Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Rabu, 17 Juli 2013

buah cinta


Seragamnya putih biru, dengan rok yang terlihat mulai pendek bagi kakinya yang panjang, setiap pulang sekolah dengan setia dia menanti sampai sekolah sepi. 
Lalu dikeluarkannya sebuah toples kecil dari dalam tas. 
Dipungutinya satu demi satu butiran buah cinta yang jatuh ke tanah. 
Buah kecil berwarna merah sebesar ujung kuku, yang kerap terjatuh saat ibu bilahnya mulai mengering.
Ia ingat pernah berkata, ini pohon petai cina, keluarga lamtorogung. 
Tapi kekasih kecilnya berkata, ini pohon cinta dan buahnya buah cinta, warnanya merah. Seperti bibirmu.
Mereka berdua gemar duduk di bawah pohon cinta. Dan pikiran mereka akan berkelana. 
Kekasih kecilnya kerap berkata, 
"Cintaku padamu seperti pohon ini. Tidak akan pernah berpindah ke mana-mana. Percayalah!"
Dan dengan naif dia percaya kata kata kekasih kecilnya itu. 
Lalu mereka akan memunguti buah buah cinta yang berjatuhan di tanah. Digosoknya ke baju supaya bersih dari butiran debu yang menempel. 
Mereka akan bertukar buah cinta yang mereka dapat hari ini.
Ahaa, punyaku ada 41...
Kamu hanya 36 buah..
Berarti hari ini cintaku lebih besar dari cintamu.

Kadang mereka berbantahan. 
Buah cinta yang ini jelek, lihat sudah rusak. Jangan dihitung dong. 
Atau, yang ini masih kotor, aku tidak mau. 
Mereka hanya mau buah cinta yang sempurna bentuk, warna dan bersihnya. 

Sesampainya di rumah mereka akan memasukkan buah buah cinta itu ke dalam toples dan selama ini, isi toples mereka berimbang. Mereka mengartikan itu sebagai cinta yang sama besarnya. 
Tapi indah itu tak lama. Pohon cinta memang tidak pernah pindah tetapi kekasih kecilnya harus pergi, pindah ke lain kota. 
Dan sejak itu, dia tidak bersemangat lagi mengumpulkan buah buah cintanya.

******

Sudah ratusan kali dia pergi ke kebun raya. Menikmati rimbunnya pepohonan, melihat bangau di tengah danau dan kelelawar  yang bergantungan bagai buah kapuk. Tapi baru kali ini dia melihat buah buah merah kecil itu berjatuhan di tanah. 
"Mas... ini buah cinta.. !!" Katanya dengan gembira. 
Tetapi aku hanya tertawa, "Ah kamu itu...semua dibilang cinta. Ada pulau cinta, pohon cinta, sekarang  buah cinta...!"
"Tapi mas, ini memang buah cinta...!" Katamu lagi.
"Ya ya ya ya, apa katamu saja!" Jawabku tak ingin berdebat.
Kutinggalkan dia yang asik memunguti buah buah cintanya itu.
Kutunggu dia di mobil.
Dia meletakkan dua butir buah cintanya di dashboard mobilku. Tak kulihat airmata yang menggenang di pelupuk matanya.

******

Sesudah mengantarnya pulang, aku bergegas menuju rumah. Kuambil sebuah toples dari lemari kaca.Toples berisi buah cinta.
Ingatanku terlempar ke masa lalu. Saat aku kerap mengumpulkan buah cinta bersama kekasih kecilku.
Dan kini, tanpa sengaja kami bertemu lagi melalui sosial media. Hanya saja dia tidak mengenaliku dan tidak pernah tahu bahwa aku adalah kekasih kecil yang pernah meninggalkannya dulu.
Tak lama waktuku untuk melamun, ketika kudengar teriakan malaikat kecilku berkata, papa pulang...
Kuangkat tubuh mungilnya seraya berkata, main dulu sama mama ya sayang. Papa ganti baju dulu.

Pernah kuingkari sebuah janji, bahwa cintaku tak akan pernah berpindah hati. Kuusap toples tua berisi ratusan butir buah cinta, yang pernah kami kumpulkan dulu, sewaktu masih berseragam putih biru. Kini isinya bertambah dua. 

Kebun Raya, Juli 2013