Pergi ya pergi saja...
Ada
kemarahan dalam kalimat itu. Tapi itu duluu.... bertahun yang lalu.
Sekarang aku tengah memandangi sosok itu dari jauh. Sosok yang dulu
pernah dekat denganku. Sosok tak terganti yang pernah mengambil irama
hidupku.
Sosok itu
duduk dengan tenang, dalam diam, di bawah sebuah pohon rindang. Matanya
jauh memandang birunya langit dan gumpalan awan yang berarak. Ah dia
masih seperti dulu, suka memandangi cakrawala. Setidaknya masih ada yang
tertinggal dalam dirinya, yang tidak berubah, walaupun dia sudah
menjadi seorang yang berbeda..
Kukumpulkan
segenap keberanianku dan kutahan airmataku supaya tidak segera tumpah,
rasanya menyesakkan dada.. Perlahan kulangkahkan kakiku, aku berjalan
menghampirinya. Kemudian aku duduk disebelahnya. Dia menoleh padaku,
tersenyum, deretan gigi putih itu masih terawat dengan baik. Kulit
tembaganya berkilau seperti madu.
Jantungku berdebar keras... ketika kutatap matanya.. kosong... tak ada cahaya kehidupan di sana.
Hatiku remuk... air mataku tumpah...aku tak mampu berkata kata..
Dia kembali diam, memandangi cakrawala dalam semburat jingga. Entah apa yang dicarinya di sana...
Aku dan dia, menyatu dalam hening..tanpa nada..
Ketika
hari semakin senja, seseorang berpakaian putih menghampiri kami, dengan
santun meminta ijin untuk membawanya kembali ke ruangan. Aku bahkan
tidak bisa mengangguk.. Hanya terpana..
Dengan lugu, dia menurut saja dibimbing pergi, meninggalkan aku yang termanggu di sini.
Maafkan aku... sejujurnya aku tidak pernah benar benar menginginkanmu pergi...
Biarkan hidupku tanpa nada, asalkan dirimu bisa kembali seperti dulu...
Perlahan kutinggalkan halaman teduh itu...
Besok aku akan kembali untukmu..menemanimu memandang cakrawala seperti dulu.
Akan kubawakan sekeping CD yang pernah kau tinggalkan di dashboard mobilku dulu...