Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Sabtu, 20 Oktober 2012

Secret admirer (empat)



Aku tahu dia sudah melewati banyak hal. Obat obatan dan tindakan yang dokter lakukan tidak banyak mengurangi deritanya. Terlebih aku tahu, betapa hampa hatinya dan hal itu yang mematahkan semangat juangnya untuk terus hidup. 
Aku tidak lagi mengiriminya lagu saat dia tidur, aku hanya ingin memeluknya, mengusap air matanya dan berbisik padanya, 
"Aku ada untukmu... Itu yang membuatku tertahan di sini.." 

Aku sebenarnya juga tidak mengerti bagaimana aku bisa berada di sini. Siapa aku sebelumnya. Bagaimana kehidupanku dahulu. Apa latar belakangku, di mana keluargaku dan lain lain. Aku hanya tahu, di sini aku bisa memperhatikan manusia manusia yang berbeda dimensi denganku. Dan dia adalah salah satunya.

Dan kini, aku tahu waktunya sudah dekat. Tidak ada lagi pergumulan yang dia rasakan, hanya kepasrahan. Aku jadi berpikir, apakah ia bisa mengenaliku jika kita bertemu nanti? Atau malah dia tidak akan bertemu denganku? Apakah akan sia sia penantianku jika hal ini terjadi?

Malam itu akhirnya tiba, dalam tidur panjangnya dengan tenang dia tinggalkan raganya yang fana. Tak ada sakit yang dirasa, hanya bahagia karena akan bertemu dengan Sang Pencipta. 

Seperti para pendatang baru yang lain, mengalami sedikit kebingungan itu wajar. Karena dalam seketika semua jadi berbeda. Dia cukup tenang menghadapi hal ini. Tidak tampak ketakutan yang tersirat di wajahnya.

Kuhampiri dia, dia menatapku dan bertanya 
"Siapa kamu? Apakah kamu malaikatNya? Aku sudah mati ya?"
"Hanya raga yang mati, jiwamu tidak. Aku bukan malaikatNya, aku sama seperti kamu..."
"Lalu, kapan aku bisa bertemu DIA?"
"Akan tiba saatnya..."

Lalu dia mengamati sekelilingnya, merasakan dimensi yang tak terbatas ruang dan waktu. Dan tiba tiba dia tertegun...
"Itu keluargaku...  Lihat, betapa sedihnya mereka. Tolong katakan pada mereka, bahwa aku baik baik saja di sini." 
"Maaf, aku tidak bisa membantumu. Mereka memang harus melalui tahap ratapan ini. Percayalah, mereka akan kuat, semua duka yang mereka rasa akan berlalu, namun  kamu akan tetap ada di dalam hati mereka. Sampai kapanpun. Tak akan tergantikan."

Dia mencoba mengerti kata kataku. 
"Mengapa aku tidak sedih ya?" 
"Karena kesedihan hanya bisa dirasakan oleh mereka yang masih memiliki raga."
"Aku merasa tenang dan nyaman... Apakah kamu merasakan hal ini juga?" 
"Ya..."
"Apakah aku pernah mengenalmu?"
"Tidak, kamu tidak mengenalku. Tapi aku mengenalmu... Aku yang suka mengirimi kamu  lagu dalam tidurmu."
"Oooh..ternyata itu kamu? Kamu tahu betapa aku ingin bertemu denganmu..!"
"Ya, aku tahu. Dan sekarang kita sudah bertemu..." 
"Terimakasih ya.."

Perlahan sekeliling kami menjadi terang namun tidak menyilaukan. Gerbang cahaya tampak di depan kami. 
Inilah saatnya... aku dan dia kembali padaNYa, Sang Empunya Kehidupan.
BersamaNya, tak ada lagi luka dan derita.

Kulihat sinar bahagia di matanya, dia menatapku dan bersama kami menuju tempat di mana tidak ada lagi air mata... 

Tamat