah bisa merasakan cinta. Siapa dia sayang? Semoga dia pemuda yang baik ya.
(Sudah? Begini saja pesannya?)
Yaa, apalagi yang bisa mama katakan, selain..
Selamat menikmati... ;)

Patah hati.
Sungguh mama tidak mengharapkan kamu berlama lama berduka karena patah hati. Patah hati itu jalan yang membuat kita menjadi lebih dewasa, lebih  bijak, lebih hati hati, dan menemukan orang yang tepat.  nantikan indahnya pelangi setelah hujan ya. Peluk sayang...

Bokek..
Whahahaha, ini seru.. kalau orang orang bilang hidup itu seperti roda yang berputar, kamu mungkin akan menjawab.. Ahh, basi.. 
Jadi mama akan menjawab dengan cara lain ya.
Nak, carilah sumber sukacita yang abadi. Itu tidak akan kamu temukan pada harta, kerena harta tidak abadi, bisa habis. 
Dan anak mama yang pintar ini, pasti tahu apa yang mama maksud dengan "sumber sukacita yang abadi"... 

Sakit.
Ke dokter ya?....

Masih ada beberapa  tulisannya, namun aku tak sanggup membacanya lagi. Airmataku mengalir tak henti sedari tadi. Dia mamaku, betapa aku mencintainya. Dia tahu, dia tidak bisa menemaniku dan melihatku tumbuh dewasa. Dia meninggalkan catatan catatan ini, sehingga aku tetap bisa merasakan keberadaannya...

"Mama...."
Suara indah itu membuyarkan lamunanku.
"Mama nangis ya?"
Tidak sayang, jawabku dalam hati, kuangkat dan kupeluk tubuh mungilnya erat. Mama sayang kamu... putri  kecilku.. 

Selasa, 16 Oktober 2012

Cintaku jauh di pulau (tiga)

Enam bulan sudah berlalu. Hubunganku dan Astrid baik baik saja, selama tidak membahas tentang Yudhis. Suatu hari, Astrid mengajakku bermalam di villanya. Kami berangkat berdua saja. 
Villa kayu di tepi kebun teh ini sangat nyaman, kuharap suatu hari nanti aku juga  bisa memiliki villaku sendiri. Suasananya tenang, udaranya sejuk. Sejauh mata memandang hanya hamparan hijau pohon teh. Kadang monyet monyet hutan suka turun sampai ke sini. Berada di sini seperti terlempar tiba tiba ke dimensi berbeda. Dari hiruk pikuknya kota, mendadak senyap yang ada.

Menjelang sore, Astrid mengajakku duduk di beranda. 
"Beb, aku mau bicara. Tentang Yudhis. Please, dengarkan saja. Jangan lari lagi. Ini sangat melelahkan untukmu kan?"
Dan Astrid mulai bercerita tentang mengapa Yudhis sampai tega 'membohongi'ku. 

Yudhis pemuda blasteran Jawa Belanda (itu kenapa dia tampan sekali) Ibunya berasal dari keluarga yang sangat ketat menjaga budaya. Masih berdarah biru. Tapi ibunya memilih untuk menjalani pilihan hidupnya sendiri, menikah dengan laki laki berkewarganegaraan asing, bangsa yang pernah menjajah tanah leluhurnya sendiri. Karena itu orangtuanya tidak pernah merestui pernikahan mereka. Mereka menganggap ibu Yudhis sudah mempermalukan keluarga sehingga akhirnya mereka memutuskan hubungan. 
Ibu Yudhis pergi meninggalkan Indonesia dan tinggal di Belanda. Yudhis besar di sana, tapi orangtuanya sering mengajak Yudhis ke Indonesia. Memperkenalkan tanah airnya, keindahannya dan kekayaan alamnya.
Yudhis mempunyai seorang adik perempuan. Cantik. Kakinya cacat. Tungkainya mengecil karena polio yang terlambat diketahui. Dia wanita yang cerdas dan mandiri. Cacat kaki tidak jadi penghalang baginya untuk meraih cita dan cinta. Dan dia memilih seseorang yang bisa menerimanya dengan segala kekurangannya, pilihannya jatuh pada seorang 'wanita', setelah beberapa lelaki mematahkan hatinya.
Tentu saja pilihan ini mengejutkan ibunya. Ibunya berpikir, ini adalah balasan atas apa yang pernah diperbuatnya dulu terhadap kedua orangtuanya. Ibu Yudhis mengalami depresi berat ketika adik Yudhis memilih untuk pergi dan tinggal di Canada bersama kekasihnya. 
Waktu berlalu. Manusia berubah. Menjadi semakin matang dan semakin bijak. Keadaan ibu Yudhis mulai membaik, mulai bisa menerima semua kenyataan yang ada. Bahkan mulai menjalin hubungan lagi dengan keluarga di Solo. 
Tapi buat Yudhis, hal ini sangat membekas di hatinya. Bagaimana sulitnya manusia untuk menerima sesuatu yang berbeda. Bahkan sampai bisa merusak hubungan darah sekalipun. 

Karena itu Yudhis mulai mencari jati dirinya. Sebagai fotografer tidak ada moment yang sama, yang dibidiknya sampai dua kali. Semua berbeda. Karena itu juga Yudhis berkeliling dunia, tidak hanya untuk mencari obyek dari fotonya. Tetapi juga untuk bertemu dengan banyak orang dengan budaya, bahasa dan norma yang berbeda beda.  
Sesuatu bisa menjadi peraturan di satu tempat, tapi tidak di tempat lain. Sebuah budaya bisa bertolak belakang dengan budaya lain. Jika hanya karena perbedaan cara pandang, mengapa harus membenci, bahkan sampai terjadi pertumpahan darah.

Karena itulah Yudhis sangat menginginkan kekasih yang mempunyai pikiran terbuka. Dan cintanya jatuh pada seorang gadis dari negerinya sendiri. Cinta pada pandangan pertama. Tapi hatinya ragu, karena gadis itu terlihat masih begitu muda, gayanya kekanakan dan iseng setengah mati. Dan karena ingin segera mengetahui bagaimana cara pandang gadis itu terhadap sesuatu yang berbeda, tanpa pikir panjang, kebohongan itu spontan terlontar begitu saja. Kebohongan yang ia sesali seumur hidupnya. 
Karena nyatanya, kemudaan gadis itu berbanding terbalik dengan kematangan pola pikirnya. Dan panah cinta yang sudah tertancap begitu dalam, tidak mudah dicabut begitu saja tanpa mengoyak hati. 

Astrid menghela nafas panjang dan menyudahi kisahnya. 
Aku termenung. Aku tahu pasti ada penjelasannya. Tapi tidak menyangka seperti ini kisahnya. Aku merasa diriku sangat arogan, angkuh, jahat dan tak punya maaf. Yudhis sudah berkali kali meminta maaf, tapi aku tidak menggubrisnya. Malah asik sendiri meratapi nasib. 
Siapakah aku sampai tidak bisa memberi maaf? 
Bukankah aku juga sering melakukan kesalahan, tapi Tuhan Sang Maha selalu punya maaf untukku. 
Bukankah aku pernah berkata padanya, bahwa aku bukan hakim, aku tidak punya kapasitas untuk menilai dia. Tapi lihatlah perbuatanku sekarang!! Tak kuingat sebuah firman..

"Siapa yang tidak pernah berbuat salah, bolehlah ia mengambil batu, dan melemparkannya pada pendosa itu...."

Airmataku bergulir jatuh. Berapa lama aku kehilangan diriku yang pemaaf, dan penuh kasih sayang. Aku bagai orang asing di atas keangkuhanku sendiri.
Astrid memelukku lalu berkata,
"Beb, lusa Yudhis akan berangkat ke New Zealand. Untuk waktu yang cukup lama. Tidakkah kamu ingin menemuinya? Sebagai seorang teman mungkin? 
Aku berusaha tersenyum, namun pedih yang kurasa. 
"Aku tidak pantas untuknya Trid. Aku bukan gadis yang berpikiran luas seperti yang dia inginkan. Aku bahkan tidak bisa memaafkan karena pikiranku picik dan sempit..."




** sepuluh tahun kemudian **

Tak terasa masa muda berlalu sudah. 
Astrid sudah menikah dengan Elmo, mereka sudah memiliki seorang putri. Raya, 5 tahun sudah usianya.  
Yudhis? Aku tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Aku tidak menemuinya ketika dia memutuskan untuk meninggalkan Indonesia. Ketika belakangan ini marak  berkembang berbagai jejaring sosial, aku sempat melihat foto Yudhis yang di tag Elmo di salah satu albumnya, dia sedang mengendong seorang anak perempuan kecil, mungkin baru 2 atau 3 tahun usianya. Aku turut berbahagia melihatnya. Tulus....

Dan aku? Orangtuaku mewariskan anak tunggalnya ini, sejumlah uang yang aku pakai untuk membeli sebuah kabin kayu di tepi kebun teh. Aku tinggal di sini sekarang. Udaranya yang sejuk baik untuk kesehatanku. Suasananya tenang. Aku tinggal sendiri. Tidak ada laki laki lain yang singgah di hatiku setelah kepergian Yudhis. 
Apalagi setelah dokter menyatakan bahwa ada kelainan pada jantungku dan itu akan menjadi penyulit kalau aku hamil. Aku memutuskan untuk hidup sendiri, supaya tidak jadi beban bagi pasanganku dan keluarganya.
Karena kondisiku tidak terlalu baik, maka kuputuskan untuk meninggalkan kota dan hiruk pikuknya. Kutinggalkan pekerjaan dan rutinitasku dulu. Sesekali aku masih "turun gunung" untuk memberi training. Aktifitasku sehari hari, adalah menulis, melukis, berkebun dan menyalurkan ke'iseng'anku (teteup) dengan mengajar dan bermain dengan anak anak pemetik teh yang tinggal tak jauh dari kabinku.

Suatu hari rumahku kedatangan tamu. Astrid datang!! Ah betapa aku rindu padanya dan putri kecilnya, Raya. Pada celotehannya yang tak henti henti. Tapi ternyata Astrid tidak datang bersama Raya. 
Dia datang bersama...... Yudhis.....!!
Dia masih setampan dulu. Senyumnya, cara berjalannya, masih seperti dulu. 
Aku sibuk menenangkan degup jantungku. 
Tenang beb..tenang.. Ingat sakitmu. 
Kucoba menarik nafas panjang, namun tak berhasil. 
Astrid dengan santai berkata, 
"Beb, sorry ya, Raya dan Elmo tidak bisa ikut ke sini, aku juga hanya bisa mampir sebentar, cuma mau men'drop Yudhis saja!"
Astrid langsung pergi meninggalkan aku dan Yudhis.

Aku tidak tahu harus memulai pembicaraan darimana. Aku masih merasa canggung dengan orang yang pernah dekat sekali dengan hatiku dulu. Aku merasa ada kupu kupu beterbangan di perutku. 
"Apa kabar beb?"
Yudhis memulai percakapan lebih dulu.
"Baik... bagaimana denganmu? Masih memotret? Kapan tiba di Indonesia?"
"Hahaha, beb.. kamu masih seperti dulu ya? Selalu memintaku untuk bercerita lebih dulu."
Astaga, kepo sekali aku ini. Malu rasanya. Mau kusembunyikan di mana wajahku.
"Beb, kali ini aku ingin mendengar ceritamu lebih dulu. Bagaimana kondisimu?"
Mungkin Astrid sudah menceritakan tentang kesehatanku padanya. Sebenarnya, aku ingin bercerita sekilas saja, tapi tatapan matanya, yang begitu serius mendengar kisahku, membuatku ceritaku mengalir panjang lebar. Semua tumpah begitu saja. 
Aku baru berhenti ketika menyadari bahwa nafasku mulai sesak karena terlalu banyak bicara. 
Yudhis meraih jemariku dan menggenggamnya. Lama. 
"Gadis iseng yang suka menangis seperti bayi lapar" ini, mulai menitikkan air mata lagi.
Lembut Yudhis menarikku dalam pelukannya. 
Sejenak aku terlena. 
Aku ingin waktu berhenti saat ini. 
Tidak ada masa lalu dan tidak perlu ada hari esok. 
Tapi tombol 'pause' tidak ada dalam hidup. Berkelebat dalam ingatanku, foto Yudhis yang sedang menggendong seorang anak perempuan kecil. Dia bukan milikmu beb.. 
Kulepaskan pelukannya.

"Yud, sekarang giliranmu bercerita...Jangan buat aku menunggu lagi. 
Yudhis mulai bercerita tentang kegiatannya sepuluh tahun terakhir ini. Masih memotret, masih berkeliling dunia, dan mulai berpikir untuk menetap di suatu tempat.
"Bagaimana keluargamu?" tanyaku lagi.
"Orangtuaku masih di Belanda. Adikku masih di Canada. Aku sering mengunjungi mereka. Eyangku sudah tidak ada."
"Bagaimana dengan istri dan putri kecilmu?"lanjutku.
"Istri? Anak? Yudhis terdiam sejenak.
"Aku bahkan belum jatuh cinta lagi sejak sepuluh tahun yang lalu..." lanjutnya heran.
"Lalu, siapa anak perempuan kecil yang kamu gendong itu? Yang kulihat di album foto Elmo?" tanyaku sudah terlanjur malu.
Yudhis terdiam sejenak, dahinya berkerut berusaha mengingat. Dan tiba tiba dia menarikku lagi dalam pelukannya. Aku meronta. Tapi dia mendekapku erat. Dia berbisik di telingaku.

"Jangan hindari aku lagi beb. Satu dasawarsa sudah kita menunggu, tidak cukupkah itu mendewasakan dan menguji cinta kita? Bukti apa lagi yang masih kita perlukan? Aku belum menikah beb, yang kugendong itu keponakanku, anaknya Laras adikku. Yaa, singkatnya Laras putus dengan kekasih wanitanya dulu. Lalu menemukan cinta sejatinya pada Richard. Mereka menikah dan sudah memiliki seorang putri sekarang, Tiara namanya. 
Yudhis terdiam sejenak...
Beb, maukah kamu menemaniku menjalani hari tua kita bersama? Aku akan menjaga dan merawat sakitmu. Jangan pikirkan soal anak, kita bisa adopsi jika kamu mau. Banyak anak anak terlantar di luar sana yang membutuhkan kasih sayang. Orangtuaku tidak menuntut apa apa padaku. Mereka hanya ingin aku berbahagia dengan orang yang aku cinta. Dan itu kamu."
Yudhis mengecup keningku lembut. 

Pernahkah kalian melihat senja seindah ini? 
Lembayung jingga, angin sepoi sepoi, suasana hening begitu damai dan kekasih hati yang memelukku, terjawab sudah semua penantianku selama ini.  
   
Dan sekarang, di sinilah aku berada, di sebuah kabin kayu, yang diberi nama Rumah Cinta. Di kaki gunung, di tepi kebun teh, ditemani belahan jiwaku tercinta...Yudhistira..

The end

Kamis, 11 Oktober 2012

Cintaku jauh di pulau (dua)




Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan oleh - oleh buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

(Chairil Anwar,1946)

Cintaku jauh di pulau, gadis manis sekarang iseng sendiri...
Itu aku.
Hari terus berjalan, aku disibukkan dengan rutinitas harianku. Hubunganku dengan Yudhis bertambah dekat. Tapi tanpa percikan api asmara lagi. Hatiku mulai tenang. Yah, sejujurnya kadang masih terpukau juga.  Hanya sadar diri, tidak punya kans untuk menang. Dan bersahabat seperti ini mungkin lebih menyenangkan.
Aku tidak pernah menceritakan pada siapapun, termasuk Astrid, tentang pengakuan Yudhis waktu itu.  Biarlah kalau kelak mereka tahu, itu berasal dari Yudhis sendiri. 

Yudhis mengajariku memotret. Kami jadi sering pergi bersama untuk mencari obyek foto kami. Aku lebih suka memotret obyek yang diam, tak bergerak. Aku tidak cukup sabar menunggu moment. Mungkin memang tidak bakat menjadi fotografer. 
Sementara Yudhis bisa tahan berjam jam menunggu moment dan mencari sudut bagus untuk mengambil gambar. Kadang itu berada di posisi yang sulit dijangkau, riskan dan membahayakan.

Seperti hari ini, Yudhis berusaha mengambil gambar sarang burung yang isinya 3 ekor anak burung yang baru menetas. Bulunya masih basah dan mereka menciap ciap meminta makan. Persis seperti yang aku lihat di film kartun. Tapi kali ini nyata. Ada di depan mata. Yudhis hendak mendekati  sarang burung itu, dia memanjat sebuah dahan, dia mahir memanjat. Masalahnya, pohon itu terletak nyaris di bibir jurang, dan tiba tiba kulihat seekor burung besar terbang mendekat, aku memekik kaget dan entah bagaimana kejadiannya tiba tiba Yudhis terjatuh, tubuhnya tergelincir dan nyaris masuk ke dalam jurang, tepat ketika sebelah tangannya meraih sebatang tunggul pohon kering. Separuh nyawaku terbang. Reflek kuulurkan tanganku pada Yudhis yang tengah bergelantungan. Dengan tetap tenang Yudhis berkata, 
"Kamu tidak akan kuat menahanku beb, peluklah pohon itu dan julurkan kakimu". 
Kuturuti perintahnya, dengan kedua tangan aku memeluk batang pohon tempat sarang burung itu berada dan kujulurkan sebelah kakiku ke arahnya. Dia menggapai, meraih memegang sebelah kakiku dan perlahan merayap naik. 
Sesampainya dia di atas, aku langsung memeluknya dan tangisku pecah di dadanya. Aku begitu takut, seluruh tubuhku gemetar. Yudhis memelukku erat, sampai bisa kudengar debar jantungnya.
 Dia berusaha menenangkan aku, 
"Aku tidak apa apa beb... aku tidak apa apa" 
Tapi tangisku tak juga reda. 
Dibelainya rambutku, perlahan dia melonggarkan pelukannya, dipegangnya daguku sambil menatap wajahku dan perlahan dia mengecup lembut keningku.
"Aku tidak akan membuatmu menangis lagi beb, aku janji!"

Tulang kering kaki kirinya retak karena kejadian itu. Kakinya harus digips. Aku menjaganya di rumah sakit, bergantian dengan Elmo dan Astrid. Orangtua Yudhis sudah lama menetap di Belanda. Adiknya tinggal di Canada. Di sini hanya ada eyangnya yang menetap di Solo. 
Aku suka membuat grafiti di gipsnya, kugambari sebuah cerita tentang tokoh Yudhistira versi wayang modern. Gambar itu membuat teman teman yang membezuknya bertanya tanya, siapa perupa'nya. Yudhis mengenalkan aku pada teman temannya. 
"Gadis iseng yang menangis seperti bayi lapar ketika aku jatuh...." 
katanya dengan mata jenaka sambil melirikku. Aku pura pura tidak mendengarnya.

Hari ini Yudhis boleh pulang, dia kembali ke apartemennya. Elmo tinggal di sana malam ini. Aku pulang bersama Astrid. Sudah lama kami tidak berbincang bincang berdua saja. Di perjalanan Astrid bertanya, 
"Beb, Yudhis udah nembak belum?"
"Hah? Ya ga lah. Yudhis sudah punya pacar tau." jawabku.
"Pacar? Di mana? Siapa namanya? Qo cerita Elmo berbeda? Memang kamu pernah ketemu dia beb?" Astrid memberondongku dengan pertanyaan.

Aku terdiam. Ya, aku baru sadar, kalau aku tidak pernah menanyakan namanya, tidak pernah bertanya di mana dia, aku juga tidak pernah melihat Yudhis menelponnya saat sedang bersamaku, walau itu  bisa berhari hari lamanya. Tidak pernah melihatnya mencuri curi waktu untuk membuat pesan singkat atau menerima telepon. Kami tidak pernah membicarakan soal 'kekasih' lagi setelah malam terakhir di pulau itu.

"Beb... Yudhis itu sayang kamu. Elmo yang bilang padaku. Yudhis pernah mengatakannya. Tapi mungkin masih menunggu waktu yang tepat  untuk mengatakannya. Aku pikir malah kalian sudah jadian. Kalian dekat sekali." 

Aku terkejut mendengar perkataan Astrid. Tidak mungkin Yudhis menyukaiku. Akhirnya pertahananku jebol juga. Dengan hati hati aku berusaha memilih kalimat yang tepat.

"Trid, apa kamu dan Elmo benar benar tidak tau? Yudhis itu gay."

Kutunggu reaksi Astrid, dia tertegun, aku sudah menduganya, dia pasti tidak menyangka. 
Tapi tiba tiba dia tertawa terbahak bahak, sampai keluar air mata, dan memegangi perut. 

"Whahahahaha, kata siapa beb?...kata Yudhis? dia bilang gitu? whahahaha... itu bisa jadi keajaiban dunia kesepuluh beb... Dia normal beb..dan dia jatuh cinta padamu..whahaha..Yudhis gay? whahahaha..."

Aku terdiam. Jadi selama ini, dia sudah membohongiku? Apa maksudnya? Kenapa? Mengapa dia mempermainkan perasaanku. Dan dengan tolol aku percaya begitu saja kata katanya. Dadaku tiba tiba sesak penuh amarah.
Astrid terdiam ketika melihatku tidak ikut tertawa.

"Beb...maaf ya beb.. Aku tidak bermaksud menggodamu."
"Tidak apa Trid, aku tidak marah padamu. Beri aku waktu ya?"

Setelah aku mengantar Astrid, aku kendarai mobilku tak tentu arah sampai aku tiba di pinggir kota, kutepikan mobil dan menangis sepuasnya. Sungguh tidak menyangka semua ini bisa terjadi. Teganya Yudhis membohongiku. 
Tak tahukah dia semua yang aku rasa? Rindu, sedih, cinta, kuatir, semua hanya untuk dia. Dia sia siakan hanya untuk sebuah kebohongan? Apa maksudnya? Aku hanya ingin menjadi temannya. Itu cukup untukku. tapi tolong jangan bohongi aku. Kebohongan yang mengubah duniaku.

Sejak saat itu, kutahan diriku untuk tidak menghubungi Yudhis. Walau aku ingin tahu bagaimana kondisinya. Berkali kali Yudhis, Astrid bahkan Elmo, menelponku, mengirim pesan pendek untukku, mengajak bertemu untuk membicarakan semua. Aku tidak meresponnya. Please, aku butuh waktu.

Dan ini sms terakhir yang kuterima dari Yudhis, sebelum aku mengganti nomor ponselku. 
"Beb, aku tahu aku salah. Aku juga tahu permohonan maafku tidak akan mampu mengobati semua luka yang sudah kutorehkan di hatimu. Aku pernah berjanji tak akan membuatmu menangis lagi dan aku tak bisa menepati janji itu. Ijinkan aku menebus semua salahku beb..."

Aku tidak membalasnya. Aku ingin melupakan dia. Ingin kukubur dalam dalam semua cerita ini. Aku tahu pasti ada penjelasan dibalik semua ini. Tapi hatiku terlalu terluka untuk mau mengetahuinya. Toh penjelasannya tidak mengubah apa yang sudah terjadi. Faktanya hanya satu, dia sudah membohongiku. Perlahan kututup pintu hatiku untuknya dan kukunci rapat rapat. Kuharap waktu akan menyembuhkan semua luka.


 Dan sekarang, di sinilah aku berada, di atas sebuah yacht, yang diberi nama Blue Dolphin. Di tengah laut biru dengan langit yang cerah.. 
Namun tak ada lagi dia yang sibuk mempersiapkan alat pancingnya........   

Selasa, 09 Oktober 2012

Cintaku jauh di pulau (satu)


Di sinilah aku berada, di atas sebuah yacht, yang diberi nama Blue Dolphin. Di tengah laut biru dengan langit yang cerah dan si dia yang tengah sibuk mempersiapkan alat pancingnya.  
Aku sebenarnya hanya menemani Astrid . Pacarnya hendak pergi memancing bersama dengan beberapa orang temannya. Dan Astrid mengajakku, supaya tidak jadi jadi satu satunya wanita di antara mereka. Awalnya aku tidak mau ikut. Aku suka laut, tapi aku tidak suka memancing. Membosankan menurutku. 
Tapi Astrid merayuku dengan mengeluarkan selembar foto, 
"Dia ikut beb...!"
Aku terkejut melihat wajah di foto itu. Yudhistira... 
Dia masih setampan dulu. Dengan rambut gondrong ikalnya, dia sangat menawan hati. 
"Aku ga tahu kalau Yudhis berteman dengan Elmo, beb.. " kata Astrid.
Elmo itu nama pacarnya Astrid, bukan boneka merah dari sesame street.
Astrid berusaha menjelaskan, 
"Aku baru tahu beberapa hari lalu kalau ternyata Elmo mengenal Yudhis dengan baik."
Astrid tahu, sudah lama aku suka Yudhis. Tapi aku bahkan belum pernah sempat berkenalan dengannya. Aku hanya mengenalnya melalui foto fotonya yang sering dipamerkan dan masuk majalah, bahkan majalah sekelas NatGeo, menjadi tempat dia memajang hasil karyanya. Yudhistira seorang fotografer.

Sebelum naik kapal, kami sempat berkenalan tadi. Senyumnya manis. Tapi tak berlebihan. Dan ketika Astrid mengatakan padanya bahwa aku adalah penggemarnya, dia hanya tertawa memamerkan deretan gigi putihnya. Duh, jantungku jadi berdebar tak menentu. Pipiku pasti merona walau tanpa blush on.

Sambil memperhatikan mereka bersiap siap memancing, aku mengambil sebuah joran/pole. Baru kali ini aku memegang alat pancing ini. Kupikir mudah, hanya tinggal diputar untuk menarik atau mengulur benangnya. Mata kailnya berwarna warni dan dililitkan sejumput lumut  sebagai umpan. Kutanya, kenapa bukan cacing yang jadi umpan?
Mereka hanya tertawa...
Ah, mungkin ikan ikan sekarang sudah jadi vegetarian. 

Tanpa rumus, tanpa cara khusus, ku lemparkan kailku ke laut, ups... berhasil. Selanjutnya bagaimana? Mungkin menunggu sampai ada ikan yang tergoda dan menyambar umpanku. Lama,tidak ada tanda tanda ikan yang tergoda, pelampung bergoyang goyang tertiup angin. Suasana tenang. Semua sudah asik dengan pancing masing masing. Kecuali Astrid. Dia memilih untuk membaca sambil berleha leha.

Tiba tiba sesuatu menarik pancingku, aku kaget, sentakannya sangat kuat dan mendadak. Aku memekik. 
"Strike...!!!"
Tali pancingku ditarik dengan keras dan aku nyaris terjungkal, karena tidak berdiri dengan posisi kuda kuda yang mantap. Kudengar Astrid meneriakkan namaku, bersamaan ketika kurasa sepasang lengan kokoh memelukku dari belakang. Tak sempat lagi aku menoleh, aku hanya berpikir harus memenangkan tarik tambang ini. Aku tidak tahu siapa lawanku, baronang, giant trevally atau paus biru... 

Tarik ulur dimulai. Tidak sampai sepuluh menit,pertandingan selesai. Tapi sayang sekali, bukan aku yang berhasil memenangkan pertandingan kali ini. Ketika tali pancingku putus, pelukan dari sosok di belakangku juga mengendur. Penonton serentak mengeluarkan suara kecewa, yaaahhh...

Ya sayang sekali. 

Barulah aku sempat menoleh, ternyata Yudhis yang memelukku tadi. Aku sangat terkesan dengan gerak refleknya, kesigapannya dan sepuluh menit pelukannya. Haha.. Kulihat Astrid mengedipkan sebelah matanya. Dalam sekejap kulihat Yudhis sudah asik lagi dengan jorannya.

Saat senja tiba, kapal kami merapat di dermaga. Malam ini kami bermalam di sebuah pulau resort. Menu makan malam kami, ikan bakar hasil memancing tadi siang. Aku tidak terlalu suka ikan, tapi ikan segar ternyata sangat lezat. Manis. Dengan bumbu kecap yang dicampur cabai rawit dan irisan tomat. Yummy.

Setelah makan, mahluk mahluk itu menghilang entah ke mana. Mungkin mereka beristirahat karena lelah. Aku berjalan sendirian di pantai. Menikmati indahnya langit yang dihiasi dengan taburan bintang dan purnama perak. Hembusan angin malam lembut meniup rambutku. Kutarik nafas dalam dalam, kupenuhi paru paruku dengan udara bersih bebas polusi, laut dan aroma khasnya.

Kenyamananku sedikit terusik ketika kudengar jejak kaki melangkah di belakangku. Indraku siaga. Kupikir biawak penghuni pulau ini yang mengikutiku, aku sudah siap ambil langkah seribu. Walau aku tahu biawak takut pada manusia, nyatanya aku lebih takut pada biawak biawak besar itu.  

Perlahan kudengar suara memanggilku, 
"Beb...!!" 
Biawak tidak bisa bersuara bukan? Aku berhenti melangkah dan dalam sekejap Yudhis sudah berada di sebelahku. Aroma segar tubuhnya menguap di udara. Hmm, kenapa lelaki satu ini selalu membuat hormon endorphinku tumpah ruah. Kami berjalan menyusuri pantai mengelilingi pulau. Berbincang sesekali, namun lebih banyak diam menikmati malam. 

Pagi hari berikutnya, kegiatan dimulai dengan mencari kerang. Dengan alat seadanya, sendok, garpu, kami mengorek dan mencungkil kerang yang menempel pada karang. Kata Ali nahkoda kami, kerang kerang ini enak sekali. Kami bisa dengan mudah mengambilnya, karena laut sedang surut.

Siang ini, para laki laki itu tidak memancing. Tapi bermain kartu. Entah apa nama permainannya. Poker mungkin. Ternyata Yudhis tidak ahli dalam hal ini. Sudah tiga kali dia memperoleh nilai terkecil. Selai coklat dan butiran chiki sudah menghias wajahnya. Lucu. Ingin rasanya aku menjilati wajahnya yang bak kembang gula itu. 

"Beb, tolong ikat rambutku ya!" pinta Yudhis kepadaku.
Haa, aku bergegas mengambil sisir dan ikat rambut. Kapan lagi aku punya kesempatan memegang kepala pujaan hatiku itu.
Ternyata helai rambutnya sangat halus, aku baru tahu kalau rambut laki laki bisa selembut ini. Apa ya shamponya? Kusisir rambutnya, kubagi dua tepat di tengah.
Ikat kiri, ikat kanan, taaadaaa... 
Sudah jadi.. Ciripa!!

Dan tawa terbahak membahana di pulau yang sunyi itu. Mereka tertawa melihat Yudhis dengan muka berlumuran coklat dan berkuncir dua. Akupun turut tertawa melihat hasil karyaku, sempurna...haha.. 
Belum selesai kututup mulutku, Yudhis sudah merengkuhku sehingga aku tidak bisa berkutik, dan dengan santai dia menempelkan wajahnya ke wajahku, coklat, chiki, berpindah ke wajahku. Aku menjerit jerit, tapi Yudhis tidak mempedulikan jeritanku. Sampai aku memohon dan berjanji, tidak mengerjai dia lagi, baru dilepaskan rengkuhannya. Tapi wajah dan rambutku sudah terlanjur berlumur selai coklat. 


Hari ketiga, malam terakhir kami di pulau ini. Aku sudah merasa lebih dekat dengan Yudhis. Malam itu kami duduk santai di dermaga. Angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Membuatku sedikit menggigil. Yudhis melepaskan jaketnya dan memasangkannya di bahuku. Hatiku rasanya bertalu talu. Mungkin dia juga bisa mendengar degup jantungku.

Dia banyak bertanya tentangku, tapi aku lebih ingin tahu tentang dia. Dia sudah bercerita tentang pekerjaannya, tempat tempat yang pernah disinggahinya, pengalaman dan perjuangannya untuk menggambil sebuah gambar. Tapi aku juga ingin tahu, apakah dia sudah punya kekasih? Itu keingintahuanku yang paling besar. Bukan berharap masih punya peluang untuk jadi kekasihnya, hanya ingin tahu saja, seperti penggemar lainnya.

Dia menjawab, 
"Yes.. I have a boyfriend..."
What?? Apa yang baru saja dia katakan? Boyfriend? Jadi? Dia?
Perutku terasa seperti baru ditinju Mike Tyson. Kalian bisa bayangkan bagaimana perasaanku? Aku tahu, pria setampan dia, semapan dia, mana mungkin masih sendiri? Tapi dia.. Aku terdiam. Berusaha menenangkan hati dan pikiranku.
Yudhis juga terdiam. Sepertinya dia menyesali pengakuan yang baru diutarakannya padaku. 
"Kenapa diam beb? Apakah kamu juga tidak bisa menerima hal ini?"
Dan entah darimana keberanian ini tiba tiba muncul. Kutatap wajah tampannya, lelaki yang sudah mengoyak hatiku.

Maafkan aku. Aku memang sempat kaget tadi. Aku tahu, kamu tidak mungkin masih sendiri. Yud, aku tidak punya kapasitas untuk menilaimu, aku bukan hakim. Ini hanya perbedaan saja, sama seperti perbedaan lainnya. Bukankah kita memang diciptakan berbeda? 

Kukecup pipinya perlahan. Kecup perpisahan dariku. 
Dia memandangku tenang. Aku menahan tangis. 
Dia bertanya, 
"Sekarang ceritakan tentang kekasihmu..."

Perlahan kususun untaian kata menjadi kalimat....

Di sinilah aku berada, di atas sebuah yacht, yang diberi nama Blue Dolphin. Di tengah laut biru dengan langit yang cerah dan si dia yang tengah sibuk mempersiapkan alat pancingnya........  


Senin, 08 Oktober 2012

Tanpa tanda jasa...

Mengapa kamu mau mengajariku mengendarai mobil? 
Supaya kelak, ketika kamu sudah mahir menyetir, kamu akan selalu ingat aku..

Kamu masih ingat perbincangan itu? Aku si pelupa ini, masih mengingatnya dengan jelas. Aku juga ingat, aku malas malasan dalam belajar kala itu. Karena tidak yakin apa aku akan bisa. Padahal kamu begitu rajin mengajariku. Kamu datang menjemputku, walau jarak rumah kita berjauhan, tidak membuat niatmu surut. Kita pergi cukup jauh, karena mencari lokasi yang aman untuk berlatih di kota yang padat ini, jelas lumayan sulit. 
Aku sampai heran, darimana kamu bisa menemukan tempat ini. Tempat untuk kita berlatih.

Mengajariku jelas tidak mudah. Mungkin kamu nyaris kehabisan sabar menghadapiku yang bebal ini. Hanya kamu tidak menunjukkannya saja. Akhirnya malah aku yang penasaran, sampai kemudian aku bertanya, mengapa.....

Dan pelajaran kita, tidak pernah selesai. Aku terlalu bodoh dan malas. Dan kamu mulai patah semangat. 
Tapi tidak usah heran, ketika aku berlatih lagi (walau kali ini resmi, bersertifikat :)), dari 8 kali pertemuan, aku hanya menghadiri 3 kali!! Instrukturnya sampai geleng geleng kepala melihat kebandelanku. Pelajaran yang kembali tidak selesai.

Tapi cita citamu sudah tercapai sekarang. Aku sudah mahir menyetir. Lihatlah anak didikmu ini. Sudah berani kemana mana sendiri. Dan benar sekali, aku selalu ingat kamu ketika aku sedang menyetir. Kamu guru pertamaku. 

Menyetir sendiri tanpa supir, rasanya menyenangkan. Aku bebas melakukan apapun, mulai dari memilih lagu lagu kesukaanku, berjalan kemanapun, berlama lama di satu tempat sampai melamun sendiri, tanpa perlu ada orang lain yang harus aku jaga perasaan dan pikirannya.

Banyak cerita lucu ketika aku berlatih sendiri, kapan kapan aku ceritakan kalau kita bertemu. Tenang saja, aku berkendara dengan aman dan berhati hati. Hanya saja jarak yang kutempuh memang tidak bisa terlalu jauh, aku hanya diperbolehkan maksimal dua jam berkendara. Supaya tidak terlalu lelah.

Biasanya aku hanya berkendara di pagi hingga sore hari. Tapi semalam aku menyetir hingga larut. Jalanan lengang. Gemerlap lampu kota, kontras dengan kelamnya malam. Indah. Lagu lagu menemani perjalanan dan khayalku. Kadang kutarik nafas panjang, entah apa sepertinya ada yang kurang dari indah ini.
Kamu...

Kuharap esok kita bisa berjalan bersama, kamu bisa melihatku berkendara dan merasakan bangganya menjadi seorang guru, ketika anak didiknya berhasil mencapai cita. 

Terimakasih sudah membantuku mewujudkan sebuah mimpi.

Sabtu, 06 Oktober 2012

patah...



Kita juga punya kenangan kan?
Punya...
Apa?
Hmm... Ingat tidak, waktu aku kelaparan jam dua dinihari dan kamu mengantarku mencari warung mie yang buka. Aku makan mie rebus dan kamu menunggu saja. Pulangnya kita lewat pasar tradisional, di sana denyut kehidupan sudah dimulai sejak dini hari. Truk truk menurunkan sayuran. Kuli panggul sibuk mengangkat barang barang. Udara masih minim polusi. Subuh yang indah.
Itu saja?
............

Aku juga tidak mengerti. Mengapa tidak banyak kenangan yang kita miliki.
Ketika aku kemping, aku berharap bisa kemping sama kamu.
Ketika aku mendaki gunung, aku berharap bisa mencapai puncaknya bersama kamu.
Ketika aku ada di air terjun, di tepi pantai, di sebuah pulau, di tengah laut, di ketinggian 30000 kaki, di gelapnya sebuah gua, di sebuah candi, museum, cafe, bioskop, mall, rumah sakit, kantor dan lain lain... aku berharap bisa bersama denganmu.  
Ketika aku bernyanyi, menari, tertawa atau menangis, aku juga berharap kamu ada untukku.
Akupun berharap ada untukkmu. 
Bertahun tahun kuharap itu, sampai akhirnya perlahan harapanku pupus sudah.

Apakah kamu pernah mencintaiku? masih mencintaiku? dan akan tetap mencintaiku?
Apakah kamu bahagia bersamaku?
Apakah kamu menginginkan aku menemanimu menghabiskan hari tua kita bersama? 
Kamu tidak pernah mau menjawabnya.

Kalau pertanyaan yang sama, kamu tujukan kepadaku, bolehkah aku menjawabnya dengan jujur?
Atau kamu lebih suka aku tetap diam? Seperti biasanya?

Aku ingin bicara...
Bicara saja..
Hubungan ini tidak fair untuk kita. Kamu berhak bahagia dengan seseorang yang kamu cinta. Tinggalkan aku...
Aku akan tinggalkan kamu, jika ada seseorang yang akan menggantikan aku..
Aku bahkan aku terpikir untuk itu..
Ya sudah kalau begitu..
Tunggu dulu.. Mengapa kamu masih memilih untuk bertahan?Tidakkah semua ini terlalu menyakitkan untuk kita?
Aku tidak mau membahasnya lagi...

Seperti yang sudah sudah, hatiku kembali patah dan tak berdaya.

Kamu pernah merasa luka? Itu. Itu aku sedang luka sampai tidak bisa menjelaskan seperti apa rasanya. Seseorang yang bersamaku, tapi tidak bisa aku buat bahagia. Seseorang yang bersamaku, tapi tak memiliki cinta untukku. Bisa kamu bayangkan lukaku seperti apa?
 

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kita, karena tiba-tiba saja muncul sebuah pertanyaan yang menyesakkan,
"Sampai berapa lama kita akan bisa bertahan, kalau kamu saja tidak cinta dan tidak bahagia memilikiku?"
Karena ketika jatuh cinta, seseorang itu akan juga memikirkan kebahagiaan orang yang bersamanya, berusaha tidak membohonginya, berusaha tidak melukainya. 

Berbahagia berdua, bukan sendiri-sendiri.
 

Jika mencintai saja tidak, bagaimana kamu bisa berpikir tentang aku?

(blue font is from http://www.namarappuccino.com/2012/10/tidak-bahagia.html#more)

 http://www.lifelovequotesandsayings.com/