Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Senin, 08 Oktober 2012

Tanpa tanda jasa...

Mengapa kamu mau mengajariku mengendarai mobil? 
Supaya kelak, ketika kamu sudah mahir menyetir, kamu akan selalu ingat aku..

Kamu masih ingat perbincangan itu? Aku si pelupa ini, masih mengingatnya dengan jelas. Aku juga ingat, aku malas malasan dalam belajar kala itu. Karena tidak yakin apa aku akan bisa. Padahal kamu begitu rajin mengajariku. Kamu datang menjemputku, walau jarak rumah kita berjauhan, tidak membuat niatmu surut. Kita pergi cukup jauh, karena mencari lokasi yang aman untuk berlatih di kota yang padat ini, jelas lumayan sulit. 
Aku sampai heran, darimana kamu bisa menemukan tempat ini. Tempat untuk kita berlatih.

Mengajariku jelas tidak mudah. Mungkin kamu nyaris kehabisan sabar menghadapiku yang bebal ini. Hanya kamu tidak menunjukkannya saja. Akhirnya malah aku yang penasaran, sampai kemudian aku bertanya, mengapa.....

Dan pelajaran kita, tidak pernah selesai. Aku terlalu bodoh dan malas. Dan kamu mulai patah semangat. 
Tapi tidak usah heran, ketika aku berlatih lagi (walau kali ini resmi, bersertifikat :)), dari 8 kali pertemuan, aku hanya menghadiri 3 kali!! Instrukturnya sampai geleng geleng kepala melihat kebandelanku. Pelajaran yang kembali tidak selesai.

Tapi cita citamu sudah tercapai sekarang. Aku sudah mahir menyetir. Lihatlah anak didikmu ini. Sudah berani kemana mana sendiri. Dan benar sekali, aku selalu ingat kamu ketika aku sedang menyetir. Kamu guru pertamaku. 

Menyetir sendiri tanpa supir, rasanya menyenangkan. Aku bebas melakukan apapun, mulai dari memilih lagu lagu kesukaanku, berjalan kemanapun, berlama lama di satu tempat sampai melamun sendiri, tanpa perlu ada orang lain yang harus aku jaga perasaan dan pikirannya.

Banyak cerita lucu ketika aku berlatih sendiri, kapan kapan aku ceritakan kalau kita bertemu. Tenang saja, aku berkendara dengan aman dan berhati hati. Hanya saja jarak yang kutempuh memang tidak bisa terlalu jauh, aku hanya diperbolehkan maksimal dua jam berkendara. Supaya tidak terlalu lelah.

Biasanya aku hanya berkendara di pagi hingga sore hari. Tapi semalam aku menyetir hingga larut. Jalanan lengang. Gemerlap lampu kota, kontras dengan kelamnya malam. Indah. Lagu lagu menemani perjalanan dan khayalku. Kadang kutarik nafas panjang, entah apa sepertinya ada yang kurang dari indah ini.
Kamu...

Kuharap esok kita bisa berjalan bersama, kamu bisa melihatku berkendara dan merasakan bangganya menjadi seorang guru, ketika anak didiknya berhasil mencapai cita. 

Terimakasih sudah membantuku mewujudkan sebuah mimpi.