Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Selasa, 05 Maret 2013

mutiara bunda

Buuu...buu.. mba Putri mati... tubuhnya mengapung di pantai, teriak Bayu sambil berlari.
Dengan tergopoh gopoh bu Surya berlari menuju pantai, menyusul Bayu, putranya yang berusia 6 tahun. Dari jauh dilihatnya sesosok tubuh mengapung di atas air. Diterjangnya ombak kecil yang belum sempat mencapai bibir pantai. 
Puuuutriiiiiii....., teriakan bu Surya memecah hening pagi.
Tiba tiba tubuh terapung itu bergerak lincah dan langsung berdiri.
Putri!! Berapa kali ibu katakan, jangan suka tidur sambil mengapung! Kamu bisa dikira mati!, omel bu Surya sambil mencubit lengan putrinya sampai meninggalkan bercak kebiruan.
Ampun buu, ampun.. sakit tau... Iya ga lagi lagi...tadi Putri cuma sedikit mengantuk bu, tau tau ketiduran, Putri berusaha menjelaskan dengan suara seperti bergumam.

Putri, gadis kecil itu mahir berenang dan menyelam, karena dia bersama adiknya Bayu dan ibunya, tinggal di pulau kecil. Ayah mereka sudah meninggal ketika Bayu kecil. Melaut dan tidak pernah pulang lagi. 
Ibu Surya adalah petani rumput laut. Penghasilannya tidak seberapa, karena rumput laut hanya bisa dijual ke tengkulak. Karena itu beliau tidak mampu menyekolahkan anak anaknya.

Selain membantu ibu menanam rumput laut, Putri juga membiakkan terumbu karang. Senang sekali ia melihat karang karang kecil itu tumbuh dan bercabang, ia mengenali pucuk pucuk karang baru yang dirawatnya bagai bayi, seperti ketika ia merawat Bayu sewaktu kecil dulu, saat ibu terlalu sakit karena kehilangan ayah. 
Ketika terumbu karangnya sudah mulai besar dan siap panen, banyak ikan hias akan datang dan tinggal di sekitar bayi bayi terumbu karangnya. Itu yang menyebabkan Putri senang menyelam berlama lama. Baginya membiakkan terumbu karang lebih menarik daripada menanam rumput laut. Jika sudah terlalu lama menyelam, Putri akan lelah dan mengantuk, baginya untuk tidur sejenak tidak perlu pulang dulu. Ia hanya tinggal merebahkan tubuh kurusnya di atas air dan langsung tertidur begitu saja, ya begitu saja.

Dan sudah seminggu ini, kebiasaan tidur mengapungnya semakin menjadi. Karena Putri menyelam lebih lama dari biasanya. Hal ini bermula ketika ia sedang mencari karang untuk dijadikan anakan, tak jauh dari sebuah bangkai kapal tua. Orang kampungnya bilang itu kapal Jepang, peninggalan perang dunia ke 2. Kapal angker. 
Putri tidak mengerti di mana letak angkernya. Baginya kapal itu sama sekali tidak tampak menyeramkan. Sebagian bangkai yang tersembul di permukaan mungkin hanya seperti besi tua yang dibuang begitu saja.Tapi di bawah permukaan air, banyak kehidupan di bangkai kapal itu. 

Di dalam kabin suasana begitu sunyi. Tak ada suara, bahkan arus laut tak terdengar di sana. Putri tak bisa menyusuri bangkai kapal itu terlalu jauh. Karena ia tidak mampu menyelam terlalu lama.
Putri penyelam alami, ia tidak memakai tabung oksigen dan perlengkapan menyelam lain. Ia hanya mengenakan kacamata renang pemberian seorang turis. Kacamata yang dijaganya dengan baik, karena itu miliknya yang sangat berharga.

Di dalam bangkai kapal karam itu terdapat banyak ruangan, ada yang besar ada yang kecil. Di antara sekian banyak ruang, ada satu pintu yang masih tertutup rapat. Mungkin terkunci dan karat membuatnya tertutup lebih rapat. Berkali kali Putri mencoba untuk membukanya, ia mengungkit sela sela pintu, menendang, mendorong, tapi tak satupun cara berhasil. 
Sampai akhirnya minggu lalu, tiba tiba pintu itu sudah terbuka begitu saja. Seolah ada yang berhasil menemukan kuncinya. 

Putri tidak tahu ruangan apakah itu. Hanya sebuah ruang kosong dengan beberapa barang di dalamnya. Kadang Putri merasa seperti bajak laut yang sedang mencari harta karun. Tapi tak ada harta karun di bangkai kapal ini. Kalau toh ada mungkin sudah habis dijarah puluhan tahun yang lalu.

Putri suka sekali berada dalam ruangan itu, karena ketika berada di dalamnya ia merasakan sesuatu yang berbeda. Bukan hanya kesunyian yang menenangkan, tetapi ia juga bisa merasakan kehadiran ayah yang menemaninya selama berada di sana.
Kadang ia mendengar ayah menyanyikan sebuah lagu yang tidak dimengerti kata katanya. Atau mendengar ayah bercerita tentang masa kecilnya dulu.
Bagi Putri, pintu itu adalah jalan untuk bertemu dengan ayahnya. Namun ia tidak bisa menceritakan hal ini pada orang lain, entah itu Bayu atau ibu. Mereka tidak akan percaya dan mungkin malah akan melarang Putri untuk menyelam lagi.

Namun ibu lama lama mencium gelagat yang tidak biasa ini. Ibu mulai bertanya tanya, menyelam di mana, melihat apa di bawah sana, bagaimana rasanya berada di dalam bangkai kapal dan lain lain. Putri hanya menjawab seperlunya, bahwa ia hanya mencari karang untuk anakan. Ah, ibu memang selalu ingin tahu. 

Karena semalam hujan turun cukup lebat, maka hari ini ibu melarang Putri ke laut. Karena ombaknya masih lumayan besar. Tapi Putri merasa harus memeriksa rumput laut dan terumbu karang miliknya, apakah rusak karena badai semalam. 
Ketika ibu pergi ke pasar, Putri berlari secepatnya ke laut, sebentar saja pikirnya. Ia akan kembali sebelum ibu tiba. Lagipula hari ini ia sudah berjanji bertemu dengan ayah di bangkai kapal karam itu. Ia hendak berpamitan sejenak dengan ayah, karena ibu mulai curiga. Nanti kalau keadaan mulai tenang, dan ibu mulai lupa, ia akan mengunjungi ayah lagi.

Putri mulai memeriksa, dilihatnya jejeran rumput laut masih utuh, walau di beberapa bagian ada tali pengikat yang kusut dan menyatu, ia berniat mengurainya jika hari cerah dan laut mulai jernih. 
Tapi terumbu karangnya banyak yang rusak, tidak mengapa, ia akan menanamnya lagi. Sekarang tujuan terakhirnya, sebuah ruang di kapal karam.

Agak sulit menyelam dalam air keruh seperti ini, tapi Putri hafal berapa kayuhan sebelum sampai di sana. Hari ini memang tidak seperti biasanya, Putri merasa bulu kuduknya berdiri. Ada perasaan tidak enak yang menjalar. Putri mulai memanggil manggil ayahnya, tapi ayah tidak juga datang. Beberapa kali Putri harus naik ke permukaan untuk mengambil nafas, sebelum menyelam lagi, tapi hanya sepi yang ada, bahkan rombongan ikan teripun tak tampak. 
Putri tahu sudah waktunya untuk kembali, jika ibu tahu ia pergi ke laut, beliau akan sangat marah dan menghukumnya.
Ini yang terakhir pikirnya, dan ia mulai menyelam lagi. Butiran pasir yang terbawa air membuat jarak pandangnya sangat terbatas, dan arus di bawah juga lumayan deras. Tiba tiba sayup didengarnya senandung lagu yang biasa dinyanyikan ayah sebagai pengantar tidur sewaktu ia kecil dulu. Putri bergegas mendekati arah suara itu berasal.
Ayaah...aku harus pamit, ibu marah kalau aku terlalu lama menyelam. Ibu tidak mengerti betapa aku rindu ayah. Aku tidak percaya kalau ayah sudah mati, ayah mungkin sudah di Australia dan tinggal di sana. Dan ayah sedang mengumpulkan uang untuk bisa pulang kembali. Bukankah demikian ayah? 

Tak ada suara yang ia dengar menjawab kata katanya. Tapi hatinya tenang sekarang. Ayah pasti tidak akan marah kalau ia tidak mengunjunginya untuk sementara waktu. 
Tiba tiba laut menjadi jernih, Putri melihat terumbu karangnya sudah besar besar dengan banyak ikan hias yang berenang di sekitarnya. 
Ia melihat ibu sedang memanen rumput laut dibantu seorang pemuda gagah. Siapa dia? Putri seperti pernah mengenalnya.
Ia mendengar ibu memanggil, Bayu...bawa rumput laut ini ke darat dulu. Jadi itu Bayu, adiknya. Senyum tak lepas dari bibir Putri, ia bahagia melihat ibu dan adiknya. 
Terasa hangat seluruh jiwanya, ketika ia menyadari bahwa ayah sedang memeluk bahunya. 
Mari kita pergi nak...

*****

Buuu...buu.. mba Putri mati... tubuhnya mengapung di pantai, teriak Bayu sambil berlari.
Dengan tergopoh gopoh bu Surya yang baru pulang dari pasar, berlari menuju pantai, menyusul Bayu. Dari jauh dilihatnya sesosok tubuh mengapung di atas air. Diterjangnya ombak kecil yang belum sempat mencapai bibir pantai. 
Puuuutriiiiiii....., teriakan bu Surya memecah hening pagi.
Biasanya tubuh terapung itu akan bergerak lincah dan langsung berdiri.
Putri!! Berapa kali ibu katakan, jangan suka tidur sambil mengapung! Kamu bisa dikira mati!, omel bu Surya. 
Tapi kali ini, Putri diam saja, tidak bergerak sama sekali......
Dari kejauhaan deburan ombak menenggelamkan raungan seorang ibu yang kehilangan anaknya.

*******

Untuk anak anak down syndrome seperti Putri, yang menjadi teman renangku dua tahun ini. 
Untuk para bunda yang dengan setia dan penuh cinta mendampingi anak anak mereka dalam segala keterbatasannya.