Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Kamis, 04 Oktober 2012

Kepala batu...





Yang paling menyakitkan dari diam ini adalah ketika aku merasa kamu menganggapku seperti sudah mati. 
Sebenarnya, kamu tidak perlu mempercepat waktu itu menjadi saat ini.
Karena suatu saat nanti, kamu tidak akan lagi menerima pesan pendekku.
Tidak bisa lagi mendengar suaraku.
Dan hanya bisa bertemu denganku di dalam kenanganmu..... 
Semoga rohku tidak menjadi arwah penasaran yang bertahan di antara dua dunia, kalau aku mati sebelum mendapatkan maafmu.
Semoga kamu juga tidak menyesali semua sikapmu terhadapku, kalau aku mati sebelum sempat kamu perbaiki diammu ini.

Aku tahu, aku keras kepala, menjengkelkan, apa julukanmu untukku? Mahluk kepala batu yang gemar membahayakan diri sendiri (dan merepotkan kamu?)...
Padahal keras kepalaku waktu itu belum seberapa.. 
Mau tahu seperti apa keras kepalaku yang satu tingkat lebih parah? 
Dengar ceritaku ya..

Tadi pagi, aku mengalami serangan fajar lagi. Setelah sekian bulan aku sempat lupa bagaimana rasanya. Debar jantungku tidak beraturan,  nafasku sesak, tenggorokanku sakit, perih dan tubuhku demam. Tidak karuan rasanya. Ku ambil masker oksigenku, ternyata aku lupa kalau tabung oksigenku sudah lama kosong dan aku belum mengisinya lagi. Berjam jam aku megap megap seperti ikan koi kekurangan air. 

Berbaring saja di tempat tidur sangat membosankan bagiku. Menjelang sore, aku pergi. Menuju ke sebuah gedung bioskop tua tak jauh dari rumahku. Di jaman XXI dan blitz megaplex ini,  bioskop tua itu tetap bertahan. Bersebelahan dengan sebuah mal besar dengan cahaya lampunya yang terang benderang, bioskop tua itu tambah terlihat suram  seperti peninggalan sejarah yang di abaikan. 

Sejak kecil aku suka nonton di sini. Hanya sedikit berjalan kaki. Tanpa perlu ongkos, harga tiket dan jajanannya juga sangat murah. Tapi sudah lama aku tidak berkunjung ke sini. Terakhir kali yang kuingat adalah ketika aku berteduh dari angin ribut yang mematahkan batang batang pohon di sepanjang jalan menuju bioskop tua ini. Ya, hanya untuk berteduh.

Tapi hari ini, aku mau nonton. Perutku keroncongan karena sedari pagi aku belum makan.  Aku tahu, lambungku akan nyeri kalau aku terlambat makan. Dan nyeri lambung itu akan memicu sesakku. Tapi aku tak peduli. Aku mau jadi anak nakal hari ini. Aku beli sekotak teh dingin dan sebatang coklat. Yang jelas jelas, dalam keadaan sehatpun aku tidak boleh makan itu, karena akan memicu aritmiaku. Sekarang, dengan tenggorokan yang mulai radang dan batuk batuk yang menggelitik tenggorokan, aku malah minum minuman dingin dan coklat.
Aku belum lupa semua nasihat dokter, jangan sampai flu, karena virusnya bisa menginfeksi katupmu yang sudah cacat itu. 
Bandel? Biaaarr...

Di tengah film, handphoneku bergetar, perlahan kuangkat, suara di seberang sana menyapaku.
Lagi apa?
Nonton.
Sama siapa?
Sendiri.
Owh...Pasti lagi nangis ya?
Ga qo.
Tapi suaranya udah kaya gitu... Bawa tisyu kan?
Banyak..
Ya udah deh, met nonton ya anak ilang..
Kututup telp. 
Film masih diputar. Beberapa adegannya, seperti de ja vu untukku. Kita pernah mengalami hal itu bersama.

Film selesai. Aku langsung pulang. Di luar hujan. tapi aku tak peduli. Aku berjalan kaki. Hanya kali ini tidak lagi menari nari, menadahkan tangan, menengadahkan kepala dan membuka mulutku, seperti yang biasa aku lakukan tiap hujan di gunung. Di sini hujan asam, karena lapisan ozon semakin menipis. Kapan terakhir aku bermain hujan? Mungkin sewaktu mendaki bersama sobatku. Aku masih cinta gunung, tapi aku tak mampu mendakinya lagi. Aku hanya bisa menikmati megahnya dari kejauhan.

Sampai di rumah tubuhku menggigil, aku demam. Tiba tiba aku ingat, dokter sudah berencana untuk me'repair jantungku. Mematikan pembangkit listrik liar yang terbentuk tanpa seijin PLN. Kutarik nafas panjang. Semoga tidak terjadi korsleting seperti yang sering membuat rumah rumah kebakaran. 
Kalaupun itu terjadi, kamu tahu dengan pasti bahwa aku tidak akan bisa menulis lagi. 
Tapi kamu tahu, di mana bisa bertemu denganku. Pergilah ke laut, larungkan setangkai bunga untukku. Aku akan datang.

Dan malam itu aku bermimpi, bertemu denganmu dalam tidurku dan tanganku menggapai gapai permohonan maaf darimu....