Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Jumat, 16 November 2012

Separuh aku




Namaku Joan, tapi teman teman memanggilku Jon... 
Kata mereka aku mirip lelaki. Tomboy.
Rambutku selalu kupotong pendek, karena gerah dan tidak nyaman rasanya kalau ada rambut yang menyentuh tengkukku. Dari kecil aku sudah punya langganan tukang cukur sendiri. Yang namanya tukang cukur sudah pasti bukan di salon atau barber shop.
Tukang cukur langgananku engkong Makmun namanya. Dia tahu persis potongan yang kumau. Kerjanya juga cepat, rapi dan murah. Hanya lima ribu! Lumayan, aku masih bisa mengantongi duapuluh ribu sisa uang pemberian ibuku. 
Kadang ibu suka marah, karena aku tidak mau memanjangkan rambutku sedikit saja. Tapi dengan trik kuno, ibu selalu tertipu. Kalau rambutku panjang, nanti bisa kena kutu dan berketombe, cukup itu saja alasanku pada ibu. 

Aku juga lebih suka memakai celana pendek dan kaos oblong, semakin belel, semakin adem. Robek sedikit tidak masalah. Masalah baru timbul ketika aku mendapatkan menstruasi pertamaku. Memakai pembalut tidak bisa membuatku bergerak bebas. Ribet. Dan seminggu itu moodku jelek sekali. Semua temanku akan menjauh supaya tidak jadi sasaran omelanku. Hanya sahabat kecilku si Unuy, yang tidak ikut menjauh.

Aku juga tidak suka memakai bra, terikat di dada membuatku nafasku sesak. Untungnya payudaraku kecil, seperti tutup gelas. Jadi cukup memakai singlet sebagai baju dalam, beres. Walau laki laki, dada Unuy lebih besar dari payudaraku. Hihihihi.  

Aku tidak punya teman perempuan, bagiku mereka terlalu banyak bicara, cengeng, manja, tidak asik berteman dengan mereka. 
Teman laki lakiku lebih banyak. Aku suka main bola bersama atau sekedar nongkrong di pos ronda. 
Kadang aku juga suka berkelahi, biar ceking begini, aku ikut karate dan sudah ban hitam. Tapi aku berkelahi hanya untuk membela yang lemah.

Biasanya aku berkelahi kalau ada orang yang mulai memanggil Unuy dengan sebutan banci. Unuy alias Julianto, bukan banci, dia hanya sedikit kemayu, gerak tubuhnya gemulai bak penari. Aku saja tidak bisa berlaku selembut itu. Unuy sangat baik padaku, dia sangat mengerti aku, dia juga sangat sabar, tidak mudah marah, tidak pernah berkata kasar, bicaranya halus. 
Sementara aku, emosi'an kata Unuy. Berangasan. Ga sabaran. Dan kepinginnya 'nonjok' siapa saja yang bersikap tidak adil dan kurang ajar. 

Sekarang aku sudah jadi wanita dewasa, tapi gayaku tetap maskulin. Yang berubah hanya potongan rambutku. Karena engkong Makmun sudah lama meninggal. Kerjaku sehari hari mengurus pembangunan proyek. Baik proyek apartemen, mall atau perumahan. Kadang aku harus berpergian lama, jika ada proyek di luar kota. Karena itu aku jadi jarang bertemu Unuy.

Unuy sendiri sudah jadi perancang muda. Desain busananya banyak digemari artis ibukota, bahkan sudah beberapa kali Unuy ikut pagelaran di mancanegara. Walau mulai mendunia, Unuy'ku tetap Unuy yang dulu.
Esok rencananya kami mau bertemu, rinduku sudah membuncah tumpah ruah.

Keesokan harinya, kukenakan kemejaku yang terbaik dan kusemprotkan sedikit parfum import yang dihadiahkan Unuy di hari ulang tahunku, 3 tahun yang lalu. Parfum yang tidak kunjung habis, karena aku hanya memakainya sesekali. Terutama jika hendak bertemu Unuy. 

Entah mengapa, hari ini jantungku sedikit berdebar. 
Ketika aku tiba, Unuy sudah ada di sana. Tapi dia tidak sendiri.... 
Di sebelahnya duduk seorang lelaki tampan dan gagah. Kontras sekali dengan Unuy'ku yang sedikit tambun dan lembut. 
Laki laki ini pasti akan dijodohkan lagi denganku. Unuy tidak pernah percaya kalau cintaku sudah kuserahkan untuk seseorang.

Unuy mencium pipiku, dan mengenalkan aku pada lelaki itu.
"Joan, ini Vicko...hmm dia kekasihku.." kata Unuy sambil melirik mesra pada lelaki itu, dan dia membalasnya dengan senyuman manis. Aroma hormon endorphin dari pasangan yang sedang kasmaran mengambang jelas di udara.
Mendadak rasanya ada yang menohok ulu hatiku, membuatku perutku mual dan perih.
Ya... aku mungkin mirip lelaki, tapi aku bukan lesbian. 
Aku jatuh cinta pada Unuy sejak dulu. Karena bagiku, hanya dia yang bisa mengerti aku, menerimaku apa adanya, membuatku merasa berarti dan berguna ketika bisa melindunginya. 

Unuy cintaku, sahabat kecilku, 20 tahun sudah kupendam semua rasa ini. Tak terbayangkan bagiku akan ada lelaki lain yang mampu menggantikan tempatmu di hatiku, yang bisa membuatku jatuh cinta lagi.
Unuy cintaku, sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu, membelamu. Katakan pada Vicko, jika dia menyakiti hatimu, dia akan berurusan denganku.

Mungkin ini yang namanya patah hati. Belum pernah aku terluka sedalam ini. Tanpa terasa airmataku bergulir jatuh. Airmata pertamaku.
Dari teras cafe tua ini, sayup terdengar petikan sebuah lagu... 

Dengar laraku, suara hati ini memanggil namamu
Karena separuh aku dirimu...