Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Rabu, 22 Januari 2014

titisan...

Ini bukan pertama kalinya aku datang ke sini, ke sebuah sumber mata air  di tengah hutan, hutan yang mengelilingi telaga. Mata air ini dahulu adalah tempat pemandian para putri raja. Putri dari sebuah kerajaan yang moksa. Kerajaan yang menghilang begitu saja secara gaib. Konon itu menjadi legenda yang diceritakan turun temurun. Bahkan kalian bisa dengan mudah menemukan cerita itu di internet.  
Kali ini aku datang bersama Vino kekasihku, yang sedari tadi sibuk mengambil gambarku, namun aku pura-pura tidak tahu. 
Kami ke sini hanya untuk jalan jalan saja, karena kami penyuka hutan.

Dan hari ini aku bertemu dengan orang lain di kolam pemandian kecil ini. Tempat ini memang bukan tempat yang sering dikunjungi. Biasanya orang ke sini hanya di hari hari tertentu untuk bersemedi, membuat sebuah permintaan atau karena mendapat petunjuk. 
Aku melihat seorang ibu yang baru selesai mandi. Ibu yang ditemani jagawana, penjaga hutan. Sepertinya beliau baru menyelesaikan sebuah ritual. Ibu itu terkejut saat melihatku, dengan terbata dan penuh hormat dia menyapa, 
"Tuan Putri....!!"
Lalu beliau menangis seraya memelukku.Tentu saja aku terkejut bercampur heran. Kubalas pelukan ibu tersebut. Puk puk..  
Saya bukan siapa-siapa bu..saya bukan tuan putri, jawabku tenang.

Sambil terisak ibu itu bercerita, bahwa hidupnya begitu pahit karena kerap disakiti. Dan saat dia berdoa mohon petunjuk agar keluar dari masalahnya, dia mendapat perintah untuk pergi ke mata air ini dan di sini dia akan bertemu seorang wanita titisan Sang Putri. Wanita itu adalah penanda bahwa tirakatnya akan terkabul. Dan ibu itu bertemu denganku.
Aku hanya menyimak ceritanya tanpa tendensi apa apa.

Setelah ibu itu pulang, aku masih tinggal sejenak di sana. Kubasuh wajahku dengan air pemandian, segar rasanya. Tak lama kemudian Vino mengajakku kembali sebelum kabut turun. Di sepanjang perjalanan pulang aku mencium aroma bunga yang sangat harum. Entah darimana asalnya, karena di sekitar kami hanya ada pepohonan yang tak berbunga. 
Berkali kali aku menegaskan aroma itu. Ya aroma itu ada... 
Saat itu aku tak berani bertanya apakah Vino juga mencium aroma yang sama denganku. Sampai di tepi hutan, baru aroma itu menghilang.
Dalam hatiku membatin, 
"Siapapun kamu, darimanapun asalmu, terimakasih sudah menemani perjalananku. Sekarang aku pamit dulu...."

Belum selesai aku berucap, tiba tiba kakiku mendadak lemas, aku nyaris jatuh kalau Vino tidak segera menangkap tubuhku. Dia mendudukkanku dan menjadikan tubuhnya sebagai tempatku bersandar. Tubuhku terasa ringan seperti sedang berada di awang awang, antara sadar dan tidak, aku mendengar sebuah suara merdu  berbisik di telingaku, 
Jangan pulang...jangan pulang...
Aku begitu takut, aku harus pulang, aku suka di sini, tapi ini bukan rumahku. Aku berusaha bangkit, tapi entah kemana semua tenagaku. 
Bantu aku Vin, pintaku.
Kita istirahat dulu, jangan dipaksakan, jawabnya.
Tidak, kita harus segera pulang, kataku berkeras. 
Aku tak bisa mengatakan padanya kalau aku mendengar bisikan itu. Bisa bisa dia menganggapku sudah gila. 
Tertatih kucoba melangkah, pelukan Vino tak lagi menenangkanku seperti biasanya. Tiba tiba hujan turun begitu derasnya disertai angin kencang yang membuat tubuhku menggigil. 
Suara itu kembali terdengar, jangan pulang...jangan pulang..
Kukuatkan hati untuk menjawab, kamu bisa meghalangiku agar tidak pulang, kamu bisa mengambil tenagaku, bisa menurunkan hujan, tapi tidak bisa mengambil semangatku. 

Kuterobos hujan dengan sisa sisa tenaga yang ada. Seluruh tubuh kami basah kuyup setibanya di pintu keluar. Tak sempat mengganti baju lagi, kami langsung masuk ke mobil dan kembali rumah kabin.

*****

Ada apa tadi? tanya Vino sambil mengeringkan rambut ikalnya yang basah. Wajah tampannya menatapku dengan serius.
Bagaimana aku harus bercerita? Bahwa kekasihnya adalah seorang indigo? Yang suka mendengar, melihat dan merasa apa yang tidak orang lain rasa? Bahwa seringkali penglihatan dan mimpiku menjadi kenyataan?
Aku tak yakin Vino bisa menerima semua itu dan aku tak mau Vino menganggapku gila, tak masuk akal lalu pergi meninggalkan aku setelah mengetahui semuanya

Jangan pulang..., bisikku di telinganya.
Pulang kemana? tanyanya sambil memandangku aneh. 
Aku tak bisa menjawab, kurebahkan kepalaku di dadanya, supaya dia berhenti menatapku.
Kalau kamu belum mau cerita, tak apa, katanya sambil mengecup bibirku lembut. 
Vino memelukku sepanjang malam. Kunikmati hangat tubuhnya dan kubiarkan pikiranku berkelana sebelum aku benar-benar terlelap.

*****

Di alam yang berbeda, di sebuah kerajaan yang moksa dari dunia, seorang Putri memandang ke dalam sebuah perigi yang berisi air, terlihat olehnya sepasang anak manusia yang sedang tidur berpelukan. Anak manusia yang berani membantahnya dan tidak mau tinggal di kerajaannya. Anak manusia yang ternyata bisa mendengar dan berkomunikasi dengannya. 
Dan Sang Putri tahu, gadis ini adalah pilihan yang tepat untuk menjadi titisannya....