Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Selasa, 09 Oktober 2012

Cintaku jauh di pulau (satu)


Di sinilah aku berada, di atas sebuah yacht, yang diberi nama Blue Dolphin. Di tengah laut biru dengan langit yang cerah dan si dia yang tengah sibuk mempersiapkan alat pancingnya.  
Aku sebenarnya hanya menemani Astrid . Pacarnya hendak pergi memancing bersama dengan beberapa orang temannya. Dan Astrid mengajakku, supaya tidak jadi jadi satu satunya wanita di antara mereka. Awalnya aku tidak mau ikut. Aku suka laut, tapi aku tidak suka memancing. Membosankan menurutku. 
Tapi Astrid merayuku dengan mengeluarkan selembar foto, 
"Dia ikut beb...!"
Aku terkejut melihat wajah di foto itu. Yudhistira... 
Dia masih setampan dulu. Dengan rambut gondrong ikalnya, dia sangat menawan hati. 
"Aku ga tahu kalau Yudhis berteman dengan Elmo, beb.. " kata Astrid.
Elmo itu nama pacarnya Astrid, bukan boneka merah dari sesame street.
Astrid berusaha menjelaskan, 
"Aku baru tahu beberapa hari lalu kalau ternyata Elmo mengenal Yudhis dengan baik."
Astrid tahu, sudah lama aku suka Yudhis. Tapi aku bahkan belum pernah sempat berkenalan dengannya. Aku hanya mengenalnya melalui foto fotonya yang sering dipamerkan dan masuk majalah, bahkan majalah sekelas NatGeo, menjadi tempat dia memajang hasil karyanya. Yudhistira seorang fotografer.

Sebelum naik kapal, kami sempat berkenalan tadi. Senyumnya manis. Tapi tak berlebihan. Dan ketika Astrid mengatakan padanya bahwa aku adalah penggemarnya, dia hanya tertawa memamerkan deretan gigi putihnya. Duh, jantungku jadi berdebar tak menentu. Pipiku pasti merona walau tanpa blush on.

Sambil memperhatikan mereka bersiap siap memancing, aku mengambil sebuah joran/pole. Baru kali ini aku memegang alat pancing ini. Kupikir mudah, hanya tinggal diputar untuk menarik atau mengulur benangnya. Mata kailnya berwarna warni dan dililitkan sejumput lumut  sebagai umpan. Kutanya, kenapa bukan cacing yang jadi umpan?
Mereka hanya tertawa...
Ah, mungkin ikan ikan sekarang sudah jadi vegetarian. 

Tanpa rumus, tanpa cara khusus, ku lemparkan kailku ke laut, ups... berhasil. Selanjutnya bagaimana? Mungkin menunggu sampai ada ikan yang tergoda dan menyambar umpanku. Lama,tidak ada tanda tanda ikan yang tergoda, pelampung bergoyang goyang tertiup angin. Suasana tenang. Semua sudah asik dengan pancing masing masing. Kecuali Astrid. Dia memilih untuk membaca sambil berleha leha.

Tiba tiba sesuatu menarik pancingku, aku kaget, sentakannya sangat kuat dan mendadak. Aku memekik. 
"Strike...!!!"
Tali pancingku ditarik dengan keras dan aku nyaris terjungkal, karena tidak berdiri dengan posisi kuda kuda yang mantap. Kudengar Astrid meneriakkan namaku, bersamaan ketika kurasa sepasang lengan kokoh memelukku dari belakang. Tak sempat lagi aku menoleh, aku hanya berpikir harus memenangkan tarik tambang ini. Aku tidak tahu siapa lawanku, baronang, giant trevally atau paus biru... 

Tarik ulur dimulai. Tidak sampai sepuluh menit,pertandingan selesai. Tapi sayang sekali, bukan aku yang berhasil memenangkan pertandingan kali ini. Ketika tali pancingku putus, pelukan dari sosok di belakangku juga mengendur. Penonton serentak mengeluarkan suara kecewa, yaaahhh...

Ya sayang sekali. 

Barulah aku sempat menoleh, ternyata Yudhis yang memelukku tadi. Aku sangat terkesan dengan gerak refleknya, kesigapannya dan sepuluh menit pelukannya. Haha.. Kulihat Astrid mengedipkan sebelah matanya. Dalam sekejap kulihat Yudhis sudah asik lagi dengan jorannya.

Saat senja tiba, kapal kami merapat di dermaga. Malam ini kami bermalam di sebuah pulau resort. Menu makan malam kami, ikan bakar hasil memancing tadi siang. Aku tidak terlalu suka ikan, tapi ikan segar ternyata sangat lezat. Manis. Dengan bumbu kecap yang dicampur cabai rawit dan irisan tomat. Yummy.

Setelah makan, mahluk mahluk itu menghilang entah ke mana. Mungkin mereka beristirahat karena lelah. Aku berjalan sendirian di pantai. Menikmati indahnya langit yang dihiasi dengan taburan bintang dan purnama perak. Hembusan angin malam lembut meniup rambutku. Kutarik nafas dalam dalam, kupenuhi paru paruku dengan udara bersih bebas polusi, laut dan aroma khasnya.

Kenyamananku sedikit terusik ketika kudengar jejak kaki melangkah di belakangku. Indraku siaga. Kupikir biawak penghuni pulau ini yang mengikutiku, aku sudah siap ambil langkah seribu. Walau aku tahu biawak takut pada manusia, nyatanya aku lebih takut pada biawak biawak besar itu.  

Perlahan kudengar suara memanggilku, 
"Beb...!!" 
Biawak tidak bisa bersuara bukan? Aku berhenti melangkah dan dalam sekejap Yudhis sudah berada di sebelahku. Aroma segar tubuhnya menguap di udara. Hmm, kenapa lelaki satu ini selalu membuat hormon endorphinku tumpah ruah. Kami berjalan menyusuri pantai mengelilingi pulau. Berbincang sesekali, namun lebih banyak diam menikmati malam. 

Pagi hari berikutnya, kegiatan dimulai dengan mencari kerang. Dengan alat seadanya, sendok, garpu, kami mengorek dan mencungkil kerang yang menempel pada karang. Kata Ali nahkoda kami, kerang kerang ini enak sekali. Kami bisa dengan mudah mengambilnya, karena laut sedang surut.

Siang ini, para laki laki itu tidak memancing. Tapi bermain kartu. Entah apa nama permainannya. Poker mungkin. Ternyata Yudhis tidak ahli dalam hal ini. Sudah tiga kali dia memperoleh nilai terkecil. Selai coklat dan butiran chiki sudah menghias wajahnya. Lucu. Ingin rasanya aku menjilati wajahnya yang bak kembang gula itu. 

"Beb, tolong ikat rambutku ya!" pinta Yudhis kepadaku.
Haa, aku bergegas mengambil sisir dan ikat rambut. Kapan lagi aku punya kesempatan memegang kepala pujaan hatiku itu.
Ternyata helai rambutnya sangat halus, aku baru tahu kalau rambut laki laki bisa selembut ini. Apa ya shamponya? Kusisir rambutnya, kubagi dua tepat di tengah.
Ikat kiri, ikat kanan, taaadaaa... 
Sudah jadi.. Ciripa!!

Dan tawa terbahak membahana di pulau yang sunyi itu. Mereka tertawa melihat Yudhis dengan muka berlumuran coklat dan berkuncir dua. Akupun turut tertawa melihat hasil karyaku, sempurna...haha.. 
Belum selesai kututup mulutku, Yudhis sudah merengkuhku sehingga aku tidak bisa berkutik, dan dengan santai dia menempelkan wajahnya ke wajahku, coklat, chiki, berpindah ke wajahku. Aku menjerit jerit, tapi Yudhis tidak mempedulikan jeritanku. Sampai aku memohon dan berjanji, tidak mengerjai dia lagi, baru dilepaskan rengkuhannya. Tapi wajah dan rambutku sudah terlanjur berlumur selai coklat. 


Hari ketiga, malam terakhir kami di pulau ini. Aku sudah merasa lebih dekat dengan Yudhis. Malam itu kami duduk santai di dermaga. Angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Membuatku sedikit menggigil. Yudhis melepaskan jaketnya dan memasangkannya di bahuku. Hatiku rasanya bertalu talu. Mungkin dia juga bisa mendengar degup jantungku.

Dia banyak bertanya tentangku, tapi aku lebih ingin tahu tentang dia. Dia sudah bercerita tentang pekerjaannya, tempat tempat yang pernah disinggahinya, pengalaman dan perjuangannya untuk menggambil sebuah gambar. Tapi aku juga ingin tahu, apakah dia sudah punya kekasih? Itu keingintahuanku yang paling besar. Bukan berharap masih punya peluang untuk jadi kekasihnya, hanya ingin tahu saja, seperti penggemar lainnya.

Dia menjawab, 
"Yes.. I have a boyfriend..."
What?? Apa yang baru saja dia katakan? Boyfriend? Jadi? Dia?
Perutku terasa seperti baru ditinju Mike Tyson. Kalian bisa bayangkan bagaimana perasaanku? Aku tahu, pria setampan dia, semapan dia, mana mungkin masih sendiri? Tapi dia.. Aku terdiam. Berusaha menenangkan hati dan pikiranku.
Yudhis juga terdiam. Sepertinya dia menyesali pengakuan yang baru diutarakannya padaku. 
"Kenapa diam beb? Apakah kamu juga tidak bisa menerima hal ini?"
Dan entah darimana keberanian ini tiba tiba muncul. Kutatap wajah tampannya, lelaki yang sudah mengoyak hatiku.

Maafkan aku. Aku memang sempat kaget tadi. Aku tahu, kamu tidak mungkin masih sendiri. Yud, aku tidak punya kapasitas untuk menilaimu, aku bukan hakim. Ini hanya perbedaan saja, sama seperti perbedaan lainnya. Bukankah kita memang diciptakan berbeda? 

Kukecup pipinya perlahan. Kecup perpisahan dariku. 
Dia memandangku tenang. Aku menahan tangis. 
Dia bertanya, 
"Sekarang ceritakan tentang kekasihmu..."

Perlahan kususun untaian kata menjadi kalimat....

Di sinilah aku berada, di atas sebuah yacht, yang diberi nama Blue Dolphin. Di tengah laut biru dengan langit yang cerah dan si dia yang tengah sibuk mempersiapkan alat pancingnya........