Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Sabtu, 21 April 2012

Emtyty

Aku masih ingat pertemuan pertama kita di tempat peramal tua. Aku yang sedang kesal dengan seorang lelaki yang dengan sangat tidak sopan mengambil nomor antrianku. Hanya karena dia lebih tinggi dariku. Uffhh..
Tak lama kemudian, kamu datang dengan temanmu dan mencari cari di mana nomor antrian, yang berada tepat di atas kepalamu. Kenapa juga, nomor itu diletakkan begitu tinggi. Atau kita yang terlalu pendek? 


Sementara menunggu giliran (dan nomor kita adalah nomor nomor terakhir) kita berbincang, tertawa bersama, sampai sampai aku kuatir peramal tua itu akan merasa terganggu konsentrasinya karena kita begitu berisik. Dan dengan pede, kita menyaingi peramal tua itu dengan turut meramal tamu tamu lain yang tidak dapat nomor antrian. Ahh sungguh gila kelakuan kita saat itu. Meramal di tempat peramal. 


Sejak itu, kita mulai intens berkomunikasi. Bertukar cerita bahkan sampai hal yang sangat pribadi, seolah kita teman lama. Ketika kamu harus pulang ke rumahmu, di belahan dunia yang lain, aku sempat takut kehilangan kamu, karena aku sudah terbiasa dengan perbincangan kita.  Tapi ternyata berbeda benua, berbeda jarak dan waktu, tidak membuat hubungan kita menjadi jauh. Hubungan kita menjadi semakin dekat.


Banyak cara yang bisa menghubungkan kita, whatsapp, skype, fb, twitter, blog dan lain lain. Sehingga bagiku, kamu tidak terasa berada di tempat yang jauh. Hanya aku masih harus menghafalkan bahwa tempat kita berpijak, berbeda 12 jam. Terkadang saat aku mengantuk di sini, di sana kamu sedang mengejar-ngejar bis untuk berangkat kerja. Aku sudah bilang, tutup saja dulu ponselnya, supaya kamu tidak tertinggal bis. Tapi dengan santai kamu bilang, tidak mengapa, aku bisa membawamu ke mana mana. Dari tempat kerja sampai ke kamar mandi. 


Kita berbincang tak tahu waktu. Ada saatnya kamu berkata , aku dengerin aja ya beb, kamu cerita aja. Itu artinya situasi di tempatmu sedang tidak memungkinkanmu untuk bicara, tapi kamu tetap berkeras untuk tidak menutup ponsel karena tetap ingin mendengar ceritaku. Kita ini memang gila, sulit sekali menyudahi pembicaraan. Kamu bilang, kamu tidak akan pernah bosan mendengar ceritaku. Ahh, aku tidak ingin kamu berjanji. Tapi kamu bilang, kita buktikan saja nanti.


Lucu, karena kita sering galau bersama. Saling menasehati. Penguatanmu, perhatianmu, kesediaanmu untuk menemaniku setiap waktu, sangat berarti untukku. Seperti sekarang, saat hatiku hancur, patah, kamu dengan setia menemaniku menangis dan dengan lembut kamu menguatkan aku. Hal itu membuatku merasa sangat berarti, sangat istimewa.

Aku tahu, pertemuan kita bukan kebetulan belaka, Tuhan mengirimmu untukku. Karena Dia tahu persis apa yang aku butuhkan. Terimakasih telah menjadi bagian dari hidupku. Semoga kita bisa bertemu lagi ya, semoga kisah kita abadi, tak lekang termakan oleh waktu. Semoga kamu tetap berada di hatiku dan aku tetap di hatimu. Aku mengasihimu.