Dalam genggaman tangan Tuhan

Dalam genggaman tangan Tuhan

Rabu, 06 Juni 2012

Psikopat...

Aku tidak punya pilihan. Saat ini yang bisa kulakukan hanya menerima perempuan ke sekian yang disodorkan oleh keluargaku, untuk menjadi istriku. 
Dan perempuan kesekian ini adalah perempuan yang paling parah dari perempuan perempuan yang sebelumnya. Baik secara fisik apalagi kepribadiannya. 
Aku tidak bisa menolak kemauan orangtuaku, karena aku ingin segera lepas dari semua tekanan ini. 
Ya, setidaknya setelah mengabulkan keinginan orangtuaku supaya aku menikah, salah satu sumber tekananku berkurang.

Jangan tanya apakah aku mencintai perempuan itu. Jelas tidak. Aku bahkan jijik melihatnya. Perempuan itu mengejar ngejar aku. Rajin mengirimiku pesan singkat dan menunjukkan perhatiannya, padahal sikapku terhadapnya biasa saja. Semua yang kulakukan dengannya atas perintah ibuku, bukan karena kemauanku.

Dia perempuan yang tidak laku, tidak ada yang mau.
Mana ada lelaki yang mau dengan perempuan yang begitu menyeramkan. Tampangnya tua, hidung  besar, matanya besar dan kejam, mulutnya lebar, kulitnya hitam, rambutnya keriting, badannya tinggi besar, seperti lelaki. Perempuan dari kampung. Pasti bangga jika mendapatkan lelaki dari kota besar. Bermobil pula. Makanya dia sangat ingin menikah denganku. Anugerah baginya. Musibah bagiku.
Membayangkan tampangnya saja sudah membuatku mau muntah, tak terbayangkan bagaimana nantinya hidupku kelak.

Dan yang lebih parah, sifatnya sangat keras, sangat kasar, sangat kejam, mau menang sendiri, egois, suka mengatur. Bodoh sekali dia tidak sadar kalau dia begitu jelek. Aku heran ada perempuan seperti itu, benar benar kampungan. 
Belum lama aku mengenalnya, belum apa apa, dia sudah memaksakan banyak kehendaknya padaku. 
Seperti memaksakan nama panggilan untukku. 
Mengaturku untuk ini dan itu. 
Memaksaku ini dan itu. Banyak hal lah. 
Memang siapa dia? Ini hidupku.

Tapi aku tidak peduli. Walau dia perempuan kotor, itu tidak penting untukku. Karena menikah bagiku hanya mainan. Aku menikah karena aku dipaksa menikah. Itu saja. 
Kalau aku boleh memilih jalan hidupku sendiri, aku akan menikahi cinta sempurnaku.

Mengapa ibuku memilih perempuan itu?
Karena dengan perempuan perempuan yang sebelumnya tidak ada yang berhasil. 

Ibuku bahkan menyuruhku menikah dengan anak supir taxi, suatu pekerjaan yang di anggap rendah oleh keluargaku. 
Aku harus menikah karena usiaku di anggap sudah cukup. Dan akan membuat malu keluarga jika aku belum menikah

Aku memang harus menjaga reputasi keluarga kami di mata keluarga besar. Keluargaku harus jadi keluarga yang sempurna. Dari sekolah, kerja, menikah, semua sudah diatur, demi prestise. Aku harus menjaga nama baik keluargaku sesuai yang diharapkan orangtuaku.

Apakah aku bahagia? Jelas tidak. Dan aku tidak peduli, apakah aku bahagia atau tidak. Yang penting aku tidak lagi ditekan.
Aku tidak akan membahagiakan dan memang tidak ingin membahagiakan perempuan itu.
Tapi tenang saja, aku lelaki yang lihai, mudah bagiku untuk membuat perempuan itu berpikir bahwa aku menyukainya. 
Sama seperti yang diajarkan dalam keluargaku selama ini, aku juga mampu memakai semua cara untuk mencapai tujuanku.


Penting bagiku untuk menuruti kemauan orangtuaku.
Karena aku tidak akan dapat "berkat" jika aku tidak menurut. 

(note. sekarang aku tahu apa yang kamu maksud dengan berkat!!)

******
  
Itu hanyalah salah satu cerita yang pernah diceritakan oleh seorang psikopat kepadaku. 
Tentu saja dengan bahasa yang sudah diperhalus 90%!!
 
Aku mengenalnya secara pribadi, kami bahkan pernah sangat dekat. Hampir satu windu aku mengenalnya. 
Aku adalah satu satunya orang yang mengetahui banyak rahasia dan hal buruk yang dia miliki dan dia sembunyikan rapat rapat, sehingga tidak ada orang lain yang tahu, bahkan keluarganya.

Dia dibesarkan dalam keluarga yang sangat menekan dengan mengatasnamakan budaya dan agama. Yang memakai sepenggal ayat suci untuk membuat anak anak mereka takluk dan menurut.

Keluarga yang tidak menerima suku bangsa lain untuk masuk dalam lingkungan mereka. Penuh dengan kecurigaan. Kebaikan yang diperbuat pun hanya untuk yang sesuku dengan mereka.

Keluarga yang sangat mementingkan prestise dan nama baik, walau palsu adanya.
Keluarga yang menjalankan ibadah sebagai ritual semata, tapi tidak mengamalkannya. 
Keluarga ambisius.

Dia tidak tertolong karena tidak pernah keluar dari rumah, dari kecil sampai dewasa tinggal bersama orangtuanya.
Kelainan yang pada dasarnya sudah ada, bertambah buruk dengan pola asuh yang sedemikian parah, sehingga menjadikan dia seorang monster, tanpa ada yang menyadarinya.


Jika bertemu, awalnya dia menampilkan sikap yang menarik, tenang, tidak banyak bicara, menebarkan sikap hangat. Ini membuat orang lain mempercayainya. Sehingga orang lain memang tidak akan tahu aslinya seperti apa. 
Hanya kepada orang terdekat saja, dia bisa menunjukkan sifat aslinya. 

Dia temperamental, meledak ledak, dengan mood yang mudah berubah tiba tiba.
Bila menonton tv atau mendengarkan lagu, dia kan memindah mindahkan/mengganti saluran dengan cepat. Pembosan dan labil.

Amarahnya mudah terpicu karena hal-hal kecil, bereaksi negatif terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.

Dia tidak mampu mengendalikan diri ketika marah, jika dulu dia hanya menyakiti dirinya sendiri, seperti menampar nampar wajahnya sendiri, membentur benturkan kepala atau tubuhnya, sekarang dia mulai melakukan ancaman pembunuhan. 

Dia mengambil keputusan dengan terburu buru, tanpa menimbang baik buruk tindakan yang akan dia lakukan. Dan tidak peduli pada apa yang telah diperbuatnya, atau apa akibatnya di masa depan.

Dia suka berbohong, berkhianat dan berpura pura dengan fasih sekali. Kadang caranya dangkal, kadang penuh strategi. 
Tidak tampak malu juga jika kebohongannya  ketahuan. 
Bahkan berani bersumpah palsu memakai nama Tuhan. 

Dia manipulatif, curang dan licik, bisa menunjukkan emosi dramatis dan palsu, untuk meyakinkan aksi manipulatifnya.

Kata katanya kasar, tajam, kotor, tidak mengenal sopan santun dan etika.

Dia juga tidak bertanggung jawab (tidak mau menanggung konsekwensi dari perbuatannya), hanya mau hal hal yang menyenangkan dirinya saja.

Dia selalu menyalahkan orang lain atas masalah yang dihadapi. 
Tidak mampu mengoreksi diri.  
Tidak belajar dari pengalaman, mengulang ulang kesalahan yang sama, meskipun telah diberi nasehat atau peringatan.

Dia tidak punya rasa bersalah dan tidak punya rasa empati, tidak mampu merasakan perasaan orang lain dan tidak peduli jika orang lain menderita karena dia. 

Dia tidak punya rasa menyesalan jika sudah melukai orang lain atau jika sudah berbuat salah. 
Jika meminta maafpun, hanya lip service semata, karena dia akan mengulang lagi perbuatannya dan tidak peduli terhadap korbannya.
 
Dia egosentris. Semua hanya berpusat pada dirinya, dan selalu mencari keuntungan bagi dirinya sendiri dari suatu hubungan.

Dia acuh terhadap masyarakat, karena itu dia tidak punya teman dan tidak mampu menjaga suatu hubungan. 

Mungkin ini postingan terpanjang yang pernah aku tulis. 
Ini bukan fiksi. 
Ini cerita nyata, walaupun aku berharap ini hanya terjadi dalam mimpi burukku. 
Tapi semua karakter di atas, aku temukan dalam diri satu orang.
Dia...
 
Kawan, berbahagialah kita yang tidak terlahir dari keluarga pencetak manusia manusia sakit jiwa.